SIAPA bilang grup musik daerah, dengan tampang kampungan, dan karya yang dianggap tidak memenuhi standard kualitas musik, tidak bisa sukses? Stereotip ini telah dipatahkan oleh Kangen Band. Karya dari Andika (vokal), Dodhy (gitar), Tama (gitar), Iim (drum), Bebe (bas) dan Izzy (keyboard) kini sangat diterima masyarakat yang ditunjukkan dengan suksesnya penjualan RBT dari lagu-lagu mereka. Keajaiban ini hanya dapat terjadi di industri kreatif nonfisik tersebut.
Kangen Band (SP/Ignatius Liliek)
Ajaib karena Kangen Band bukan berawal dari grup band serius. Mereka awalnya hanyalah kumpulan anak muda yang sering nongkrong di atas jembatan sungai kecil di Jalan Soetomo Bandar Lampung. Mereka bernyanyi dan bermain dengan alat musik sekadarnya. Mulai dari gitar kopong, keyboard mainan untuk anak kecil dan tempat cat yang dijadikan drum. Mereka pun menirukan gaya para band papan atas seperti Sheila On 7, Dewa 19, atau Samson. Dan, tak ada satu pun yang pernah belajar memainkan musik di sekoah musik. Semua kepandaian memainkan alat musik, dilakukan secara otodidak. Iim, sang drumer bahkan mengaku, memukul drum sesuai perasaan dan jatuhnya beat alat-alat musik lainnya yang dimainkan teman-temannya. Namun, ajaibnya, masing-masing bisa berpadu membentuk musik. Baru pada 4 Juli 2005, keinginan untuk jadi band yang sesungguhnya terbit.
Untuk itu pun tidak mudah. Menurut Dodhy kala itu mereka harus patungan mengumpulkan uang untuk ke studio musik sewaan. Itu pun sering berhutang, padahal harga sewa studio hanya Rp 20.000 per jam. Maklum anak-anak muda itu bukanlah anak orang kaya. Andika sebelum Kangen Band berkibar adalah pedagang es cendol di RS Abdul Muluk di Bandarlampung. Bahkan, pelantun lagu Tentang Aku, Kau dan Dia ini pernah masuk penjara karena kasus narkoba.
"Namanya juga anak muda. Masih senang bikin yang enggak-enggak. Tapi sekarang kan sudah harus berubah. Nggak kayak dulu lagi," ucapnya. Hidup personel lain tidak jauh lebih baik. Dodhy pernah jadi kuli bangunan, Tama pedagang sandal kaki lima di emperan depan sebuah plaza di Bandar Lampung, sedang Bebe membantu orangtuanya yang berjualan nasi uduk. Mungkin yang sedikit beruntung adalah Izzy yang keluarganya mapan sebagai pedagang.
Semangat mereka untuk bisa jadi musisi terkenal yang membuat mereka nekat. Dengan peralatan seadanya mereka ikut berbagai festival musik di Lampung. Mereka juga membuat CD-demo dari lagu ciptaan sendiri. Judul lagu pertama yang berhasil direkam adalah Menanti yang kemudian diubah menjadi Penantian Yang Tertunda. Kemudian lagu Usai Sudah yang diganti menjadi Tentang Aku, Kau dan Dia. Lagu-lagu ini yang kemudian menjadi popular di radio-radio di Lampung dan berakhir di lapak-lapak penjual CD bajakan.
Doddy mengaku, mereka tidak pernah mengirimkan CD demo ke label rekaman karena tidak tahu bagaimana cara mengirimkannya. Membuat CD-CD demo saja mereka sudah bangga. [W-10]
Sumber: Suara Pembaruan, Minggu, 6 September 2009
No comments:
Post a Comment