Bandar Lampung, Kompas - Selama 10 tahun terakhir, puisi Indonesia belum banyak berkembang. Puisi-puisi produk Indonesia terkini baru sebatas karya dengan tema yang jalan di tempat dan belum mampu mengomunikasikan kegelisahan masyarakat secara apik, jernih, dan gamblang.
Penyair Joko Pinurbo (tengah) didampingi Binhad Nurrohmat (kiri) dan Iswadi Pratama (kanan) menjawab pertanyaan peserta diskusi puisi yang menyertai peluncuran buku 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008, Rabu (30/4), di Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung. (KOMPAS/HELENA F NABABAN)
Demikian kesimpulan pada acara diskusi tentang puisi Indonesia yang menyertai peluncuran buku 100 Puisi Indonesia Terbaik 2008 yang diselenggarakan Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKMBS) Universitas Lampung, Rabu (30/4)
Penyair asal Lampung yang kini bermukim di Jakarta, Binhad Nurrohmat, dalam diskusi tersebut mengatakan, kemandekan atau stagnasi itu muncul lantaran banyak penyair Indonesia saat ini yang terlalu sibuk dengan estetika bunyi dalam puisi. Para penyair terlalu sibuk dan asyik mencari kata-kata indah untuk dipakai dalam puisi mereka.
”Hasilnya luar biasa,” kata Binhad. Dari pengamatan terhadap puluhan surat kabar di Indonesia, setiap tahun setidaknya bisa dihasilkan 1.000-an karya puisi. Dari sisi produktivitas, jumlah tersebut sangat luar biasa. Hanya, puisi-puisi itu tidak menunjukkan kemajuan tema.
Menurut Binhad, ketika satu penyair berkarya dengan tema tertentu, seperti tema erotisme, dan menarik perhatian publik, penyair lain akan mencoba membuat puisi yang sama. Jadi, bisa ditebak, penyair akan berputar-putar di seputar tema yang dianggap menarik itu.
Hal lainnya, ujar Binhad, ketika tema tidak berkembang, puisi-puisi Indonesia masa kini tidak memunculkan diksi atau kata baru. Padahal, bahasa bisa berkembang melalui karya sastra dari genre puisi itu sendiri.
Joko Pinurbo, salah satu penyair lain yang hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, mengatakan, kemandekan dalam hal diksi yang dimaksud Binhad seharusnya bisa diatasi apabila para penyair mau mengeksplorasi tema dari bidang lain.
Misalnya, sebelum berkarya seorang penyair membaca atau mengumpulkan pengetahuan dari bidang lain. Jadi, pengayakan kata atau diksi untuk mengungkapkan ekspresi bisa dilakukan. ”Sayangnya, harus kita akui penyair Indonesia cukup malas untuk menggali pengetahuan atau mengayak kata-kata dari bidang lain,” tuturnya.
Ari Pahala Hutabarat, penyair asal Lampung, mengatakan, hal yang paling memungkinkan terjadinya kemandekan tema puisi adalah ketidakmampuan para penyair mengomunikasikan berbagai realitas sosial. (HLN)
Sumber: Kompas, Sabtu, 3 Mei 2008
No comments:
Post a Comment