March 12, 2009

[Ekspresi] Hamidah: Berteater itu seperti Daun yang Jatuh dari Pohon

Oleh Ricky P. Marly

KECINTAANNYA pada teater membuat Hamidah bisa berkeliling dunia untuk bisa menjadi teateris yang handal.

"Waktuku lebih dominan di teater dan magnet di kuliah tidak terlalu. Di teater aku menyerap banyak hal, berproses dan masih diproses di teater," mantapnya Hamidah dalam menggeluti dunia teater. Hamidah yang akrab dipanggil Ida mengaku orang tuanya kurang mendukung dia menjadi seorang teater. Orang tua Ida mengingatkan agar Ida kuliah yang benar, tidak main-main. Tetapi melihat keseriusan Ida mendalami teater, akhirnya orang tuanya pun bisa menerima dan mendukung Ida menjadi seorang teater sampai sekarang. ini.

Kecintaan mahasiswi jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) angkatan 2003 ini terhadap teater diawali saat ia kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 1999. Ketika itu Ida menyaksikan pementasan teater yang berjudul "Orang-orang Barunta" oleh Teater Satu Lampung dan Teater Potlot yang disutradarai oleh Iswadi Pratama (Tokoh Seni Lampung dan pendiri Teater Satu Lampung) di Taman Budaya Bandar Lampung. Saat menyaksikan pertunjukan itu, Ida sangat terkesan. Sehingga ketika masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 2000, Ida mencari SMA yang ada kegiatan ekstrakulikuler di bidang seni. Akhirnya, Ida menemukannya di SMA 9 Bandar Lampung yang bernama Kolastra (Kelompok Studi Sastra).

Ketika itu Kolastra vakum dari kegiatan apa pun, tapi dengan kecintaannya pada teater, Ida bersama dua teman SMA-nya, yaitu Dina Oktaviani dan Rutmarini, mau tidak mau harus menghidupkan kembali Kolastra sampai sekarang. Pada tahun yang sama, Teater Satu Lampung datang mengundang Kolastra dan kelompok-kelompok teater di Lampung untuk mengikuti Liga Teater Lampung di Taman Budaya Lampung. Sehingga membuat Ida tambah semangat untuk mendalami dunia teater. Setelah itu Ida pun masuk Teater Satu Lampung.

Di Teater Satu Lampung, monolog Ida yang berjudul "Perempuan di Titik Nol" karya Nawaal el-Saadawi yang dipentaskan di Teater Salihara Jakarta, yang bekerjasama dengan desaign grafis dari Teater Salihara Jakarta untuk menampilkan slide-slide dari monolog tersebut, pada pertengahan bulan Desember tahun lalu pernah dimuat di Majalah Tempo edisi 15-21 Desember 2008.

Tahun 2007, monolog ini juga ditampilkan Ida di Kuala Lumpur Malaysia dan petikannya (sebagian) pada acara Youth Playwright di Townsville Australia. Selain itu, Ida bersama sutradara Iswadi Pratama masuk sebagai tokoh seni akhir tahun 2008 yang dimuat Majalah Tempo edisi 29 Desember 2008-04 Januari 2009 dengan monolog yang sama pula, dengan judul "Seribu Ekspresi Hamidah" yang menampilkan foto-foto raut dan bentuk wajah Ida dan suasana latihan Ida yang mengenakan kerudung merah dengan sutradara Iswadi, terang dara berjilbab yang berumur 24 tahun ini.

Pada tahun 2010 mendatang, bersama Teater Satu Lampung Ida akan mentas di berbagai kota di Indonesia, seperti Solo, Tasikmalaya, Indramayu, Bandung, Yogyakarta, Makassar, dan Padang. Selain di Indonesia, Ida bersama Teater Satu Lampung juga akan mentas di Jerman, Austria, Hungaria, Swedia, dan Belanda. Khusus di Jerman, mereka akan berkolaborasi dengan kelompok teater di sana, dengan mengalihbahasa dari bahasa Indonesia ke bahasa Jerman yang disutradarai oleh orang Hungaria.

"Sangat tidak mudah untuk berteater, tetapi di balik kesulitan itu ada dampak yang kita rasakan. Tuhan tidak pernah luput untuk membalas apa yang kita lakukan, baik atau buruk balasannya. Bahkan bayarannya enggak di duga-duga," jelas Ida yang lahir di Tanjungkarang, 06 Oktober 1984 ini.

Ida yang sudah berproses di dunia teater selama delapan tahun ini berpesan pada teman-teman yang ingin bergelut di dunia teater, bahwa kita harus seperti daun yang jatuh dari pohon, kejadian itu tidak akan sia-sia. Sebelum daun jatuh dari pohon, daun itu sudah memberikan sebagian nutrisinya kepada daun yang lebih muda, setelah itu daun kering, dan jatuh ke tanah, diurai oleh bakteri pengurai yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Seperti itu juga kita menggeluti dunia teater, ketika kita sudah mengenal teater dan ikhlas di dalamnya dan kita sudah jatuh ke dunia teater, maka kita akan merasakan manfaatnya.

Sumber: TeknokraUnila.com, Selasa, 24 Pebruari 2009

No comments:

Post a Comment