May 15, 2008

Lingkungan: Kerusakan Hutan Bakau Sulit Ditekan

Bandar Lampung, Kompas - Tingkat kerusakan hutan bakau di pesisir timur Lampung sulit ditekan. Rehabilitasi hutan bakau sulit dilakukan karena kesadaran masyarakat untuk menanami hutan bakau yang gundul dan memelihara kawasan rehabilitasi sangat rendah. Selain itu, dipengaruhi faktor alam.

Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Lampung, dari rehabilitasi 5.000 batang bakau di lahan seluas 5 hektar di Desa Sri Minosari, Labuhan Maringgai, Lampung Timur, pada tahun 2007, hanya 5 persen yang bertahan dan berkembang. ”Warga seolah tidak mau peduli terhadap bibit- bibit yang ditanam di kawasan bakau yang rusak,” ujar Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Lampung (Unila) KES Manik, Rabu (14/5).

Wilayah hutan bakau di pantai timur Lampung terbentang dari Way Mesuji di Kabupaten Tulang Bawang hingga wilayah antara Kuala Penet dengan Bakauheni di Lampung Selatan sepanjang 270 kilometer. Pada data dari Dinas Kehutanan Lampung disebutkan, seluas 7.000 hektar dari 18.000 hektar hutan bakau di pesisir timur Lampung rusak berat.

Bisnis udang

Kerusakan hutan bakau di pesisir timur Lampung sudah berlangsung sejak 1980. Saat itu, penduduk menebang bakau untuk dijadikan arang. ”Dengan kegiatan itu, kerusakan hutan bakau masih terkendali karena penduduk melakukan tebang pilih. Kerusakan itu mulai parah sejak 1985, tepatnya sejak bisnis udang mulai bangkit,” kata Manik.

Kepunahan hutan bakau semakin cepat karena bukan hanya penduduk lokal yang mengusahakan tambak, melainkan juga pemodal dari luar Lampung. Dengan demikian, kondisi kerusakan dan penyebab kerusakan hutan bakau di pantai timur Lampung itu dapat dikelompokkan berdasarkan wilayah geografis.

Di wilayah antara Way Mesuji (perbatasan dengan Sumatera Selatan) dan Way Tulang Bawang, hutan bakau di sekitar usaha pertambakan PT Dipasena Citra Darmaja atau sekarang bernama PT Aruna Wijaya Sakti rusak berat. Kerusakan tersebut terjadi sebagai dampak dari penjarahan lahan oleh masyarakat pada tahun 1998, dan dijadikan tambak udang.

Wilayah kedua, hutan bakau di pesisir timur Lampung terbentang antara Way Tulang Bawang dan Way Seputih di Kabupaten Tulang Bawang. Sekitar 85 persen hutan bakau sudah rusak karena digarap penduduk menjadi tambak-tambak udang tradisional. Sejak era reformasi, kerusakan makin parah seiring upaya penduduk menggarap kawasan hutan menjadi tambak udang sehingga fungsi hutan bakau menghilang.

Wilayah hutan ketiga terbentang antara Way Seputih dan Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Sama seperti di dua wilayah lainnya, wilayah hutan bakau di kawasan itu juga digarap penduduk menjadi tambak udang. Adapun di wilayah keempat, di antara Kuala Penet dan Bakauheni Lampung Selatan, sekitar 90 persen hutan bakau sudah hilang karena dijadikan tambak udang tradisional dan semi-intensif.

Di seluruh kawasan tersebut, lanjut Manik, hutan bakau sulit direhabilitasi karena masyarakat tidak peduli. Masyarakat masih sulit diajak bekerja sama merehabilitasi hutan bakau. (hln)

Sumber: Kompas, Kamis, 15 Mei 2008

No comments:

Post a Comment