March 29, 2009

Antologi Puisi: Jimmy Mencari Makna dari Hal-Hal Sederhana

BERANGKAT dari tema-tema yang sederhana dan remeh, puisi Jimmy Maruli Alfian mengajak kita menjalani hidup dengan penuh makna. Dari kesederhanaan itulah, manusia modern kini bisa memandang diri dan lingkungannya dengan jernih.

Jimmy Maruli Alfian

"Sajak Jimmy kerap mengangkat tema yang sederhana dan remeh," kata penyair Lampung Iswadi Pratama saat menjadi pembahas dalam bedah buku puisi, Puan Kecubung karya Jimmy Maruli Alfian di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Lampung, Jumat (27-3).

Iswadi melihat sajak-sajak Jimmy ingin menyampaikan bahwa manusia terkadang menjalani hidup tanpa pemaknaan. Manusia-manusia modern perlu mencari alasan mengapa kehidupan ini layak dijalani dan dilakoni. "Kesederhanaan dan keremehan itu bisa menjadi alasan untuk tetap menjalani kehidupan," kata Iswadi.

Buku Antologi Puan Kecubung karya Jimmy berisi 49 sajak yang dibuat dalam kurun 2000--2007. Bedah buku yang dimoderatori Didi Pramudya itu dihadiri penyair, seniman, dan pengamat sastra di Lampung, seperti Isbedy Stiawan Z.S., Inggit Putria Marga, Zen Hae, Ari Pahala Hutabarat, Edy Samudra, Udo Z. Karzi, Budi P. Hatees, Asarpin, Lupita Lukman, dan Arman A.Z. Beberapa penyair turut membacakan sajak-sajak karya Jimmy, yang kini bekerja sebagai hakim di Lampung.

LAUNCHING. Jimmy Maruli Alfian (kanan) meluncurkan Buku Puisi Puan Kecubung di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Unila, Jumat (28/3). Penyair Iswadi Pratama (kiri) bertindak sebagai pembahas dengan moderator Didi Pramudya Muchtar (tengah).

Asarpin menilai melalui Puan Kecubung, Jimmy mencoba menghidupkan kembali puisi sebagai kisah-kisah seperti yang banyak dipakai pujangga lama. Sajak Jimmy, kata Asarpin, tidak terjebak pada prosa lirik dan tidak menghiraukan bunyi. Beberapa di antaranya berbentuk seperti naskah drama. Puisi ditampilkan dalam bentuk-bentuk dialog yang tidak kaku. "Hampir semua sajak Jimmy mengajak para pembaca untuk bercengkerama. Seolah-olah mengajak pembaca untuk mengobrol," kata Asarpin.

Sementara itu, Jimmy menuturkan sajaknya yang berupa dialog dan seperti naskah drama dipengaruhi pengalamannnya berteater. Sebelum menggeluti puisi, Jimmy lebih dahulu bergiat di teater. Waktu itu dia aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni Unila. "Proses kreatif di teater sangat memengaruhi saya dalam membuat sajak," kata lelaki kelahiran Telukbetung, 3 Maret 1980 ini.

Ia menjelaskan beberapa sajak dalam antologi Puan Kecubung menggambarkan kegelisahannya dalam mencari bekas-bekas peninggalan sejarah di Lampung yang amat sulit ditelusuri. Peninggalan sejarah di Lampung, ujarnya, belum cukup membuktikan adanya jejak peradaban di masa silam.

Jimmy mencontohkan Kerajaan Tulangbawang yang diyakini ada, tetapi belum ditunjang dengan bukti-bukti sejarah. "Misalnya adanya kepercayaan Gajah Mada pernah datang ke Lampung. Tapi tidak ada bukti-bukti sejarah yang menunjukkan jejaknya. Sejarah Lampung didasarkan pada dugaan-dugaan saja," kata Jimmy.

Kekurangan bukti sejarah di Lampung, kata Jimmy, juga menjadi angle dalam proses penciptaan puisi Dayang Rindu. Jimmy pernah aktif di UKMBS Unila dan Komunitas Berkat Yakin (Kober). Ia pernah mendapat beberapa penghargaan dan anugerah puisi dari Forum Lingkar Pena Lampung, Dewan Kesenian Lampung, Dewan Kesenian Bengkalis, nomine anugerah kebudayaan dari Dirjen Nilai Budaya, Seni, dan Film Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, serta anugerah Pena Kencana kategori puisi. n PADLI RAMDAN/U-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 29 Maret 2009

No comments:

Post a Comment