December 10, 2007

HUT Pujakesuma: Dialog Antaretnis Perlu dalam Proses Berbangsa

Bandar Lampung, Kompas - Sebagai masyarakat yang hidup di tengah kemajemukan, masyarakat Indonesia tidak boleh berbicara mengenai dominasi suku bangsa, agama, ras, ataupun golongan. Setiap suku di Indonesia sebaiknya mengedepankan dialog budaya antaretnis.

Demikian diutarakan Sultan Hamengku Buwono X dalam acara ulang tahun ke-18 Paguyuban Putra Jawa Keturunan Sumatera (Pujakesuma) Lampung di halaman GOR Saburai, Bandar Lampung, Minggu (9/12).

Acara peringatan itu juga dihadiri Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP, Dewan Pembina Pujakesuma Lampung Suryono SW, Asisten Gubernur Lampung Bidang Kesejahteraan Rakyat Husodo Hadi, Ketua DPW Pujakesuma Nuryono, dan sekitar 7.000 anggota Pujakesuma Lampung.

Menurut Sultan, selama ini masyarakat sekadar mengagumi kemajemukan Indonesia, tetapi belum menanamkan dalam pola pikir dan perilaku sehari-hari. Dampaknya, masyarakat berpola pikir bahwa Indonesia masih didominasi suatu suku, agama, atau golongan tertentu sehingga konflik antaretnis masih kerap ditemui di Indonesia.

Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya diajak berpikir pluralisme dan tidak hanya berbicara mengenai kemajemukan. Berpikir pluralis berarti masyarakat diajak untuk terus-menerus mengedepankan dialog.

Melalui dialog budaya antaretnis, proses transformasi dan akulturasi budaya akan terjadi. Dengan demikian, masyarakat akan berpola pikir bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa dengan pluralisme, tidak ada suku bangsa atau agama atau golongan tertentu yang mendominasi.

"Saya kira dialog antaretnis harus terjadi dan mewarnai dalam proses berbangsa," katanya.

Sultan mencontohkan, 60 persen dari 7,4 juta jiwa penduduk Lampung adalah warga dari suku Jawa. "Namun saya memahami mereka sebagai warga Lampung yang kebetulan berketurunan Jawa, bukan warga Jawa," ujarnya.

Suku Jawa di Lampung sudah hidup berdampingan dan bekerja sama dengan warga keturunan suku bangsa lain di Lampung sejak lama.

Menurut Sultan, ketika hidup berdampingan, proses akulturasi atau proses pencampuran kebudayaan terjadi dan saling memengaruhi. Suku Jawa tidak sepenuhnya mewarnai kehidupan masyarakat lokal.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP mengatakan, Lampung sama seperti provinsi lain di Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa. (hln)

Sumber: Kompas, Senin, 10 Desember 2007

No comments:

Post a Comment