May 31, 2010

Sastra: Asarpin Menerima Rancage 2010

YOGYAKARTA (Ant/Lampost): Sastrawan Lampung Asarpin Aslami menerima Hadiah Sastra Rancage 2010 untuk kumpulan cerpennya Cerita-Cerita jak Bandar Negeri Semuong (BE Press, 2009). Penghargaan Rancage ini adalah yang kedua bagi sastra Lampung setelah Mak Dawah Mak Dibingi karya Udo Z. Karzi tahun 2008.

Penyerahan hadiah Sastra Rancage 2010 dilakukan oleh Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Rochmat Wahab, Ketua Pembina Yayasan Sastra Rancage Ajip Rosidi, Ketua Pelaksana Erry Riyana Hardjapamekas, dan Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, di Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta, Sabtu (29-5).

Tujuh pengarang dan penggerak sastra Sunda, Jawa, Bali, dan Lampung menerima Penghargaan Rancage 2010 karena dianggap telah berjasa bagi pengembangan bahasa dan sastra daerah.

"Tujuh orang itu masing-masing menerima piagam penghargaan dan uang Rp5 juta dari Yayasan Kebudayaan Rancage," kata Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage Erry Riyana Harjapamekas.

Menurut dia, di sela pemberian Penghargaan Rancage 2010, penerima penghargaan karya sastra Sunda adalah Usep Romli H.M. dengan karya sastra Sanggeus Umur Tunggang Gunung dan jasa adalah Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Mingguan Bahasa Sunda Mangle, Karno Kartadibrata.

Penerima penghargaan kategori sastra Jawa adalah Sumono Sandi Asmoro dengan karya sastra Layang Panantang dan Ketua Paguyuban Pengarang Sastra Jawa, Surabaya Bonari Nabobenar. Penghargaan kategori sastra Bali diterima oleh Agung Wiyat S. Ardi dengan karya Leak Pamoroan dan penggerak sastra I Wayan Sadha.

Ia mengatakan Penghargaan Rancage adalah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa bagi pengembangan bahasa dan sastra daerah. Penghargaan itu diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage.

"Pada awalnya (1989-1993), hadiah sastra itu hanya mencakup sastra Sunda, kemudian juga diberikan kepada sastra Jawa sejak 1994, sastra Bali (1998), dan sastra Lampung (2008)," kata dia.

Pada 1990, Penghargaan Rancage dibagi menjadi dua, yakni untuk karya yang terbit berupa buku dan untuk jasa bagi mereka (perorangan atau lembaga) yang berjasa dalam pengembangan bahasa dan sastra daerah.

Menurut dia, sejak 1993 penghargaan itu juga dilengkapi dengan Penghargaan Samsudi, yakni penghargaan khusus untuk penulis buku bacaan anak berbahasa Sunda.

"Namun, Penghargaan Samsudi untuk karya sastra anak terbaik tahun ini tanpa penerima, karena tidak ada karya sastra bertema anak-anak yang dianggap layak menerima," ujarnya. (S-1)

Sumber: Lampung Post, Senin, 31 Mei 2010

No comments:

Post a Comment