September 19, 2013

Menuju FK yang Membumi di Lampung

Oleh Isbedy Stiawan Z.S.


MEMBUMIKAN Festival Krakatau. Itulah tema diskusi Lampung Post kali ini menjelang gelar tahunan Pemerintah Provinsi Lampung, Festival Krakatau (FK) XXIII. FK yang sudah lebih 23 tahun ini, pada 2013, dipusatkan di Kabupaten Lampung Selatan dan berlangsung dari 12 hingga 20 Oktober.

Kata ?membumikan? dari tema diskusi ini, berarti selama ini FK berada di awang-awang atau lebih tegasnya tidak berpijak di tanah, dus dengan demikian pantaslah jika FK memang kurang memasyarakat dan asing di masyarakat Lampung sendiri. Betapa tidak, indikasi ini bisa bariskan di sini. Masih banyak masyarakat Lampung yang acap tidak tahu tanggal penyelenggaraan FK, walaupun pihak penyelenggara akan membela diri bahwa publikasi sudah gencar dilakukannya.


Persoalan publikasi memang sangat penting. Apalagi dalam soal pariwisata, marketing mesti diutamakan demi menjual objek-objek wisata yang ada, walaupun barangkali kenyatannya tidak seindah aslinya. Bali yang memang dari sono-nya ibarat pecahan surga yang jatuh, publikasi tetap amat gencar. Berbagai event digelar yang berujung menjual pariwisata Bali.

Pihak-pihak swasta juga turut mendukung, selain tentu saja pemerintah. Misalnya, Ubud Writers and Readers International Festival. Ini sebuah acara pertemuan penulis dan pembaca internasional yang dilaksanakan di Ubud, dan penyelenggaranya adalah pihak swasta.

Kegiatan ini dihadiri setiap tahun tidak kurang dari 300 penulis (baik sastra maupun ilmiah) dan pembaca dunia. Bayangkan berapa rupiah bisa ditangguk oleh Bali dalam event yang setiap peserta untuk menyaksikan mesti bayar itu?

Lalu, baru-baru ini pihak swasta bekerja sama dengan Pemkab Buleleng menerbitkan buku sastra yang berbicara ihwal Buleleng atau Singaraja. Tentu saja ini demi mewartakan betapa elok dan seksinya Pantai Lovina dan masih banyak lagi event yang digelar di Bali yang berskala internasional.

Lampung sejatinya bisa, banyak objek wisata di daerah ini yang tidak kalah menarik dengan yang ada di daerah lain. Sebagai contoh Tanjungsetia di Kabupaten Pesisir Barat, Pantai Marina di Lampung Selatan, dan lain-lain.

Objek wisata lainnya, semisal alam pedesaan, Lampung juga punya. Di Lampung Selatan bisa disulap, misalnya, sepanjang tepian pantai menuju Desa Way Muli atau di sekitar Gunung Tampak, Lemong, Pesisir Barat. Di Lampung Barat sebagai pusat Kerajaan Skala Brak, ada banyak peninggalan yang bisa dijual kepada wisatawan mancanegara. Begitu pula di Tulangbawang (dan Barat), wisata religi bisa dijual.

Persoalan mendasar dalam menjual wisata, saya kira adalah tarikh yang tidak berubah-ubah. UWRF dilaksanakan bertepatan Ramadhan, lalu FKY yang selalu pasti, dan termasuk Pekan Kebudayaan Bali (PKB) yang tidak bergeser tanggalnya.

Nah, FK di Lampung nyaris tiap tahun selalu berubah, walaupun hanya sehari atau dua hari dari tahun sebelumnya. Satu contoh kurang konsistensinya pemerintah dalam menggelar FK tahun 2013 ini. Di sebuah media yang saya baca di dunia maya, FK XXIII dipusatkan di Lampung Selatan dan digelar antara pertengahan hingga akhir September 2013.

Namun, pada situs yang lain saya peroleh kabar bahwa FK digelar selama delapan hari, yaitu 12 hingga 20 Oktober 2013. Dari perubahan rencana gelar FK ini akan membuat wisatawan?terutama dari luar negeri?yang akan datang akan mengubah jadwal tiketing dan sebagainya.

Lalu, jika tahun lalu FK dipusatkan di Bandar Lampung dan kali ini dipindah ke Lampung Selatan, juga akan mengubah rute perjalanan para wisatawan yang hendak menyaksikan FK. Bagi wisatawan yang menggunakan penyeberangan Merak?Bakauheni memang tidak ada masalah, tetapi bagaimana bagi mereka yang melalui udara?

Memang Pemkab Lampung Selatan memiliki hak sebagai tuan rumah penyelenggara, mengingat Krakatau dalam wilayahnya. Namun, klaim semacam ini tidak melulu benar dan dibenarkan. Pasalnya, FK ini adalah hajat Provinsi Lampung.

Hanya saja menengok sejarah ke belakang, FK pernah dipusatkan di Lampung Selatan, persisnya di Kalianda Resort (kini Nirwana Resort) pada masa Idrus Djaendarmuda sebagai kepala Dinas Pariwisata. Penyelenggaran FK sewaktu digelar di Kalianda Resort mendapat dukungan penuh dari Aburizal Bakrie yang notabene bos ANTV. Keuntungan yang diperoleh dari panitia FK, acara ini disiarkan langsung oleh ANTV.

Boleh jadi pemindahan tempat pelaksanaan tahun ini, pemerintah ingin mengulang keberhasilan FK tempo dulu. Atau hanya bersifat sementara, mengingat Bupati Lampung Selatan adalah putra Gubernur Lampung, wallahualam.

Memang agak sulit menilai FK XXIII tahun 2013 ini pada diskusi kali ini. Penilaian atau evaluasi sejatinya akan objektif apabila dilakukan setelah pelaksanaan. Sayangnya, sudah lebih 23 tahun FK digelar tidak terdengar evaluasi itu apalagi hasilnya sehingga tiap tahun FK digelar layaknya copy paste dari tahun sebelumnya. Walaupun pemerintah selalu mengatakan FK tahun ini sedikit berbeda dari tahun lalu agar tidak terjadi pembosanan. Kenyatannya, nyaris sama.

Sebenarnya pawai budaya yang menghadirkan berbagai pakaian dan kesenian tradisional dapat dijadikan teras dari FK. Kita ingat bagaimana Festival Bunga di Malang, yang mampu menyedot wisatawan luar negeri.

Begitu pula Festival Kesenian yang pernah saya saksikan di Papua, bagaimana festival itu bisa mendatangkan para seniman tradisional dari pedalaman Papua. Mereka datang ke tempat acara hanya menggunakan perahu dan bisa beberapa hari di perjalanan. Namun, karena natural dan sangat kultural, kehadiran seniman Papua pedalaman itu sangat eksotis dan asyik ditonton.

Kalau FK dapat menghadirkan kesenian asli Lampung, misalnya, dari pedalaman Provinsi Lampung yang masih natural juga, bisa jadi akan punya nilai tersendiri. Ketimbang mempertontonkan kesenian dari luar Lampung, seperti Jawa, Batak, Sunda, ataupun Bali. Alasannya, wisatawan akan lebih tertarik menonton kesenian yang asli di mana kesenian itu lahir.

Analoginya, pempek Palembang memang banyak di Bandar Lampung. Namun, akan lebih nikmat dan terasa benar-benar pempek Palembang kalau kita membeli atau membawanya dari Palembang.

Nah, harapan saya kepada Pemprov Lampung?dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayan Provinsi Lampung?mengingat masih ada waktu bentuklah sebuah tim independen untuk menilai dan mengevaluasi FK XXIII, 12?20 Oktober 2013 di Lampung Selatan.

Hasil evaluasi ini dijadikan rujukan untuk merencanakan kegiatan apa saja yang masih boleh dipertahankan dan kegiatan apa yang harus dipangkas untuk tahun berikutnya.

Terakhir saya mau katakatan, yang membedakan FK XXIII kali ini dari tahun-tahun sebelumnya ialah pelaksanaannya lebih panjang, delapan hari. Apakah ini jaminan bagi kualitas FK di Lampung Selatan, mari sama-sama kita mengamatinya.

Isbedy Stiawan Z.S., sastrawan

Sumber: Lampung Post, Kamis, 19 September 2013

No comments:

Post a Comment