May 8, 2011

[Heritage] Skala Brak, Satu Pertahanan Peradaban Adat Lampung

Oleh Iwan Kurniawan


Gedung Dalom sebagai pengganti Istana Skala Brak membuktikan peradaban Lampung masih bertahan dari terpaan zaman.

BERDERET kawanan kabut tampak jelas terlihat pagi itu. Udara di Desa Pekonbalak, Kecamatan Batubrak, Kabupaten Lampung Barat, pun masih begitu dingin.

Di sudut deretan rumah-rumah tradisional yang rapi, beberapa nenek-nenek terlihat mulai beraktivitas. Ada yang menjemur biji-biji kopi, menyapu halaman rumah. Ada pula yang mulai mengenakan siger—topi adat khas setempat—sambil memotong rumput.

Sementara di sebuah pemandian sekitar 500 meter dari Gedung Dalom, beberapa lelaki sedang mandi. Riam dari perbukitan mengalir melewati tebing-tebing terjal. Begitu jernih dan sedikit mengusir kantuk.

Biasanya sehabis mandi mereka langsung menuju ke kebun kopi dan damar. Itulah kebiasaan masyarakat di sana setiap harinya.

Untuk mencapai Kecamatan Batubrak tidaklah mudah. Jarak tempuh dari ibu kota Lampung, Bandar Lampung, yaitu 241 kilometer, dan harus melalui jalan beraspal yang sudah berlubang-lubang, bisa memakan waktu 5—7 jam. Sebuah pelawatan yang melelahkan sekaligus mengasyikan di Bumi Ruwa Jurai, julukan Lampung.

Sebagai desa yang masih melestarikan nilai-nilai leluhur, Pekonbalak memiliki daya tarik tersendiri. Pasalnya, di sanalah berdiri Gedung Dalom. Bangunan bersejarah di atas lahan seluas 3.000 meter persegi itu merupakan pengganti Istana Skala Brak.

Berdasarkan sejarahnya, kolonial Belanda sempat membumihanguskan istana tersebut pada 1810 dan 1820. Sebagai pengganti, pada 1830 Gedung Dalom dibangun kembali sebagai tempat tinggal raja pada masa itu.

“Penghancuran kerajaan telah membuat penderitaan masyarakat. Untuk itu, dibangunlah kembali Gedung Dalom sebagai tempat kediaman raja,” ujar Gusti Raja Mangkunegara, Kerajaan Skala Brak, Ike Edwin.

Keberadaan istana yang masuk dalam paksi (kelompok adat) Buay Pernong itu masih tampak utuh. Selain Pernong, terdapat tiga paksi lainnya di Lampung Barat, meliputi Buay Belunguh, Buay Jalang Diway, dan Buay Ngerupa.

Awalnya, kerajaan ini berdiri sekitar abad ke-3 Masehi dengan pemimpinnya Raja Buay Tumi. Berdasarkan hasil riset William Marsden, 2008, nama Tumi sendiri diyakini sebagai pemimpin tertinggi suku Tumi. Tumi merupakan salah satu bangsa pertama yang mendiami tanah Lampung.

Kemudian, mereka membangun sebuah peradaban di Skala Brak.

Lokasi awal Kerajaan Skala Brak terletak di lereng Gunung Persagi, Belalau, di sebelah selatan Danau Ranau. Namun, karena invansi kolonial, dipindahkan ke Desa Pekonbalak.

“Peradaban masa lalu masih bisa ditemukan di desa ini. Ini terbukti dengan berbagai penelitian yang dilakukan para ilmuwan, baik dalam maupun luar negeri,” kata Ike serius.

Tidak Dihuni

Bangunan istana yang masih tampak megah itu memiliki keberagaman seni ukiran. Tak heran, unsur dekoratif jelas terlihat.

Selain itu, di depan istana, terdapat tiga buah meriam merek Aker buatan 1849. Dahulu berfungsi sebagai senjata untuk menghalang musuh. Namun, dengan pergantian waktu, kini hanya sebagai pajangan untuk menambah nilai historis kawasan kerajaan.

Berdasarkan bentuk bangunannya, Gedung Dalom merupakan simbol rumah tradisional Lampung. Ini bisa dilihat dari bentuk bangunan warga di sekitarnya. Memiliki dua tingkat, memyerupai rumah panggung.

Terdapat dua pintu utama di gedung tersebut. Satunya sebagai tempat suntan (sultan) masuk, sedangkan satunya lagi sebagai pintu masuk para tamu. Terdapat tiga buah jendela di sisi depan. Begitu pula, sebuah tangga untuk naik ke ruangan utama.

Dahulu, atapnya terbuat dari ijuk, tapi karena pernah terbakar digantikan dengan seng. Hal ini membuat pengurus Gedung Dalam trauma sehingga menggunakan bahan yang tidak mudah terbakar.

Di dalam ruangan, terdapat beberapa kamar. Kamar utama merupakan milik anak tertua, sedangkan lainnya adalah anak kedua atau ketiga. Untuk jendelanya, terdapat empat di sisi kanan dan empat di sisi kiri.

Semua bahan terbuat dari kayu tenam. Umur kayu juga telah melewati ratusan tahun sehingga tampak antik. Namun, bangunan ini tidak lagi ditempati. Biasanya, pada saat perayaan hari raya keagamaan atau kunjungan keluarga Kerajaan Skala Brak, istana baru akan dibuka.

“Gedung Dalom ini tidak sembarang dibuka. Empat paksi harus berkumpul terlebih dahulu untuk melakukan doa sebelum masuk. Kalau keluarga kerajaan datang biasanya akan dibuka,” kata Firmansyah, tokoh masyarakat setempat.

Keberadaan Gedung Dalom sebagai simbol bekas Kerajaan Skala Brak menjadi penting. Pasalnya, di tanah itu diyakini sebagai asal-muasal orang Lampung. Hal ini yang membuat masyarakat setempat sangat menyakralkan gedung tersebut.

Bupati Lampung Barat Mukhlis Basri mengatakan Gedung Dalom telah menjadi salah satu bangunan penting. Apalagi, melalui peraturan pemerintah setempat, gedung itu telah menjadi bangunan cagar budaya. “Tidak ada alokasi dana tetap untuk gedung ini. Namun, ada dana berupa sumbangan sukarela,” ujarnya.

Sayangnya, keberadaan bangunan bersejarah itu tidak didukung dengan pusat informasi atau museum. Padahal, dengan adanya informasi mengenai situs-situs peninggalan kerajaan dapat menjadikan Kerajaan Skala Brak sebagai salah satu pusat kebudayaan nasional.

Mukhlis mengaku keberadaan pusat informasi masih perlu didirikan di sekitar Gedung Dalom. Apalagi di zaman kolonialisme, Desa Pekonbalak merupakan salah satu kawasan yang menjadi basis pertahanan warga.

“Belum ada rencana untuk membangun museum. Kami masih menganggarkan dana senilai Rp110 miliar untuk memperbaiki ruas jalan kabupaten. Akses perlu diperbaiki dahulu,” kata Bupati. (M-1)


Sumber: Media Indonesia, Minggu, 8 Mei 2011

No comments:

Post a Comment