February 23, 2009

Budaya: Disbudpar Lestarikan Sastra Lisan

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Lampung terus melakukan pelestarain sastra dan budaya Lampung. Pelestarian sastra dikhususkan pada sastra lisan.

Kepala Bidang Kebudayaan dan Kesenian Disbudpar Suwandi, saat dihubungi via telepon, Jumat (20-2), mengatakan Disbudpar Provinsi Lampung telah bekerja sama dengan Radio Republik Indonesia (RRI) untuk mengadakan siaran sastra lisan.

Selain itu, Disbudpar juga akan mendata ahli-ahli sastra lisan di setiap kabupaten. Bentuk sastra lisan di setiap kabupaten di Lampung kadang berbeda satu sama lain. "Pasti ada ahli sastra lisan di setiap kabupaten, tapi terkadang jarang muncul sehingga tidak diketahui orang lain," kata Suwandi.

Provinsi Lampung, kata Suwandi, akan menjadi tuan rumah lomba sastra lisan tahun 2010. Selain itu ada beberapa kegiatan yang bisa mendukung pelestarian satra dan budaya Lampung, seperti seminar budaya, pertemuan penghayat kepercayaan, dan seminar arkelogi. Penghayat atau penganut kepercayaan sudah masuk dalam ranah budaya sehingga ada nilai-nilai positif yang akan dilestarikan.

Menurut Suwandi, pelestarian sastra Lampung dalam penerbitan buku akan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan (Disdik). Penerbitan buku-buku sekolah untuk mata pelajaran muatan lokal bahasa Lampung menjadi wewenang Disdik. Namun, Disbudpar tetap mempunyai program menerbitkan media berbahasa Lampung, misalnya booklet, leaflet, dan buku. Disbudpar telah bekerja sama dengan sebuah lembaga untuk menerbitkan kamus bahasa Lampung-Indonesia. Namun, hingga kini kamus itu belum dicetak.

Mengenai pelestarian budaya, lanjut Suwandi, Provinsi Lampung telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) No.6 Tahun 2008 tentang Pelestarian Budaya. Dalam perda tersebut, setiap hari masyarakat harus menggunakan bahasa Lampung, setiap kegiatan harus menggunakan pakaian khas Lampung, dan pembuatan bangunan khas Lampung di setiap bangunan yang didirikan.

Bangunan pemerintah dan swasta harus mencirikan budaya Lampung. "Misalnya dengan pembuatan siger di atas bangunan yang didirkan. Masyarakat Bali pun selalu memberi simbol budaya pada bangunan yang dibuat," kata Suwandi.

Suwandi menambahkan, perda tersebut hanya sebatas himbauan tidak memuat sanksi. Sanksi hanya dikenakan bagi oknum yang melakukan perusakan terhadap barang peninggalan budaya. Agar perda tersebut efektif, Pemerintah Propinsi akan menyosialisasikan terlebih dahulu. Sosialisasi penting agar masyarakat tidak kaget dan menolak penerapan perda. Hasil sosialisasi akan menjadi bahan dalam pembuatan peraturn gubernurnya. Pemprop ingin agar budaya Lampung menjadi tuan rumah din negeri sendiri.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Lampung Jhonson Napitupulu, saat ditanya mengenai program pelestarian budaya di sekolah, menjelaskan bahwa pelestarian budaya masuk kewenangan Disbudpar. Penerbitan buku berbahasa Lampung serta buku muatan lokal di sekolah juga masuk wilayah kerja Disbudpar. PADLI RAMDAN/K-2

Sumber: Lampung Post, Senin, 23 Februari 2009

No comments:

Post a Comment