BANDAR LAMPUNG (Lampost): Indonesia bertekad menjadi bangsa modern. Dikatakan sebagai bangsa modern bila penduduknya literate, yaitu gemar membaca dan menulis.
"Modern tidaknya bangsa bergantung dengan penduduknya yang literate. Karena itu bila ingin menjadi bangsa modern, pemerintah harus membudayakan membaca pada masyarakat," kata sastrawan Indonesia, Agus R. Sarjono, saat memberikan Kuliah Kesusastraan Bandingan XVI Majelis Sastra Asia Tenggara di Auditorium Perpustakaan Universitas Lampung, Senin (5-11).
Selain Agus, hadir pula pembicara dari Malaysia, yaitu Prof. Sohaimi Abdul Aziz. Kegiatan ini diikuti mahasiswa, dosen, dan sastrawan.
Agus menilai masyarakat Indonesia masih tribal belum menjadikan kegiatan membaca sebagai kebutuhan. "Pembantu rumah tangga, koki restoran sampai pedagang mengerjakan profesinya masing-masing, persamaan di antara mereka adalah sama-sama membutuhkan makan. Seharusnya membaca juga dipandang sama halnya dengan makan yang merupakan kebutuhan pokok manusia," ujar Agus.
Untuk memajukan bangsa, solusi yang ditawarkan Agus adalah diperbanyak jumlah perpustakaan, baik di kota sampai pelosok desa. Perpustakaan harus diisi dengan beragam buku menarik untuk memancing minat baca masyarakat.
Sastrawan itu menjelaskan ada beberapa negara Islam yang tadinya maju, kini hancur dan sulit untuk bangkit kembali karena perpustakaan di negara tersebut dibakar. Sebaliknya, jika ingin menghancurkan negara-negara maju, seperti Amerika dan Inggris, hancurkan perpustakaannya dan larang penduduknya untuk membaca. Maka, pada sepuluh tahun kemudian negara itu bisa hancur.
"Pada dasarnya setiap orang suka membaca," kata dia. Untuk menjadi bangsa yang maju, Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan lisan, tapi juga tulisan.
Ia menilai sastra di Indonesia masih lebih unggul dibanding sastra di Malaysia, tapi sastrawan Indonesia mendapatkan perhatian paling kecil dari pemerintah ketimbang negara lain. Agus menyebutkan sastrawan Indonesia telah menghasilkan ratusan ribu karya sastra, salah satu yang terbanyak adalah puisi.
Menurut dia, Lampung sangat kondusif untuk perkembangan sastra, terlihat dari banyaknya sastrawan yang lahir dari Lampung, seperi Ari Pahala dan Isbedy Stiawan. "Lampung punya iklim yang bagus untuk tumbuhnya kesusastraan," kata dosen Universitas Muhammad Fuad.
Sai Bumi Ruwa Jurai memiliki budaya yang kuat, yang bisa mendorong kemajuan sastra di Lampung.
Ia mencontohkan tema yang sering dipakai oleh sastrawan dalam membuat karya adalah cinta. Dalam sastra perbandingan, cinta yang menjadi tema pada karya dulu dan kini bisa dikaji karena pasti memiliki intepretasi yang berbeda, demikian juga cinta di Indonesia dengan negara lain.
Acara tersebut digelar oleh Majelis Sastra Asia Tenggara yang beranggotakan Malaysia, Indonesia, Brunei Darusalam, dan Singapura.
Kegiatan berlangsung selama 10 hari yang diselenggarakan di empat negara, yakni Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Pertemuan membahas berbagai karya sastra, sastra bandingan, yakni kajian mengenai gejala sastra, dalam mata kuliah biasanya dilakukan perbandingan karya sastra di suatu negara dengan negara lain. Sastra perbandingan dilakukan untuk melengkapi dan menambah wawasan sastrawan serta masyarakat yang peduli terhadap perkembangan sastra. (MG4/S-1)
Sumber: Lampung Post, Selasa, 6 November 2012
"Modern tidaknya bangsa bergantung dengan penduduknya yang literate. Karena itu bila ingin menjadi bangsa modern, pemerintah harus membudayakan membaca pada masyarakat," kata sastrawan Indonesia, Agus R. Sarjono, saat memberikan Kuliah Kesusastraan Bandingan XVI Majelis Sastra Asia Tenggara di Auditorium Perpustakaan Universitas Lampung, Senin (5-11).
Selain Agus, hadir pula pembicara dari Malaysia, yaitu Prof. Sohaimi Abdul Aziz. Kegiatan ini diikuti mahasiswa, dosen, dan sastrawan.
Agus menilai masyarakat Indonesia masih tribal belum menjadikan kegiatan membaca sebagai kebutuhan. "Pembantu rumah tangga, koki restoran sampai pedagang mengerjakan profesinya masing-masing, persamaan di antara mereka adalah sama-sama membutuhkan makan. Seharusnya membaca juga dipandang sama halnya dengan makan yang merupakan kebutuhan pokok manusia," ujar Agus.
Untuk memajukan bangsa, solusi yang ditawarkan Agus adalah diperbanyak jumlah perpustakaan, baik di kota sampai pelosok desa. Perpustakaan harus diisi dengan beragam buku menarik untuk memancing minat baca masyarakat.
Sastrawan itu menjelaskan ada beberapa negara Islam yang tadinya maju, kini hancur dan sulit untuk bangkit kembali karena perpustakaan di negara tersebut dibakar. Sebaliknya, jika ingin menghancurkan negara-negara maju, seperti Amerika dan Inggris, hancurkan perpustakaannya dan larang penduduknya untuk membaca. Maka, pada sepuluh tahun kemudian negara itu bisa hancur.
"Pada dasarnya setiap orang suka membaca," kata dia. Untuk menjadi bangsa yang maju, Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan lisan, tapi juga tulisan.
Ia menilai sastra di Indonesia masih lebih unggul dibanding sastra di Malaysia, tapi sastrawan Indonesia mendapatkan perhatian paling kecil dari pemerintah ketimbang negara lain. Agus menyebutkan sastrawan Indonesia telah menghasilkan ratusan ribu karya sastra, salah satu yang terbanyak adalah puisi.
Menurut dia, Lampung sangat kondusif untuk perkembangan sastra, terlihat dari banyaknya sastrawan yang lahir dari Lampung, seperi Ari Pahala dan Isbedy Stiawan. "Lampung punya iklim yang bagus untuk tumbuhnya kesusastraan," kata dosen Universitas Muhammad Fuad.
Sai Bumi Ruwa Jurai memiliki budaya yang kuat, yang bisa mendorong kemajuan sastra di Lampung.
Ia mencontohkan tema yang sering dipakai oleh sastrawan dalam membuat karya adalah cinta. Dalam sastra perbandingan, cinta yang menjadi tema pada karya dulu dan kini bisa dikaji karena pasti memiliki intepretasi yang berbeda, demikian juga cinta di Indonesia dengan negara lain.
Acara tersebut digelar oleh Majelis Sastra Asia Tenggara yang beranggotakan Malaysia, Indonesia, Brunei Darusalam, dan Singapura.
Kegiatan berlangsung selama 10 hari yang diselenggarakan di empat negara, yakni Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Pertemuan membahas berbagai karya sastra, sastra bandingan, yakni kajian mengenai gejala sastra, dalam mata kuliah biasanya dilakukan perbandingan karya sastra di suatu negara dengan negara lain. Sastra perbandingan dilakukan untuk melengkapi dan menambah wawasan sastrawan serta masyarakat yang peduli terhadap perkembangan sastra. (MG4/S-1)
Sumber: Lampung Post, Selasa, 6 November 2012
No comments:
Post a Comment