May 23, 2013

[Tradisi] Lampung Dalam Segelas Kopi

Oleh Udo Z. Karzi


"NGUPI pai." Ini bukan gaya hidup yang baru. Sebab, sedari doeloe orang Lampung memang lekat tradisi dengan kopi, mulai dari menanam, memanen, mengolah, menjual, termasuk menikmatinya.

Usia kopi Lampung memang sangat tua. Konon, jauh-jauh para pengelana datang ke Lampung abad ke-17 untuk mencari remah rempah kopi. Wajar jika kemudian kopi menjadi ikon Lampung. Sebutlah kopi maka yang terbayang adalah Lampung atau sebutlah Lampung maka yang teringat adalah kopi.


Nun di pedalaman Lampung Barat, Way Kanan, dan Tanggamus, meski antusiasme menanamnya sudah mulai mengendor, kopi masih menjadi komoditas primadona para petani.

Hingga kini toh Lampung masih menjadi pengekpor kopi terbesar nasional. Data Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) menyebutkan, total ekspor kopi nasional pada 2011 sebesar 5-6 juta karung, sedangkan ekspor Lampung sekitar 70% dari total nasional. Sebanyak 30% dari volume 100.000 karung (60 kilogram per karung) kopi robusta Lampung pada 2011 diekspor ke kawasan Eropa.

Ini soal tradisi. Kalau tidak menanam kopi, setidaknya minum kopi 2-3 kali sehari.

"Ngupi pai," kata istri kepada suaminya yang hendak berangkat ke kebun atau ladang.

"Ngupi pai," seru seseorang berbasa-basi saat sedang lewat di antara orang yang sedang bekerja.

"Ngupi pai," ujar seorang pegawai kantoran yang tengah suntuk.

Kalau pikiran sedang macet, maka, "Ngupi pai!"

Pesta, kumpul-kumpul, atau rapat menjadi hambar tanpa kopi. Tradisi ngupi memang tak terpisahkan dari pelajar, mahasiswa, karyawan, wartawan, pemikir, eksekutif muda, organisatoris, aktivis, ... dari warga di Lampung.

Ngupi pai! n


Sumber: Tabloid Ekraf Lampung Post No. 1/23 Mei-20 Juni 2013

No comments:

Post a Comment