October 24, 2011

Sejarah tentang Lampung Masih 'Gelap'

Bandarlampung -- Gubernur Lampung Sjachroedin ZP mengakui sejarah Lampung hingga saat ini masih "gelap" karena kurangnya temuan dan barang bukti yang mencatat kebesaran kesultanan Lampung di masa lalu.

"Hingga saat ini kita masih terus menggali dan melakukan penelitian, karena hingga saat ini belum ada kejelasan tentang asal muasal Lampung di luar legenda yang diceritakan dari mulut ke mulut," kata dia, di Bandarlampung, Senin.

Menurut dia, hingga saat ini penelitian dan pencarian artefak, fosil, atau barang peninggalan masa lalu yang menunjukkan budaya Lampung kala itu masih terus berlangsung, agar generasi mendatang dapat memperoleh gambaran tentang negeri mereka di masa lalu.

Dia menceritakan, dalam legenda yang beredar dari mulut ke mulut, Lampung merupakan kesultanan besar dengan wilayah kekuasaan luas, namun bukti yang mendukung cerita tersebut hingga saat ini sulit ditemukan.

Dia mencontohkan, kerajaan Tulangbawang yang diceritakan sebagai kerajaan besar, namun bukti yang mendukung berupa candi, dan peninggalan sejarah apapun belum ditemukan.

"Jadi kesultanan Lampung secara budaya hilang dan tidak berbekas," kata dia.

Beberapa penelitian yang baru ditemukan, Lampung sudah dikenal minimal sejak abad ketiga Masehi dan telah menjadi tempat berlangsungnya akulturasi budaya.

"Kemarin ada ilmuwan dari Australia yang menemukan gamelan dari Jawa di wilayah Lampung, yang diperkirakan berasal dari abad ketiga Masehi," kata Sjachroedin.

Menurut dia, gamelan yang ditemukan di sekitar Way Kanan dan Lampung Barat itu membuktikan bahwa akulturasi budaya telah terjadi di Lampung sejak lama, bahkan jauh sebelum Sriwijaya dan Majapahit berdiri.

"Tapi itu perlu penelitian lebih lanjut, paling tidak apa yang kita dapat memberikan sedikit titik cerah terkait sejarah Lampung dan kesultanannya," kata dia.

Terkait dengan ketiadaan kesultanan di Lampung, Sjachroedin mengatakan dirinya berinisiatif bersama tokoh adat setempat untuk membentuk majelis penyeimbang adat yang diberi nama Majelis Penyeimbang Adat Lampung (MPAL), agar terjadi komunikasi harmonis antar kedua suku besar yang ada di sana, Pepadun dan Sai Batin.

"Lampung merupakan wilayah dengan budaya yang kaya, karena terjadinya akulturasi budaya yang berlangsung beratus-ratus tahun," kata dia.

Sumber: Antara, Senin, 24 Oktober 2011

No comments:

Post a Comment