March 3, 2013

[Fokus] Perayaan Imlek di Lampung

WARNA merah menyala itu dominan dari kejauhan. Sepasang patung naga kembar bertakhta bagai mahkota. Wihara Thai Hin Bio di Telukbetung Selatan itu lebih moncer sebulan terakhir, saat warga Tionghoa merayakan Imlek.

Perayaan pergantian tahun China (Imlek) di Lampung memang tidak semeriah di beberapa kota yang punya basis warga Tionghoa lain. Seperti pergantian tahun 2563 ke 2564, Minggu (10-2) lalu, pusat kemeriahan masih fokus di Wihara Thai Hin Bio.


Di wihara ini dihidupkan lilin raksasa selama beberapa hari sebagai bagian dari perayaan Imlek. Selain itu, ada juga atraksi barongsai. ?Menghidupkan lilin raksasa dan barongsai menjadi acara rutin untuk memeriahkan perayaan Imlek,? kata Wirya, pengurus Wihara Thai Hin Bio.

Saat tahun baru Imlek, jumlah pengunjung wihara membeludak hingga sekira 8.000 orang. Wihara akan penuh sesak oleh warga Tionghoa yang ingin sembahyang dan memajatkan doa. Tidak hanya orang China di Bandar Lampung, ada juga yang datang dari kabupaten.

?Pengunjung padat selama satu hari penuh saat tahun baru Imlek. Ada yang memanjatkan doa dan ingin meminta petunjuk tentang ekonomi, kesehatan, hingga urusan percintaan,? kata Wirya.

Suasana Imlek memang terasa di Wihara Thai Hin Bio ini. Imek pada 2013 ini adalah tahun baru ular air yang dipercaya memiliki kekuatan dan pengaruh tersendiri bagi perkembangan ekonomi, sosial, dan politik.

Menurut Wirya, orang Tionghoa berharap ada petunjuk pada tahun baru Imlek sebagai awalan untuk menjalani tahun baru ular. Orang Tionghoa yang datang pun akan membaca kayu nasib setelah berdoa di wihara. Kayu nasib itu diyakini sebagai salah satu petunjuk untuk menjali kehidupan di tahun yang baru. ?Ada yang percaya dan ada juga yang tidak dengan apa yang tertulis pada kayu nasib. Semunya diserahkan pada masing-masing orang,? kata dia.

Selain di wihara, kemeriahan Imlek juga akan terasa di kelenteng di Jalan Ikan Bawal, Telukbetung Selatan, yang juga sebagai tempat sembahyang untuk menghormati para leluhur ini. Kelenteng yang dikelola Yayasan Meta Sarana ini menjadi tempat untuk menyemayamkan jenazah sebagai penghormatan terakhir sebelum dimakamkan.

Pengurus Yayasan Meta Sarana, Alesius Bunawan, mengungkapkan orang Tionghoa memiliki kepercayaan yang kuat terhadap leluhur. Selain agama yang mereka anut, orang China begitu menyakini untuk perlu menghormati para leluhur.

Dengan baik dan menghormati para leluhur, akan mendapatkan berkah juga. "Datang ke kelenteng dan berdoa untuk para leluhur juga menjadi bagian pada perayaan Imlek," kata dia.

Perayaan Imlek di Yayasan Meta Sarana memang tidak semeriah di wihara-wihara. Yang ada hanya perayaan sederhana dengan membakar lilin kecil dan menggantung lampion-lampion merah sebagai simbol tahun baru Imlek. Sama sekali tanpa penampilan barongsai.

Orang datang dengan membawa aneka kue dan makanan, kemudian langsung sembahyang untuk para leluhur.

Imlek sebagai tahun baru dan hari raya orang Tionghoa merupakan momen spesial untuk berkumpul bersama keluarga dan orang terdekat. Mereka pun akan saling mengunjungi ke keluarga yang lebih tua. (PADLI RAMDAN/M-1)

Sumber: Lampung Post, 3 Maret 2013 

No comments:

Post a Comment