KESADARAN akan seni tradisi Lampung mulai ditumbuhkan kepada generasi muda. Ini harus mendapat dukungan kontinu, bukan sekadar menjelang event lomba.
Belasan pelajar SMPN 22 Bandar Lampung berlatih memainkan musik tradisional Lampung. Suara dari gamolan, talo balak, dan gambus lunik berpadu mengiringi tari. Di bagian lain ada siswa yang berpantun bahasa Lampung sebagai bagian dari pengiring tari.
Sastra lisan yang dibawakan pelajar itu menerangkan tentang tari gamolan. Musik, tari, dan sastra lisan menyatu menjadi kolaborasi yang indah dan menghanyutkan. Latihan tersebut adalah bagian dari kegiatan ekstrakurikuler seni SMPN 22.
Di sekolah yang terletak di Jalan Z.A. Pagaralam ini, siswa diajarkan tentang seni tradisi Lampung, mulai dari musik, tari, dan sastra lisan. Berbagai penghargaan tingkat kota dan provinsi sudah menjadi langganan para pelajar. Bahkan pada 2010, seni tradisi yang ditampilkan masuk 10 besar Pekan Lomba Siswa Nasional.
Nurdin Darsan, pembina ekstrakurikuler seni SMPN 22 Bandar Lampung, mengatakan sekolah mengembangkan kegiatan seni tradisi Lampung. Pelajar diajak untuk berlatih kesenian Lampung, seperti musik, tari, dan sastra lisan.
Saat ini ada sebanyak 180-an siswa yang rutin berlatih seni tradisi Lampung. Bahkan ada pelajar yang bisa memainkan banyak alat musik tradisi sekaligus pandai melantunkan sastra lisan Lampung.
Muhamad Rega Kurnia, misalnya, siswa kelas IX SMPN 22 Bandar Lampung ini bisa memainkan lebih dari dua alat musik tradisional Lampung. Bahkan dia pun bisa wumaya (sastra lisan).
Pada berbagai kegiatan kesenian sekolah, Rega kerap berpantun untuk mengiringi tari dan musik. Dia sama sekali tidak canggung melafalkan cengkok Lampung, meskipun bukan suku Lampung. Orang tua Rega berasal dari Jawa, tapi dia lahir dan besar di Lampung. Lidahnya pun sudah menyesuaikan dengan logat Lampung sehingga sudah seperti orang asli Lampung yang berpantun.
Menurutnya, belajar kesenian tradisional Lampung lebih menarik ketimbang musik modern. Bunyi yang dihasilkan oleh alat musik asli Lampung lebih hidup dan berseni dibandingkan alunan musik modern.
Rega pun menguasai alat musik modern, seperti drum, gitar, dan keyboard. Namun, alat musik seperti gamolan lebih menarik minatnya dalam berkesenian. Dia pun kini menekuni seni tradisi Lampung.
Minat pelajar terhadap seni tradisi Lampung sudah mulai tumbuh. Hal itu pun diakui Nurdin. Siswa di sekolah lebih memilih ekskul kesenian tradisi Lampung dibandingkan dengan kegiatan di bidang lain, seperti olahraga.
Seniman tradisi Lampung, Humaidi Abbas, pun sependapat bahwa keinginan generasi muda untuk belajar kesenian Lampung sudah tumbuh. Mulai dari musik hingga ke sastra lisan. Ini membawa angin segar seiring dengan makin berkurangnya para seniman tradisi.
?Orang-orang yang punya kemampuan dalam seni tradisi Lampung sudah banyak yang meninggal. Sudah saatnya pelaku yang masih hidup untuk menularkan ilmunya kepada generasi yang lebih muda,? kata dia.
Kini, pria yang juga menjadi pegawai negeri di Taman Budaya Lampung ini sudah mulai mengader remaja, Pipit, yang bisa memainkan gambus lunik sekaligus sastra lisan. Pada beberapa kali acara yang membutuhkan penutur wawancan dan sastra lisan lainnya, remaja itulah yang diajukan Humaidi. ?Saya ingin dia lebih maju dan mulai dikenal. Sudah saatnya regenerasi,? kata dia.
Untuk menjadi penutur wawancan, bubandung, muwaya, dan sastra lisan yang lain, perlu belajar cengkok yang khas lidah Lampung. Humaidi mencontohkan lafal L orang Lampung sangat tebal sehingga terdengar khas. ?Anak yang dia didik, cengkoknya seperti orang Lampung asli meskipun sudah tinggal lama di kota,? kata dia.
Ketertarikan pelajar dan anak muda di kota untuk mendalami seni tradisi Lampung memang sangat membanggakan. Beberapa kali lomba dan pelatihan yang dilangsungkan di Taman Budaya selalu bisa menyedot banyak peminat.
Menurutnya, ketertarikan pelajar untuk berlatih sastra lisan dan musik tradisi Lampung bisa menjadi pintu masuk untuk mengembangkan kesenian di Bumi Ruwa Jurai. Sudah saatnya seni di Lampung dikenal luas. Selama ini hanya kesenian di Jawa saja yang sudah lebih banyak dikenal.
Nurdin mengatakan sejak 2000 hingga 2007, banyak pelatihan seni tradisi yang diberikan kepada guru. Selain itu, lomba seni tradisi pun digelar tiap tahun. Namun, setelah 2007, sudah jarang lagi diadakan pelatihan dan lomba. Padahal guru perlu dilatih suapaya bisa mengajarkan seni tradisi di sekolah.
Selain SMPN 22 Bandar Lampung, beberapa sekolah lain di Bandar Lampung pun sudah mulai membentuk ekskul seni tradisi, seperti SMPN 14 Bandar Lampung dan SMAN 2 Bandar Lampung.
Beberapa seniman lain pun mengajarkan seni tradisi Lampung di sanggar masing-masing. Humaidi juga mengajarkan sastra lisan dan gambus lunik dalam sanggar di daerah Kedondong. Seniman lain, Gusti Nyoman Arsana, lewat Sanggar Kertibuana juga mengajarkan seni tradisi Lampung. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 25 November 2012
Belasan pelajar SMPN 22 Bandar Lampung berlatih memainkan musik tradisional Lampung. Suara dari gamolan, talo balak, dan gambus lunik berpadu mengiringi tari. Di bagian lain ada siswa yang berpantun bahasa Lampung sebagai bagian dari pengiring tari.
Sastra lisan yang dibawakan pelajar itu menerangkan tentang tari gamolan. Musik, tari, dan sastra lisan menyatu menjadi kolaborasi yang indah dan menghanyutkan. Latihan tersebut adalah bagian dari kegiatan ekstrakurikuler seni SMPN 22.
Di sekolah yang terletak di Jalan Z.A. Pagaralam ini, siswa diajarkan tentang seni tradisi Lampung, mulai dari musik, tari, dan sastra lisan. Berbagai penghargaan tingkat kota dan provinsi sudah menjadi langganan para pelajar. Bahkan pada 2010, seni tradisi yang ditampilkan masuk 10 besar Pekan Lomba Siswa Nasional.
Nurdin Darsan, pembina ekstrakurikuler seni SMPN 22 Bandar Lampung, mengatakan sekolah mengembangkan kegiatan seni tradisi Lampung. Pelajar diajak untuk berlatih kesenian Lampung, seperti musik, tari, dan sastra lisan.
Saat ini ada sebanyak 180-an siswa yang rutin berlatih seni tradisi Lampung. Bahkan ada pelajar yang bisa memainkan banyak alat musik tradisi sekaligus pandai melantunkan sastra lisan Lampung.
Muhamad Rega Kurnia, misalnya, siswa kelas IX SMPN 22 Bandar Lampung ini bisa memainkan lebih dari dua alat musik tradisional Lampung. Bahkan dia pun bisa wumaya (sastra lisan).
Pada berbagai kegiatan kesenian sekolah, Rega kerap berpantun untuk mengiringi tari dan musik. Dia sama sekali tidak canggung melafalkan cengkok Lampung, meskipun bukan suku Lampung. Orang tua Rega berasal dari Jawa, tapi dia lahir dan besar di Lampung. Lidahnya pun sudah menyesuaikan dengan logat Lampung sehingga sudah seperti orang asli Lampung yang berpantun.
Menurutnya, belajar kesenian tradisional Lampung lebih menarik ketimbang musik modern. Bunyi yang dihasilkan oleh alat musik asli Lampung lebih hidup dan berseni dibandingkan alunan musik modern.
Rega pun menguasai alat musik modern, seperti drum, gitar, dan keyboard. Namun, alat musik seperti gamolan lebih menarik minatnya dalam berkesenian. Dia pun kini menekuni seni tradisi Lampung.
Minat pelajar terhadap seni tradisi Lampung sudah mulai tumbuh. Hal itu pun diakui Nurdin. Siswa di sekolah lebih memilih ekskul kesenian tradisi Lampung dibandingkan dengan kegiatan di bidang lain, seperti olahraga.
Seniman tradisi Lampung, Humaidi Abbas, pun sependapat bahwa keinginan generasi muda untuk belajar kesenian Lampung sudah tumbuh. Mulai dari musik hingga ke sastra lisan. Ini membawa angin segar seiring dengan makin berkurangnya para seniman tradisi.
?Orang-orang yang punya kemampuan dalam seni tradisi Lampung sudah banyak yang meninggal. Sudah saatnya pelaku yang masih hidup untuk menularkan ilmunya kepada generasi yang lebih muda,? kata dia.
Kini, pria yang juga menjadi pegawai negeri di Taman Budaya Lampung ini sudah mulai mengader remaja, Pipit, yang bisa memainkan gambus lunik sekaligus sastra lisan. Pada beberapa kali acara yang membutuhkan penutur wawancan dan sastra lisan lainnya, remaja itulah yang diajukan Humaidi. ?Saya ingin dia lebih maju dan mulai dikenal. Sudah saatnya regenerasi,? kata dia.
Untuk menjadi penutur wawancan, bubandung, muwaya, dan sastra lisan yang lain, perlu belajar cengkok yang khas lidah Lampung. Humaidi mencontohkan lafal L orang Lampung sangat tebal sehingga terdengar khas. ?Anak yang dia didik, cengkoknya seperti orang Lampung asli meskipun sudah tinggal lama di kota,? kata dia.
Ketertarikan pelajar dan anak muda di kota untuk mendalami seni tradisi Lampung memang sangat membanggakan. Beberapa kali lomba dan pelatihan yang dilangsungkan di Taman Budaya selalu bisa menyedot banyak peminat.
Menurutnya, ketertarikan pelajar untuk berlatih sastra lisan dan musik tradisi Lampung bisa menjadi pintu masuk untuk mengembangkan kesenian di Bumi Ruwa Jurai. Sudah saatnya seni di Lampung dikenal luas. Selama ini hanya kesenian di Jawa saja yang sudah lebih banyak dikenal.
Nurdin mengatakan sejak 2000 hingga 2007, banyak pelatihan seni tradisi yang diberikan kepada guru. Selain itu, lomba seni tradisi pun digelar tiap tahun. Namun, setelah 2007, sudah jarang lagi diadakan pelatihan dan lomba. Padahal guru perlu dilatih suapaya bisa mengajarkan seni tradisi di sekolah.
Selain SMPN 22 Bandar Lampung, beberapa sekolah lain di Bandar Lampung pun sudah mulai membentuk ekskul seni tradisi, seperti SMPN 14 Bandar Lampung dan SMAN 2 Bandar Lampung.
Beberapa seniman lain pun mengajarkan seni tradisi Lampung di sanggar masing-masing. Humaidi juga mengajarkan sastra lisan dan gambus lunik dalam sanggar di daerah Kedondong. Seniman lain, Gusti Nyoman Arsana, lewat Sanggar Kertibuana juga mengajarkan seni tradisi Lampung. (PADLI RAMDAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 25 November 2012
No comments:
Post a Comment