TAK semua perairan di Teluk Lampung rusak. Perairan Tanjungputus yang masuk dalam wilayah Desa Sukarame, Punduhpidada, masih tetap baik dan layak sebagai spot diving (menyelam) yang eksotis.
Terumbu karang, padang lamun, dan sekumpulan ikan hias berbagai jenis melingkupi dunia bawah laut di sini. Selain itu, ikan pelagis sering menerobos masuk perairan bak danau tenang itu.
Perairan Tanjungputus yang relatif tenang. Permukaannya nyaris seperti danau, Pulau Helok yang berhadapan dengan tanjung ini seolah menutupi arus kuat dari arah Selat Legundi.
Airnya yang biru kehijauan dan bening sungguh menggugah untuk diselami, arus di bawahnya relatif tenang.
Sekumpulan ikan hias; seperti ikan badut (clown fish) atau nemo berenang ke sana kemari, di kedalaman kurang dari 20 meter.
Atau beragam jenis ikan karang, seperti moorish idol atau banner fish dan angelfish, bat fish, damselfish, parrot fish, surgeon fish, sergeant fish, lion fish, trumpet fish, frog fish, dan anemon fish, begitu melimpah di perairan ini. Karena terumbu karang sebagai habitat dari ikan-ikan jenis ini tumbuh dengan baik dan relatif masih belum terlalu tercemar. Meskipun sesekali para penggede di daerah ini kerap menjadikannya sebagai lokasi bermain jet ski yang setelahnya membuat perairan seperti tercemar dan kotor karena sampah-sampah makanan dibuang semaunya.
Bersama dengan Rana Susianti dan tiga orang temannya yang juga penggila selam dari Bogor, beberapa waktu lalu, mareka menjadikan Tanjungputus sebagai wilayah eksplorasi hobi selam mereka di Lampung untuk yang keempat kalinya. Mereka kembali dan sangat menyukai spot di sini karena arusnya tak terlalu kuat. Selain itu, biota lautnya relatif lengkap.
"Spot diving-nya masih baik, arusnya tak terlalu kuat, asosiasi terumbu karangnya lengkap dan masih baik. Uniknya setiap sumber seperti memiliki lokasi sendiri-sendiri, ini trip diving saya yang keempat kalinya. Entah kenapa saya begitu mencintai tempat ini," kata Rana yang juga mengelola toko khusus penjualan alat selam di Jakarta ini.
Hebatnya lagi, selama empat kali kunjungannya ke Tanjungputus dalam kurun waktu yang nyaris berjauhan, Rana dan ketiga temannya tak menemukan perubahan berarti, apalagi kerusakan sporadis atas biota laut di bawahnya. "Kalau kontur dan kondisi sudah pasti ada perubahan, akibat aktivitas manusia yang cenderung merusak, tapi di sini kondisinya nyaris tak jauh berubah".
Menyelam selama hampir 30 menit lebih sesuai dengan kapasitas oksigen di tabung selam, meski terbilang amatiran dalam menyelam, arus bawah Tanjungputus yang relatif tenang tidak membuat kami lantas berada dalam kondisi tak nyaman. Terlebih kami didampingi oleh empat perempuan yang memiliki hobi menyelam dengan pengalaman menyelam yang sudah memadai.
Rata-rata tingkat kedalaman spot menyelam di tanjung ini tidak terlalu jauh, antara 15 sampai 20 meter. Bahkan, dengan kontur di beberapa titik yang cenderung bertingkat, hanya di kedalaman 10 meter saja kami sudah melihat gugusan terumbu karang, meski tak terlalu banyak variasi.
Semakin ke bawah, koloni ikan-ikan hias mulai terlihat. Beberapa jenis bahkan terkesan jinak, berenang mendekat atau seperti mencium-cium tabung oksigen kami, sedang yang lainnya seolah mengiringi kami. Ketika salah satu dari kami menjulurkan tangan ke arah sekumpulan ikan, serta-merta ikan-ikan hias dengan bentuk yang lucu dan variasi warna yang begitu banyak ini berusaha merubung.
Di “dunia bawah” ini kami benar-benar dibuat takjub. Betapa tidak, ekosistem laut di sini masih sangat alami, sekadar membelai-belai terumbu karang atau mencari ikan nemo di antara padang lamun dan melihat lobster yang terlihat bersembunyi malu-malu di antara karang yang padat membuat suasana begitu eksotis.
Sayangnya kami, termasuk Rana Susianti dan tiga temannya, tak memiliki kamera bawah laut untuk mengabadikan semua ini, karena harganya yang lumayan mahal. Rana mengaku pernah memodifikasi kamera saku digital dengan membeli casing (bungkus) khusus untuk di dalam air, termasuk di bawah laut. Tapi sayangnya, kamera itu rusak karena bungkus antiairnya retak sehingga air meresap dan merusak komponen kamera digital itu.
Padang-padang lamun yang rapat di dasar laut yang berkontur landai seolah berusaha melengkapi varian biota laut di Tanjungputus ini. Komunitas lamun dihuni oleh banyak jenis hewan bentik, organisme demersal serta pelagis yang menetap maupun yang tinggal sementara di sana. Spesies yang sementara hidup di lamun biasanya adalah juvenil dari sejumlah organisme yang mencari makanan serta perlindungan selama masa kritis dalam siklus hidup mereka. Mereka mungkin hanya pengunjung yang datang ke padang lamun setiap hari untuk mencari makan. Banyak spesies epibentik, baik yang tinggal menetap maupun tinggal sementara yang bernilai ekonomis, udang, dan udang-udangan adalah yang bernilai ekonomis paling tinggi.
Terumbu karang di perairan ini pun masih relatif baik. Selama hampir 30 menit menyelam di cakupan perairan Tanjungputus yang relatif lebih kecil, tapi perkiraan tutupan terumbu hampir mencapai 80% yang didominasi terumbu karang hidup berbentuk cabang, meja, atau terumbu karang yang bersifat padat atau jamur dan terumbu berupa karang api.
"Terumbu karangnya pun relatif lengkap. Saya masih bisa melihat terumbu karang sebesar meja makan dengan kondisi yang sangat baik," kata Rana.
Untuk ukuran sebuah perairan yang di sekitarnya telah tercemar oleh limbah tambak udang dan aktivitas eksploitasi terumbu karang, ikan hias sampai reklamasi pantai, kondisi Tanjungputus, kata Rana, memang masih baik. “Meski demikian, ancaman tetap terus ada. Karena sangat mungkin pencari terumbu karang memperluas daerah mereka hingga ke Tanjungputus ini. Danm yang paling mengkhawatirkan kemungkinan rusak dan terancamnya biota laut justru oleh pencemaran limbah," kata dia.
Terancam Rusak
Tapi, kondisi bawah laut di kawasan Tanjungputus kini jelas jauh berbeda jika dibandingkan kawasan ini ketika sepuluh tahun sebelumnya, saat aktivitas pertambakan udang belum ada.
Selain itu, terumbu karang dan ikan hias belum menjadi salah satu motif nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menjual terumbu-terumbu karang dan ikan hias untuk dijadikan koleksi atau bahkan diekspor ke mancanegara.
Rana mengatakan total kerugian negara akibat aktivitas illegal fishing hampir menyamai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Tapi anehnya, aktivitas yang merusak itu nyaris tak mendapat reaksi serius dari pemerintah. "Untuk apa ada alat-alat kekuasaan yang bertugas mengawasi kelautan jika aksi illegal fishing masih tetap ada," kata dia.
Selama menyelam di Tanjungputus, ia menilai terumbunya masih relatif baik. Tapi di beberapa titik dijumpai bekas-bekas terumbu karang yang rusak dan mati karena endapan limbah yang berasal dari limbah buangan tambak udang.
"Kalau dibiarkan terus-menerus, biota laut di sini akan habis," kata Rana.
Belum lagi pada bagian lain ada beberapa jenis terumbu karang hidup yang seperti dirusak paksa oleh oknum-oknum nelayan.
Terumbu karang, menurut dia, merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. “Jangankan semuanya dirusak, di rusak satu saja, semua terumbu dalam satu gugusan rusak dan mati semua. Karena kehidupan terumbu karang didasari oleh hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk," kata Rana.
Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu, proses terciptanya pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.
Sebagai ekosistem, terumbu karang sangat kompleks dan produktif, ini keanekaraman jenis biota yang amat tinggi. Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas sehingga bisa ditumbuhi jenis biota lain. (MEZA SWASTIKA/ERLIAN/M-1)
Sumber: Lampung Post, 1 Mei 2011
No comments:
Post a Comment