November 20, 2011

[Wawancara] Rahmad Darmawan: Saya Bangga Jadi Orang Lampung

PUBLIK Indonesia sedang tersihir oleh permainan Timnas Indonesia yang berlaga di SEA Games XXVI di Jakarta. Dengan dada berdegub, seluruh rakyat menantikan gol-gol yang tercipta.

Kamis malam (17-11), tim sepak bola Indonesia berjibaku meladeni permainan Malaysia pada babak penyisihan SEA Games XXVI di Jakarta. Saat susunan pemain dirilis, penonton di Gelora Bung Karno dan pemirsa televisi seluruh negeri menahan napas. Sebab, beberapa pemain kunci tidak diturunkan. Dan benar, babak pertama Indonesia kecolongan satu gol. Selain itu, permainan kita juga tidak berkembang.

Di kursi ofisial, Rahmad Darmawan terlihat tegang. Hingga akhir pertandingan, meskipun Timnas Indonesia mulai menunjukkan performa yang baik, timnas tidak mampu membalas kekalahan.

Mengapa kita "rela" kalah dari Malaysia yang notabene adalah musuh bebuyutan? Bagaimana strategi yang diterapkan pelatih kelahiran Tanggulangin, Punggur, Lampung Tengah, itu dalam laga ini? Berikut petikan wawancara khusus Sudarmono dari Lampung Post dengan Rahmad Darmawan melalui telepon di sela-sela persiapan menghadapi Vietnam, Jumat malam (18-11).

Saat ini Anda sedang menjadi sorotan 240 juta rakyat Indonesia dalam status sebagai arsitek timnas sepak bola SEA Games. Bagaimana perasaan Anda?

Jujur, saya merasa terhormat dengan posisi ini. Ini kesempatan pertama saya alami membawa peran negara dalam kancah kepelatihan saya. Sebelumnya, saya hanya membawa nama klub-klub.

Kalau ditanya soal beban, saya memaknainya sebagai tanggung jawab. Ini adalah kesempatan saya untuk melakukan yang terbaik yang saya miliki saat ini. Oleh karena itu, saya melaksanakan tugas ini dengan sepenuh hati, dengan kerja keras, usaha maksimal, dan menyusun strategi terbaik yang saya bisa.

Saya begitu yakin, dengan usaha keras, konsisten, dan mengerahkan semua kemampuan, biasanya hasilnya Allah akan memberikan jalan yang terbaik.

Dengan ekspektasi bangsa ini yang demikian besar, Anda terbebani?

Masa seperti itu sudah saya lewati. Jujur, saya pernah harus didampingi seorang psikolog selama tiga minggu saat mendapat tugas menjadi coach Persikota Tangerang. Sekarang, setelah cukup punya pengalaman, beban seperti itu sudah lebih mudah saya lewati.

Ada beberapa komentar prestasi atlet Indonesia di SEA Games kali ini mengejutkan. Padahal, ada banyak masalah internal seperti dana yang terlambat turun. Mungkin termasuk pada tim sepak bola. Apakah ini faktor nasionalisme?

Saya rasa, soal nasionalisme itu sudah otomatis, ya. Siapa tidak ingin negaranya menang dalam suatu pertandingan. Khusus untuk tim sepak bola, saya memang merasakan nasionalisme di dada para pemain itu memang berlebih. Terlebih mereka bermain dengan ekspektasi publik yang demikian besar dan di rumah sendiri.

Saya katakan, tim U-23 ini boleh dikatakan direkrut dari pemain cadangan di klubnya masing-masing. Mereka kalah bersaing dengan pemain-pemain asing di klub-klub itu.

Awalnya, kita rekrut 50 orang, lalu mengerucut menjadi 40, kemudian jadi 27 orang. Terakhir, kita akan kurangi lagi menjadi 23 orang saja. Namun, atas dasar keinginan untuk menjadi bagian untuk keharuman bangsa, para pemain minta kepada saya, "Coach, tolong kalau bisa tim ini utuh sampai akhir SEA Games ini. Kami ingin ikut menjadi bagian dari tim untuk bangsa ini," kata mereka.

Padahal, tidak sedikit kendala, termasuk kurang lancarnya pendanaan, tetapi mereka ingin tetap. Itulah mengapa saya menyatakan rasa nasionalisme terasa lebih penting ketimbang sekadar permainan.

Apa pesan penting Anda setiap waktu kepada pemain?

Soal pesan, mungkin justru pada diri para pemain sudah muncul pesan-pesan moral dari dalam diri mereka sendiri. Mereka kerap mengutip data pahit tentang tim sepak bola Indonesia sudah 20 tahun tidak pernah jadi juara SEA Games. Padahal, sebelumnya kita sering menjadi juara.

Meskipun demikian, saya tidak henti memberi motivasi tentang apa yang ingin kita raih dalam perjuangan ini. Dan satu hal yang membanggakan, mereka ingin menorehkan sejarah dengan memecah kebuntuan sebagai juara di cabang sepak bola SEA Games. Ini adalah kehormatan yang muncul dari jiwa korsa setiap pemain.

Artinya, Anda pelatih teknis sekaligus psikolog bagi pemain?

Itu memang otomatis, pelatih juga menjadi psikolog bagi pemain. Kita harus kenal teori dan praktek soal psikologi kepelatihan yang bisa mengakomodasi setiap suasana.

Soal materi tim yang sedang Anda asuh, bagaimana kemampuannya?

Skill anak-anak rata-rata cukup lumayan. Yang menjadi kekurangan adalah jam terbang atau pengalaman bermain di event-event besar.

Sejak awal saya sudah membuat rancangan untuk melakukan 16 kali uji coba. Sepuluh di antaranya friendly match dengan tim-tim di luar negeri. Namun, dengan berbagai kendala, seperti tidak keluar terbitnya visa dan kesiapan tim lawan, akhirnya hanya tiga kali yang terlaksana.

Kekurangan mengikuti pertandingan di level internasional ini dampaknya saya rasakan ketika bermain lawan Malaysia kemarin. Beberapa pemain yang saya turunkan terkesan gugup dan melakukan kesalahan yang seharusnya tidak terjadi, meskipun di babak kedua sudah bisa diatasi.

Nah, itu adalah dampak dari kurangnya pemain kita di event-event besar bisa terlihat sekarang. Terlebih dengan ekspektasi penonton yang amat tinggi, jumlahnya demikian banyak dan gegap gempita. Pengalaman ini penting sekali.

Soal lawan Malaysia kemarin, seolah Anda kurang memahami pskologi publik yang menaruh harap demikian besar dengan tidak menurunkan tim inti?

Untuk diketahui publik, target dari seluruh rangkaian pertandingan pada SEA Games ini bukan sekadar kemenangan, tetapi medali emas. Jadi, semua harus pakai strategi.

Soal kekalahan melawan Malaysia, tentu itu mengecewakan. Siapa yang tak kecewa ketika kalah. Tetapi, ada pertimbangan lain mengapa saya menurunkan tim itu. Sebab, kami punya jadwal pertandingan di semifinal dengan masa recovery yang demikian pendek.

Sementara empat pemain kami punya akumulasi kartu kuning yang membahayakan posisinya jika terjadi kartu kuning tambahan di laga itu. Sekali lagi, kita bukan sekadar ingin menang, tetapi sedang berjuang merebut medali emas.

Soal strategi itu, apakah Anda sudah lapor kepada pemangku kepentingan dan juga menjelaskan kepada publik?

Saya tidak perlu melapor, meskipun itu saya anggap penting tidak penting. Tetapi faktanya, saya dengar dari media, komentar-komentar soal strategi yang saya pakai ini cukup terserap dengan baik. Artinya, pertimbangan ini sudah dengan perhitungan yang seksama.

Ke soal sepak bola secara umum, ada orang yang menyebut, "Mencari 11 orang dari 240 juta penduduk kok enggak bisa". Sebenarnya, apa sih problem kita?

Saya kira tidak bisa seperti itu. Kalau saya komparasi dengan China dengan penduduk 1 miliar, sampai saat ini prestasi sepak bolanya juga tidak serta merta baik dan lolos Piala Dunia, hehehe. Tentu, ini sekadar jawaban guyon. Tetapi, yang pasti kita butuh banyak perbaikan jika ingin mengejar ketertinggalan ini.

Perbaikan apa yang paling krusial?

Kita masih belum mengembangkan apa yang disebut sport scince. Sepak bola kita masih berjalan secara konvensional, belum semodern negara-negara yang sudah maju sepak bolanya.

Soal materi pemain, kita tidak kurang, banyak yang bagus-bagus. Tetapi, setidaknya saya melihat ada empat pilar yang mesti diperbaiki.

Pertama, kualitas kompetisi yang harus lebih banyak dan skup lebih luas. Kedua, sarana prasarana yang lebih memadai. Ketiga, youth development atau pembinaan pemain-pemain muda secara sistematis. Dan keempat adalah coach education atau pengetahuan pelatih.

Anda pelatih, sementara catatan Anda adalah soal coach education. Apa sebenarnya yang Anda rasakan?

Ya, kita kurang memberi perhatian kepada kemampuan pelatih. Jumlah pelatih kita cukup banyak, tetapi kebanyakan melatih dengan otodidak. Itu bukan tanpa sebab. Karena untuk mendapatkan pendidikan kepelatihan juga tidak murah, dan tidak banyak pihak yang mau membiayai. Sebagai contoh, waktu mengikuti pendidikan di Jerman, saya pakai biaya sendiri.

Soal kualitas kompetisi, event yang saat ini masih kurang?

Ya, masih kurang. Untuk suatu tim yang baik, minimal melakoni 34 kali pertandingan resmi. Dan itu tidak didapatkan di sini.

Soal orang Lampung, apa komentar Anda tentang sepak bola di Lampung?

Jujur, saya bangga menjadi orang Lampung. Saya melihat potensi Lampung sangat bagus untuk berkembang sepak bolanya.

Tidak usah jauh-jauh, saya melihat di kampung saya sendiri di Tanggulangin, Punggur, Lampung Tengah. Di situ cukup banyak pemain potensial. Saya boleh menyebut beberapa nama yang saat ini bermain di PSSI junior.

Ada Sanikem, Jarwo, Yitno, Kawit, dan beberapa nama lagi. Ada lagi Purwaka Yudi, anak Batanghari, Lampung Timur. Persoalannya adalah kita tidak menggarapnya dengan serius untuk Lampung sendiri.

Baik, saat ini Anda sedang di puncak perhatian publik sepak bola Tanah Air. Apa yang bisa Anda sumbangkan untuk Lampung?

Beberapa tahun lalu saya punya kompetisi di kampung saya dan saya beri nama Radar Cup, singkatan dari Rahmad Darmawan Cup. Jumlah pesertanya banyak, penontonnya ramai, dan terlihat kualitas permainannya juga bagus-bagus. Sayangnya, kemudian ada tangan-tangan lain di luar sepak bola yang mau ikut masuk. Padahal, saya hanya ingin memajukan sepak bola, makanya saya tinggalkan.

Ada rencana lain?

Tentu ada obsesi. Saya ingin suatu saat saya mendirikan sekolah sepak bola di kampung saya. Tetapi dengan jadwal yang ketat seperti sekarang ini, juga saya masih bertanggung jawab dengan program Indonesia Prima di Bandung dengan 900 siswa, keinginan saya itu belum bisa sekarang.

Seberapa sering Anda pulang ke Lampung?

Sering. Ibu saya masih di Lampung, kakak-kakak saya juga di sana. Jadi, sering ke Lampung.

Apa pesan Anda untuk pelaku sepak bola di Lampung?

Ya, kita harus sadari sepak bola di kemudian hari seperti yang terjadi di luar negeri, bisa menjadi industri. Jadi, jangan remehkan sepak bola. Saya sangat berharap Lampung menjadi bagian dari industri sepak bola itu.

BIODATA


Nama: Rahmad Darmawan
Lahir: Dinda Eti Yuliawati
Anak: 1. Febia Aldina Darmawan
2. Ravaldi A. Darmawan
Alamat: Ligamas Regency Blok D2/I Karawaci, Tangerang

Karier pelatih:
- Asisten Pelatih Timbas Piala Tiger 2002
- Pelatih Persikota, 2003
- Pelatih Persipura, 2005
- Pelatih Persija, 2006
- Pelatih Sriwijaya FC, 2007
- Pelatih Persija Jakarta, 2010
- Pelatih Timnas U-23 SEA Games 2011

Prestasi
- Juara Liga Indonesia bersama Persipura
- Juara Copa Indonesia bersama Sriwijaya FC
- Juara Liga Indonesia bersama Sriwijaya FC


Sumber: Lampung Post, Minggu, 20 November 2011

No comments:

Post a Comment