September 15, 2013

[Fokus] Stay Tune di Manjau Debingi

DINGIN yang menusuk dari mesin penyejuk udara di ruang siar 1 RRI Tanjungkarang tak mengganggu hangatnya Susi Ratu Pubian menyapa pendengarnya. Melalui program 1 pada gelombang 90,9 FM, Susi tetap ceriwis memandu program Nemui Nyimah siang itu.

Sesekali ia menjawab panggilan telepon dari penggemar yang me-request lagu pop Lampung. Meski hanya sedikit berbincang dengan si penelepon, Susi Ratu Pubian terus menjejali si penelepon dengan bahasa Lampung yang ringan. Tetapi, jawaban dari ujung telepon kadang menggunakan bahasa Indonesia.


Nyaris tak ada satu kalimat pun yang tak diucapkan Susi dengan bahasa Lampung, kecuali kata-kata yang tak memiliki padanan dalam bahasa Lampung. Semangatnya tetap sama seperti 13 tahun yang lalu saat ia pertama kali menjadi penyiar RRI khusus program Nemui Nyimah.

Ia bersama sejumlah penyiar lain tetap konsisten membawa program khusus berbahasa Lampung yang hanya ada satu-satunya di RRI. "Pagi, dari jam 9 sampai jam 11 acara Nemui Nyimah. Malam dari jam 9 sampai jam 10 acara Manjau Debingi. Kalau Nemui Nyimah lagu yang diputar bisa pop, dangdut, atau remix berbahasa Lampung, kalau Manjau Debingi khusus lagu klasik Lampung," ujar Susi yang punya nama asli Susilawati.

Penikmatnya pun beragam. Tak hanya orang Lampung, orang Jawa, Sunda, Bali, dan Semendo pun kerap berinteraksi di program khusus ini. Mereka bahkan meminta diputarkan lagu bersyair Lampung.

Menjadi penyiar radio adalah mimpi buat Susilawati. Sejak masih sekolah dasar di akhir ?80-an ia sudah mengidolakan Jamil Samidin, penyiar RRI yang khusus membawakan program-program berbahasa Lampung. Pada 2000, ia akhirnya resmi menjadi penyiar RRI, ia bahkan rela tak dibayar.

Susi tak khawatir jika disebut kampungan karena sikapnya yang konsisten membawakan acara-acara berbahasa Lampung. "Penggemar saya banyak, di hampir semua daerah di Lampung.?

Ia bahkan dipanggil oleh penggemarnya dengan sebutan Minan?bibi dalam bahasa Lampung?karena setiap siaran ia kerap mengajarkan penelepon maupun pendengarnya untuk terus berbahasa Lampung. "Ada pendengar orang Jawa yang sudah bisa berbahasa Lampung. Saat menelepon, dia ngomong Lampung, tapi logat Jawanya masih kentara," kata Susi.

Selain Susi Ratu Pubian, ada lagi Sutan Purnama. Ia bukan penyiar tetap RRI, tetapi pegawai di Dinas PU Pengairan. Namun, karena kecintaannya terhadap bahasa Lampung, akhirnya RRI memberikan ruang kepadanya untuk mengekspresikan kecintaannya terhadap Lampung.

Mereka bertahan dan tetap konsisten untuk melestarikan penggunaan bahasa Lampung di tengah gempuran siaran-siaran radio besar yang lebih modern.

"Penggemar kami ada. Kalau acara ini tidak ada pendengarnya, tidak mungkin program ini bisa bertahan dari tahun 1980 sampai sekarang. Itu bukan waktu yang sebentar untuk suatu acara di radio,? kata Sutan.

Satu hal yang menjadi kebanggaan Susi Ratu Pubian, Sutan Purnama, Edo Permana, dan lainnya adalah kebanggaan saat berhasil merawat budaya Lampung yang tengah kritis. Sebab, penyiar-penyiar radio lain terkesan merasa jemawa dengan bahasa gaul yang setiap hari terus memunculkan kosakata baru seolah ingin melupakan bahasa ibu mereka sendiri. "Setidaknya, kami telah ikut merawat budaya Lampung di tengah ketidakpedulian orang-orang."  (MEZA SWASTIKA/M1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 15 September 2013

No comments:

Post a Comment