KOMUNITAS menulis semakin banyak bermunculan, baik di dunia nyata ataupun dunia maya. Salah satu komunitas yang aktif dalam penulisan dunia maya adalah Cerita Nulis Diskusi Online atau Cendol.
Sejak berdiri pada 2011 lalu, anggotanya sudah mencapai 500 orang yang menyebar ke seluruh Indonesia, termasuk Lampung, bahkan hingga ke Hong Kong.
Di Bumi Ruwa Jurai, anggota komunitas ini menamakan dirinya Cendol Aliansi Lampung atau Capung. Anggotanya mencapai 20 orang terdiri dari mahasiswa, pelajar, dan ibu rumah tangga. Ketua Capung, Tri Lego Indah Fitria Ningsih, mengatakan kegiatan yang dilakukan adalah diskusi online dan tetap muka sekali dalam satu bulan. Kopi darat dilangsungkan di Universitas Lampung.
?Biasanya kami saling bertukar karya dan saling mengkritisi. Setiap penulis harus siap dibantai karyanya,? kata Tri Lego, pekan lalu.
Selain diskusi soal kepenulisan, anggota Capung juga berkunjung ke komunitas Cendol di daerah lain. Misalnya berkunjung ke Cendol Palembang. Di sana, para Cendolers saling berbagi pengalaman dan pengetahuan soal menulis. Menurut Tri Lego, penulis pemula di Lampung sudah memiliki kemampuan menulis yang baik. Mereka pun sudah memiliki karya, tapi bingung untuk memublikasikannya.
Beberapa anggota Capung belum percaya diri jika karyanya diterbitkan di media atau buku. Karena itu, Capung menjadi wadah bagi para penulis-penulis muda ini. ?Lewat komunitas ini kemampuan para penulis terus diasah dengan berbagi pengalaman dengan para penulis senior, seperti Gola Gong dan Mayako Aiko,? kata mahasiswa FKIP Unila ini.
Cendol didirikan oleh Mayoko Aiko. Komunitas ini berawal dari kegelisahan Mayoko yang juga seorang pengarang terhadap kondisi para penulis muda. Banyak penulis pemula yang dibodohi oleh penerbit dan harus membayar uang jika ingin karyanya terbit dalam bentuk antologi.
Tidak hanya itu, penulis juga harus memasarkan bukunya sendiri. ?Padahal seharusnya penulis mendapat honor yang layak dari tulisannya, bukan malah membayar,? kata Tri Lego.
Cendol juga memiliki penerbitan sendiri. Setiap anggota dibebaskan untuk menerbitkan buku ke mana saja, lewat penerbit Cendol atau penerbit yang lain. Tri Lego menambahkan melalui kelas menulis, anggota bisa berinteraksi dengan penulis terkenal. Diskusi pun disesuaikan dengan jenis tulisan, cerpen, puisi, flash fiction. Anggota juga akan diuji melalui mid semester untuk membuat tulisan yang nantinya akan dikritisi.
Pertemuan tatap muka dilakukan dalam perhelatan Kemah Sastra Nasional yang dilangsungkan Juli lalu. Lampung memiliki agenda serupa pada 2013 mendatang. Selain Kemah Sastra, juga ada gerakan nusantara menulis. Gerakan ini untuk memasyarakatkan menulis dan membaca yang pada akhirnya akan lebih banyak buku dan karya yang terbit. (PADLI RAMDAN/M-2)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 28 Oktober 2012
Sejak berdiri pada 2011 lalu, anggotanya sudah mencapai 500 orang yang menyebar ke seluruh Indonesia, termasuk Lampung, bahkan hingga ke Hong Kong.
Di Bumi Ruwa Jurai, anggota komunitas ini menamakan dirinya Cendol Aliansi Lampung atau Capung. Anggotanya mencapai 20 orang terdiri dari mahasiswa, pelajar, dan ibu rumah tangga. Ketua Capung, Tri Lego Indah Fitria Ningsih, mengatakan kegiatan yang dilakukan adalah diskusi online dan tetap muka sekali dalam satu bulan. Kopi darat dilangsungkan di Universitas Lampung.
?Biasanya kami saling bertukar karya dan saling mengkritisi. Setiap penulis harus siap dibantai karyanya,? kata Tri Lego, pekan lalu.
Selain diskusi soal kepenulisan, anggota Capung juga berkunjung ke komunitas Cendol di daerah lain. Misalnya berkunjung ke Cendol Palembang. Di sana, para Cendolers saling berbagi pengalaman dan pengetahuan soal menulis. Menurut Tri Lego, penulis pemula di Lampung sudah memiliki kemampuan menulis yang baik. Mereka pun sudah memiliki karya, tapi bingung untuk memublikasikannya.
Beberapa anggota Capung belum percaya diri jika karyanya diterbitkan di media atau buku. Karena itu, Capung menjadi wadah bagi para penulis-penulis muda ini. ?Lewat komunitas ini kemampuan para penulis terus diasah dengan berbagi pengalaman dengan para penulis senior, seperti Gola Gong dan Mayako Aiko,? kata mahasiswa FKIP Unila ini.
Cendol didirikan oleh Mayoko Aiko. Komunitas ini berawal dari kegelisahan Mayoko yang juga seorang pengarang terhadap kondisi para penulis muda. Banyak penulis pemula yang dibodohi oleh penerbit dan harus membayar uang jika ingin karyanya terbit dalam bentuk antologi.
Tidak hanya itu, penulis juga harus memasarkan bukunya sendiri. ?Padahal seharusnya penulis mendapat honor yang layak dari tulisannya, bukan malah membayar,? kata Tri Lego.
Cendol juga memiliki penerbitan sendiri. Setiap anggota dibebaskan untuk menerbitkan buku ke mana saja, lewat penerbit Cendol atau penerbit yang lain. Tri Lego menambahkan melalui kelas menulis, anggota bisa berinteraksi dengan penulis terkenal. Diskusi pun disesuaikan dengan jenis tulisan, cerpen, puisi, flash fiction. Anggota juga akan diuji melalui mid semester untuk membuat tulisan yang nantinya akan dikritisi.
Pertemuan tatap muka dilakukan dalam perhelatan Kemah Sastra Nasional yang dilangsungkan Juli lalu. Lampung memiliki agenda serupa pada 2013 mendatang. Selain Kemah Sastra, juga ada gerakan nusantara menulis. Gerakan ini untuk memasyarakatkan menulis dan membaca yang pada akhirnya akan lebih banyak buku dan karya yang terbit. (PADLI RAMDAN/M-2)
Sumber: Lampung Post, Minggu, 28 Oktober 2012