September 15, 2013

[Fokus] Pah Bubahasa Lampung

BAHASA Lampung kini hanya terdengar di ruang-ruang sempit. Salah satu ruang sempit itu adalah Desa Bawang, Kecamatan Punduhpidada, Kabupaten Pesawaran.

?Nyak kak khua pulu tahun dija. Jadi, kak pandai bubahasa Lampung (Saya sudah 20 tahun di sini. Jadi, sudah bisa berbahasa Lampung).? Kalimat itu diucapkan Nuryanto (43), orang Jawa yang tinggal di Desa Bawang, Punduhpidada, Pesawaran, Rabu (11-9), di pasar setempat. Meski berusaha menekan dan menebalkan intonasi pada lafal huruf l dan memfasihkan huruf r dengan serak, logat Jawanya masih kentara.


Desa Bawang mungkin tinggal ?sendirian?. Ia mampu menguasakan warganya menjadi ?Lampung?. Setidaknya dari sisi bahasa. Meski sudah dihuni pendatang dari Jawa, Sunda, dan aneka suku lain, bahasa Lampung masih lestari. Bukan cuma di upacara adat, di pasar, di rumah, di kebun, dan di pos ronda, semua orang berbicara Lampung.

"Siapa pun yang datang ke sini, yang perlu diingat adalah di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Kami tak memaksakan mereka (suku lain, red) harus berbicara dengan bahasa Lampung, tapi semua itu muncul dari kesadaran mereka sendiri," kata Saadi Idris, kepala Desa Bawang, kepada Lampung Post.

Nuryanto adalah satu di antara pendatang di Desa Bawang. "Saya tinggal di sini sejak 1980. Saya belajar ngomong Lampung. Setiap orang Lampung, di kebon, di pasar, di mana saja. Saya sudah enggak mikir sukunya apa, kalau sudah di sini ya orang Lampung aja.?

Saat desa ini dimekarkan, Bangunrejo, desa pemekaran yang dominan bersuku Jawa, tetap menggunakan bahasa Lampung.

Selamatkan Bahasa Lampung

?Assalamualaikum, tabik-tabik, nuppang tabik jama sai ramik, sai wat diluwah sai wat dilom, sikam haga nuppang cawa, mehap pai pun.? Muhammad Ikhsan gelar Raja Asal Marga mengucapkan kalimat pembuka yang mirip syair itu saat diminta komentarnya soal pelestarian bahasa Lampung. Wajahnya serius, nadanya kadang meninggi tanda kesal, lalu melirih pasrah.

"Kita lahir, besar, hidup dan cari makan di Lampung, sudah seharusnya kita menjunjung budaya kita. Termasuk juga para pendatang. Itu bagian dari rasa syukur dan terima kasih kepada tanah yang telah menghidupinya selama ini. Kalau tidak mau belajar dan memakai, ya pergi saja dari Lampung,? kata Wakil Ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Kota Bandar Lampung ini terpancing emosi.

Di kantor MPAL yang menyatu dengan Stadion Pahoman, ia memberlakukan siapa pun yang masuk harus berbicara dengan bahasa Lampung. "Jika tidak berbahasa Lampung lebih baik jangan datang ke sini,? kata dia.

Tetapi, Muhamad Ikhsan kini tampaknya menjadi minoritas. Faktanya, penggunaan bahasa Lampung dalam keseharian tak tampak lagi. Bahkan, di keluarga bersuku Lampung, bahasa ibu itu tak dipakai untuk komunikasi dalam rumah.

Sustiyanti, peneliti bahasa Lampung dari Kantor Bahasa Provinsi Lampung, pernah melakukan penelitian terkait upaya masyarakat dalam mempertahankan bahasa Lampung sebagai bagian dari komunikasi di kehidupan mereka. Hasilnya, kata dia, bahasa Lampung hanya bisa dilihat di daerah-daerah saja. Sedangkan di kota, termasuk Kota Bandar Lampung, pemakaian bahasa Lampung sudah sangat sulit ditemui.

Di sisi lain, orang tua terkesan melupakan amanat tak tersurat untuk mewariskan bahasa Lampung kepada anak-anak mereka.

Dalam penelitian yang dilakukan di Kota Bandar Lampung itu, Sustiyanti mengambil sampel 50 responden yang beragam dengan mayoritas responden adalah orang Lampung. "Bahasa Lampung sudah harus mendapat perhatian serius dan penanganan yang riil dari pemerintah. Karena hasil penelitian menunjukkan penggunaan bahasa Lampung sudah sangat kurang," ujar dia.

Di tengah sebagian yang pesimistis, Ketua Lembaga Penelitian dan Pusat Bahasa Unila Admi Syarif menyatakan bahasa Lampung tidak akan punah selagi masih ada orang Lampung. "Kalau sudah tidak ada lagi orang Lampung yang mau menjaga budayanya, setidaknya masih ada saya dan keluarga,? kata dia.

Admi Syarif pernah menerbitkan kamus bahasa Lampung dan beberapa buku tentang marga Mesuji dan Way Kanan. Ia juga tengah merampungkan ensiklopedia Lampung.  (MEZA SWASTIKA/M1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 15 September 2013

No comments:

Post a Comment