May 15, 2011

[Perjalanan] Membasuh Hati di Tanjungchina

BERAWAL dari satu SMS “Kapan mau ke Tiromawi, Mas? Sedang musim jengkol lho. Kalau sempat, main ya. Saya tunggu”.

Pesan pendek atau SMS dari kenalan, seorang warga di Pekon (Desa) Karangberak, Pematangsawa, Tanggamus, awal April 2011 itu menuntun langkah menuju lokasi itu. Desa itu berada di Karangberak, sebuah desa terpencil di Tanjungchina, Kecamatan Pematangsawa. Pilihan melalui jalur darat yang konon sangat sulit membuat jiwa petualangan terusik untuk menjajal rute paling ditakuti ini.



FOTO-FOTO: LAMPUNG POST/SAYUTI

Dari Kotaagung sepeda motor melaju cepat menuju arah Kecamatan Wonosobo. Seorang teman ikut dalam touring ini. Tiba di ujung jalan aspal di Pekon Way Nipa (ibu kota Kecamatan Pematangsawa), perjalanan sesungguhnya baru dimulai.

Tanjakan Bahar, begitu warga setempat memberi nama tanjakan cukup terjal di mana jurang paling dalam mengangga di samping jalan. Inilah awal touring yang memacu adrenalin di kawasan paling terpencil di ujung barat Kabupaten Tanggamus.

Selain berkelok, tanjakan Bahar ini juga sangat berbahaya dan licin karena di sepanjang jalan yang sebagian kecil sudah di cor beton, dipenuhi bebatuan gunung dan pasir yang sangat berbahaya bagi pengendara.

Tidak ada mobil yang berani melintas tanjakan atau jalan yang juga menuju Pekon Pesanguan, sebuah desa di pinggir hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Nasibnya sama dengan Karangberak dan sejumlah pekon lainnya di wilayah itu, seperti Telukberak, Tirom, Asahan, Kaurgading, Tampangtukha, dan Tampangmuda, yang miskin dan terpencil. Padahal wilayah ini sangat subur. Tapi karena jangkauan dan kendala lainnya membuat daerah ini tertinggal.

Meskipun memilki lahan subur, hasil pertanian dan perkebunan melimpah, ditambah hasil laut dan panorama pantai yang memukau, kehidupan sebagain besar warga di wilayah ini sangat memprihatinkan, bahkan banyak yang miskin. Padahal wilayah Tanjungchina meliputi Pesanguan, Telukberak, Karangbrak, Tirom, Kaurgading, Asahan, Tampangtukha, dan Tampangmuda, ibarat intan yang tak terasah. Intan baru akan terlihat kemilaunya bila diasah dengan serius dan dirawat secara berkesinambungan. Sudah saatnya intan tersebut diangkat dari lumpur yang menyelimutinya selama ini.

Itu baru dilihat dari sisi potensi agrobisnis, kalau dilihat dari sisi potensi wisata ternyata desa ini juga menyimpan pantai-pantai, sungai, hutan, air terjun, dan gua-gua menarik yang indah untuk dikunjungi. Kalau bisa dikelola dengan baik bukan mustahil wilayah ini bisa menjadi sumber pemasukan yang cukup besar bagi pemerintah daerah setempat di masa yang akan datang.

Wisata Pantai

Terisolasinya pekon di sepanjang gugusan Tanjungchina di Kecamatan Pematangsawa membuat objek wisata indah yang ada di sana menjadi semakin dalam terbenam. Bentangan pantai dengan panorama yang indah, pasir yang bersih, dan kekayaan laut yang melimpah masih terlihat belum tersentuh sebagai daerah wisata unggulan.

Pantai pasir putih yang bermaterialkan pasir kuarsa dan pecahan batuan gamping hasil abrasi gelombang laut ini sebenarnya sangatlah besar potensinya bila dilihat dari sisi kepariwisataan. Apalagi dengan adanya hutan suaka alam di sisi lainnya.

Berjalan menyusuri pantai Tanjungchina mulai Pekon Way Nipah—Kabu—Telukbrak—Tiromawi—Karangberak—Penengahan—Tirom—Asahan—Kaurgading—Tampangmuda—Tampangtukha, terus menyusur memasuki hutan konservasi TNBBS dan kawasan ekowisata Tambling (Tampang—Belimbing) yang penuh dengan kekayaan flora dan faunanya.

Satwa seperti lutung, siamang, kera, monyet, kerabau liar, kijang, rusa, menjangan, berbagai jenis burung, harimau, gajah, tapir, dan terkadang masih di jumpai badak serta berbagai bunga dan enggrek menjadi daya tarik tersendiri bagi wisata petualangan.

Pemandangan matahari terbenam indah sekali di sini. Belum lagi ditambah siluet dari kelewar yang keluar dari gua sepanjang pantai menjelang senja, akan terasa kesyahduan matahari senja menyelimuti pikiran Anda.

Sayang kalau Anda melewatkan keindahan bintang malam di pinggir pantai di kawasan ini. Dengan hanya bermodal tenda, Anda pasti memilih menginap di pingir pantai merasakan hembusan angin laut menerpa tubuh sambil mengobrol bersama teman perjalanan Anda di depan api unggun yang tercipta dari kayu-kayu kering yang banyak terdapat di pinggir laut. Selain itu, suasana akan terasa sangat romantis.

Selain jalur darat, untuk menikmati panorama eksotis di wilayah ini pengunjung bisa melalui jalur laut melalui Pelabuhan Kotaagung dengan naik kapal taksi dengan harga tiket Rp25 ribu/orang, atau menyewa perahu londeng seharga Rp400 ribu pulang-pergi.

Setelah puas seharian menikmati objek wisata alam di wilayah ini, kita bisa membawa oleh-oleh hasil laut, baik dari hasil memancing sendiri atau membeli dari nelayan setempat. (SAYUTI/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 15 Mei 2011

No comments:

Post a Comment