BERBANGGALAH seharusnya warga Bumi Ruwa Jurai karena memiliki bahasa dan aksara Lampung. Bahasa dan aksara adalah simbol peradaban. Tidak semua daerah yang memiliki bahasa, otomatis memiliki aksara. Namun, Lampung memiliki keduanya. Ini patut disyukuri dan dibanggakan.
Akan tetapi, kebanggaan saja tidak cukup menyelamatkan bahasa dan aksara Lampung tanpa sebuah kesungguhan melestarikannya. Dalam hal berbahasa misalnya, kini sudah jarang terdengar warga Lampung menggunakan bahasa Lampung, termasuk warga asli Lampung sendiri. Menggunakan bahasanya saja emoh, apalagi aksaranya. Fenomena ini harus menjadi perhatian bersama bagaimana menyelamatkan bahasa daerah Lampung.
Ancaman kepunahan bukan hanya dialami bahasa Lampung, melainkan ratusan bahasa daerah lain di Tanah Air tinggal kenangan. Padahal khazanah budaya daerah yang utama adalah bahasa. Oleh sebab itu, kita menyambut gembira Kongres Bahasa-Bahasa Daerah Wilayah Barat di Hotel Marcopolo Bandar Lampung pada tanggal 12--13 November 2007 yang bertema Menggali Potensi Lokal sebagai Penapis Budaya Global.
Kongres ini salah satu upaya membina dan melestarikan bahasa daerah maupun nasional. Kehadiran 150 peserta dari Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan sangat berarti untuk memperkaya pembahasan problematika bahasa daerah. Kongres ini memiliki makna yang strategis dalam konteks ketahanan budaya di era globalisasi.
Terlebih lagi baru-baru ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 40 Tahun 2007 tentang Pelestarian, Pembinaan, dan Pengembangan Bahasa Nasional dan Daerah. Permendagri ini ekspresi kesungguhan pemerintah untuk menyelamatkan bahasa nasional dan daerah.
Salah satu ayat permendagri itu menyebutkan, pemerintah daerah bersama Kantor Bahasa memiliki kewenangan melestarikan, membina, dan mengembangkan bahasa nasional maupun bahasa daerah. Untuk itu kita mengharapkan Kantor Bahasa bersama pemda melakukan berbagai terobosan melestarikan bahasa daerah Lampung maupun bahasa daerah luar Lampung yang digunakan warga Lampung.
Cara yang harus dilakukan adalah dengan memetakan penggunaan bahasa di Lampung. Peta ini nantinya bisa digunakan membina dan melestarikan bahasa daerah maupun nasional.
Kongres Bahasa Daerah ini merupakan yang ke-3. Sebelumnya, untuk wilayah timur dan tengah sudah dilaksanakan pada bulan Mei--Juni lalu.
Harian ini berharap kongres mampu menghasilkan berbagai rumusan strategis untuk pelestarian dan pembinaan bahasa baik daerah maupun nasional.
Melestarikan bahasa daerah bukan bermaksud mempertebal sukuisme dan primordialisme di era globalisasi, bukan pula romantisme masa lalu, melainkan agar eksistensi dan jatidiri sebuah daerah tidak hilang. Bahasa nasional dan bahasa daerah tidak perlu dikonfrontasikan mana yang lebih penting.
Keduanya saling melengkapi dan memperkaya. Kita tidak ingin bangsa ini mengalami krisis identitas di era tanpa sekat geografis. Bahasa tidak sekadar ujaran, tetapi juga jiwa sebuah entitas budaya. n
Sumber: Lampung Post, Senin, 12 November 2007
Baca juga: Bahasa Lampung Makin Terpinggirkan, Nasib Bahasa Lampung,Problem Kultural Bahasa Lampung, Bahasa Lampung Takkan Mungkin Punah, Bahasa Daerah Terancam Punah, Bahasa Lampung Mulai Ditinggalkan Penuturnya.
No comments:
Post a Comment