March 2, 2014

[Wawancara] Kees Groeneboer: Lampung Harus Punya Fakultas Ilmu Budaya

Penemuan dan kembalinya kamus bahasa Lampung karya van der Tuuk dari Leiden ke Lampung terasa surprise. Bukti tingginya nilai budaya Lampung sejak lama itu mendorong pemerhati untuk menghidupkan studi tentang kebudayaan Lampung.

Kees Groeneboer
Direktur Pusat Bahasa
Belanda Erasmus, Jakarta
Medio Februari 2014, Arman A.Z., penyair dan penggiat kebudayaan Lampung, mengabarkan kembalinya kamus bahasa Lampung karya van der Tuuk melalui opini di Lampung Post, 19 Februari 2014. Atas kerja panjang dan melelahkan, sebuah tim berhasil mempersembahkan kamus yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, itu kembali ke Lampung.

Apresiasi luar biasa dari berbagai kalangan mengemukakan masalah bahasa daerah ini menjadi topik menarik. Diskusi tentang bahasa dan keingintahuan berbagai kalangan akan kamus yang ditulis tangan itu seolah tak terbendung.

Kamis pekan lalu, promotor kembalinya kamus itu ke Lampung, Lampung Peduli yang dikomandani Juperta Panji Utama, menggelar diskusi soal itu.

Salah satu yang dihadirkan pada forum tersebut adalah Kees Groeneboer, direktur Pusat Bahasa Belanda Erasmus, Jakarta. Ia begitu penting karena menjadi pelita ditemukannya kamus yang ditulis pada zaman Belanda saat Van der Tuuk tinggal di Lampung.

Berikut petikan wawancara wartawan Lampung Post Wandi Barboy, Zulkarnain Zubairi, dan Abdul Gofur dengan Kees Groeneboer usai acara di Hotel Emersia, Bandar Lampung, Kamis (27/2).

Bagaimana proses Anda menemukan kamus bahasa Lampung van der Tuuk itu?
Kamus itu saya temukan sederhana saja. Awalnya saya mencari tentang tulisan-tulisan van der Tuuk karena menulis biografi van der Tuuk. Selain bahasa Lampung, van der Tuuk banyak meneliti bahasa Batak, bahasa Bali, bahasa Kawi, Jawa.

Kamus bahasa Lampung setebal hampir 600 halaman itu saya temukan di Perpustakaan Universitas Leiden. Saya juga menemukan manuskrip Lampung yang disusun van der Tuuk.

Apakah kamus itu bisa diperbanyak saat ini? 

Kamus itu tentu saja bisa diperbanyak karena kondisinya sudah digital. Tapi, sekarang inikan persoalannya manuskrip itu masih menggunakan bahasa Belanda lama. Juga huruf Lampung yang kuno.

Ada beberapa tahap yang diperlukan untuk mengetahui kamus Lampung yang disusun oleh van der Tuuk. Mulai dari mentransliterasi huruf Lampung kuno ke aksara latin, mempelajari bahasa Bahasa Belanda kuno,  kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Harus ada keahlian di berbagai bidang untuk menerjemahkannya kamus ini ke bahasa Indonesia.

Sejak kapan van der Tuuk tertarik akan bahasa-bahasa di Indonesia?

Dia sudah tertarik bahasa sejak usia remaja dan mencintai ragam bahasa. Ada passion untuk belajar bahasa. Dia direkomendasikan guru-gurunya karena studi terbaik soal bahasa. Dia pun bekerja untuk Persekutuan Alkitab lalu ditugaskan menerjemahkan Alkitab. Namun, van der Tuuk berkeras mengatakan harus disusun dahulu kamus sebelum menerjemahkan ke bahasa yang bersangkutan.

Apa bedanya van der Tuuk dengan ahli bahasa lainnya di Belanda?

Dia adalah ahli bahasa lapangan. Kebanyakan ahli bahasa mempelajari dari buku-buku dan belajar secara teoritik. Berbeda dengan dia, dia datang ke desa-desa dan bertanya kepada masyarakat. Dia juga menunjukkan suatu benda-benda dan bertanya kemudian dia mencatatnya. Setiap benda yang ditunjuk itu dia catat. Kemudia ditanyakan lagi ke warga. Kosakatanya itu dikumpulkan terus. Begitulah terus cara kerjanya.

Ke mana saja Van der Tuuk datang ke Lampung?

Dalam makalah saya, dia empat bulan ke Telukbetung dengan Lehan, Lampung Timur, juga ke Menggala. Dia lebih senang berjalan kaki dan hanya beberapa kali saja naik kapal. Tepatnya sejak akhir Agustus 1868 sampai awal Agustus 1869 Van der Tuuk di Lampung.

Mengapa jika bahasa Batak, Jawa, Bali, dan bahasa daerah lainnya van der Tuuk sudah memiliki dasar kamus yang kuat, tapi untuk Lampung sepertinya sulit?

Karena kedatangannya ke Lampung memang hanya suatu kebetulan. Di sini dia intens mempelajari bahasanya selama sebelas bulan. Tidak ada rencana sebenarnya datang ke Lampung. Karena saat tiba di Batavia ada pemberontakan di Buleleng, Bali. Selesai pemberontakan, dia masih bekerja untuk Persekutuan Alkitab di Bali.

Apa arti pengembalian kamus Lampung pertama van der Tuuk ini bagi masyarakat Lampung?

Tentu bagi ahli bahasa hal ini sangat menarik. Masih banyak yang bisa dipakai dari kamus yang disusun oleh van der Tuuk. Penelitian van der Tuuk ini menjadi sejarah bahasa dan salah satunya sumber mengenai bahasa Lampung yang diteliti oleh peneliti asing.

Tapi, penggunaan kamus yang lengkap hanya berguna untuk sejarawan atau peminat sejarah. Untuk keperluan praktis, penggunaannya bagi anak sekolah, misalnya, saya kira harus ada seleksi terhadap manuskrip yang ditemukan van der Tuuk.

Ada komentar tentang acara diskusi ini?

Ya, saya pikir acara ini bagus. Harus dibentuk semacam tim untuk memublikasikan hasil pekerjaan tim yang meriset kamus van der Tuuk ini. Harus ada kajian terhadap manuskrip setebal 600 halaman ini. Pada sisi lain saya melihat, pendirian fakultas ilmu budaya yang bisa menyatukan studi bahasa, sastra, sejarah, dan budaya tentulah baik untuk menampung setiap persoalan kelampungan ini. (M1) 

BIODATA
Nama        : Kees Groeneboer
Kelahiran    : Belanda, 18 Oktober 1952.
Jabatan:
- Direktur Pusat Bahasa Belanda Erasmus di Jakarta
- Penasihat akademis program studi sastra Belanda di Universitas Indoensia
- Dosen di Universitas Kristen Amsterdam

Pendidikan:
- S-1 Jurusan Kesusastraan Belanda Universitas Kristen Amsterdam
- S-2 Jurusan Kesusastraan Belanda Universitas Kristen Amsterdam
- S-3 Sejarah Universitas Leiden dengan disertasi Politik Bahasa di Hindia Belanda 1600-1950.

Sumber: Lampung Post, Minggu, 2 Maret 2014

No comments:

Post a Comment