BANDAR LAMPUNG—Industri kreatif dicanangkan secara nasional tahun 2009, mengikuti sukses berbagai negara yang lebih dulu menjadikannya sebagai penggerak baru perekonomian. Secara umum, industri kreatif diartikan sebagai pemanfaatan kreativitas, keterampilan, bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan, dan lapangan pekerjaan.
SENI GRAFITI. Komunitas Graffiti X-Treme Uno melukis di tembok Perum Griya Sejahtera, Bandar Lampung, Jumat (4-2). Lampung memiliki potensi industri kreatif yang perlu sentuhan agar mampu bersaing di tingkat nasional. (LAMPUNG POST/IKHSAN)
Awalnya, pencanangan ini untuk meredam masuknya produk asal Cina. Produk Negeri Tirai Bambu mampu menyerbu pasar Indonesia karena murah. Era perdagangan bebas, membuat tak ada pilihan lain, kecuali kreativitas harus dilawan dengan kreatifitas.
Meskipun banyak menelurkan hasil kreativitas yang diakui di tingkat nasional, perkembangan industri kreatif yang mulai marak sejak 2009 ini di Lampung, belum maksimal. Banyak kendala belum teratasi seperti modal, bahan baku, sumber daya manusia, hingga jaringan pemasaran.
Wakil Ketua Asosiasi Perancang Busana Muda Indonesia (APBMI) Lampung, Raswan, mengakui selain kreativitas, kendala yang dihadapi perajin Lampung adalah bahan baku. Bahan baku sulam usus, misalnya, tidak mudah didapat karena harus melalui proses atau pola yang sesuai.
"Salah satu solusi memecah kebuntuan kreativitas harus banyak belajar ke luar, seperti mengikuti pameran internasional incraft. Ini wadah bagi perajin untuk menampilkan hasil produk busana kreativitas," kata Raswan.
Besarnya potensi industri kreatif, menurut Andi Agust Hidayat, perajin seni kreatif aplikasi belum ditunjang pemasaran yang andal. Seni sepatu lukis yang dia tekuni, misalnya, mempunyai banyak penggemar, khususnya pelajar dan mahasiswa.
Meskipun masih didominasi penggemar dari penjuru Nusantara, perkembangan aksesori bergaya kreatif ini belum merambah Lampung. "Saat ini peminat sepatu lukis di Lampung sekitar 15%. Selebihnya masih didominasi dari daerah lain di Indonesia," kata Andi di kediaman sekaligus tempat produksi Eighternal Creative art And Design (ECAD), Gunungterang, Bandar Lampung, Jumat (4-2).
Seni kreativitas ECAD tidak hanya sepatu lukis, tetapi modifikasi kacamata lukis, kaus, tas, hingga lukis grafiti. Satu pasang sepatu lukis, mulai Rp120 ribu—Rp300 ribu. Kacamata Rp90 ribu—Rp110 ribu. Sedangkan kaus Rp85 ribu—Rp125 ribu/buah.
"Kendalanya promosi dan pemasaran yang dilakukan hanya melalui sistem online, banyak masyarakat yang belum tahu. Kebiasaan di Lampung jika tidak langsung lihat barang, kurang peminatnya," kata Andi.
Pelanggan ECAD, Filurza Filardhi, mengaku memilih produk bergaya kreatif karena berharap ada yang berbeda dari produk lain. "Selain itu, bagus dan unik," kata Filurza.
Mahasiswa semester IV Fakultas Pertanian Universitas Lampung ini menambahkan ada sekitar sembilan sepatu dengan berbagai model dan beberapa kaus koleksinya. Dia mengoleksi produk buah kreatif bukan karena tren mode, melainkan menyalurkan hobi. (MG18/R-3)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 6 Februari 2011
No comments:
Post a Comment