September 8, 2013

[Fokus] Berburu Buku Murah Berkualitas

ZAMAN internet dan digital memang sudah meruyak. Namun, buku yang terkesan konvensional masih menjadi pilihan paling pas untuk suatu studi. Di balik harga buku yang mahal, berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan.

Beberapa toko buku besar di Bandar Lampung terlihat selalu ramai. Dengan gedung megah, berpendingin udara, setting ruangan yang artistik, dan aneka bahan bacaan serta alat tulis lengkap tersedia.



Pengunjungnya juga terlihat dari kalangan berada dan intelektual, termasuk. Itu dapat dilihat dari penampilan mereka saat berburu buku. Namun, ternyata buku-buku utuk studi mahasiswa sangat jarang terjadi bertransaksi di kasir.

Christian, mahasiswa Teknik Geofisika Unila, mengaku harga bukan menjadi masalah buat mereka, apalagi untuk buku-buku pegangan. Yang menjadi masalah justru ketika jenis buku yang harus mereka beli jumlahnya sangat banyak. "Kalau satu atau dua buku mungkin masih sanggup kami beli, tapi kalau sudah berbuku-buku jelas menjadi beban.?

Demikian halnya Anggun, salah satu mahasiswi kedokteran Unila, mengaku untuk membeli sebuah buku ia harus membeli seharga hingga ratusan ribu rupiah. Sementara tak semua isi buku digunakan, terkadang hanya ada beberapa bab saja yang mereka jadikan bahan, sisanya tak terpakai.

Akhirnya, mereka harus berburu ke perpustakaan kampus, perpustakaan daerah agar tak harus membeli dan cukup difotokopi. Tetapi, jika tak ada atau harus membeli, mereka memburunya hingga ke toko-toko buku bekas.

Memfotokopi dan berburu di toko buku loak adalah solusi lain yang paling murah. Selain itu, mencari literatur di laman-laman internet, di-download atau dibaca melalui e-book.

Rana, mahasiswa FISIP Unila, juga begitu rajin ke perpustakaan. Ia mengaku dapat berkelit dari biaya membeli buku dengan rajin ke perpustakaan kampus maupun perpustakaan daerah. Namun, tidak semua buku bisa ia dapatkan. Bahkan, terkadang ia harus kecewa saat buku yang dicari sedang dipinjam orang lain.

Tak hanya itu, dalam satu jurusan yang sama, ia juga harus bersaing atau adu cepat dengan mahasiswa lain. "Kalau masih tidak dapat juga bukunya, terpaksa pinjam atau nyari ke perpustakaan daerah.?

Irawan Jaya, mahasiswa Fakultas Hukum Unila, mengaku selama kuliah tak pernah satu buku pun ia beli, kecuali meminjam atau sekadar memfotokopinya saja. "Setiap semester butuh buku bukan cuma satu buku saja, melainkan bermacam-macam buku. Daripada beli mending fotokopi atau pinjam, apalagi buku-buku tentang hukum sudah cukup banyak jadi tak perlu repot harus beli. Kalau nurutin harus beli buku, bisa-bisa uang buat beli buku itu lebih besar dari uang kuliahnya sendiri.?

Sebuah buku pegangan (hand book) mahasiswa misalnya, apalagi untuk mahasiswa kedokteran bisa dijual dengan harga ratusan ribu rupiah. Dan yang dibutuhkan bukan cuma satu buah buku saja, melainkan berjenis-jenis buku. "Sebuah buku pegangan mahasiswa kedokteran harganya bisa ratusan ribu. Apalagi tak ada buku tentang kedokteran yang tipis atau kualitasnya yang jelek, karena itu harga sangat berpengaruh," kata Dedi, supervisor Toko Buku Gramedia Bandar Lampung.

Karena itu, Dedi mengaku daya serap mahasiswa untuk buku-buku perkuliahan di tempatnya sangat rendah. Meskipun mereka kerap menggelar event-event buku murah tak hanya saat tahun ajaran baru mahasiswa saja, saat menggelar bursa buku murah seperti bazar buku pun daya serapnya tetap rendah.

"Bukan soal sosialisasinya yang kurang, melainkan memang sejak dulu daya serap mahasiswa itu rendah. Walaupun diskon yang kami berikan sudah lumayan tinggi untuk sebuah buku.?

Faktor harga sebuah buku yang ditetapkan penerbit dan untung yang harus didapat toko buku penjual memang membuat harga sebuah buku menjadi sangat mahal. "Jarang mahasiswa yang membeli buku," ujar Dedi.

Pada akhirnya, buku-buku sejenis tak bisa bertahan lama di toko-toko buku. Tak hanya di Gramedia saja, tapi juga toko buku besar lain, seperti Fajar Agung dan toko buku Kharisma yang ada di Mal Kartini.

Umumnya, buku-buku itu tak bisa bertahan lama dipajang di rak-rak toko buku. Jangankan berjejer di rak buku yang masuk kategori best seller, bisa laku satu buah dalam satu bulan pun rasanya sudah bagus.

"Sirkulasi buku kami berlakukan selama enam bulan sekali. Apalagi jika tak ada pergerakan (laku, red) sama sekali, langsung kami turunkan dari rak. Kami tak mungkin memajangnya terus-menerus karena banyak buku lain yang harus dipajang. Dalam sehari ratusan buku masuk ke toko kami, area jual kami terbatas, jadi buku-buku yang tak laku terpaksa kami kembalikan (retur, red)," ujar Dedi.

Bacaan Murah

Alson, kepala Subbidang Layanan dan Informasi Perpustakaan Daerah Lampung, mengakui mahasiswa kerap mendatangi perpustakaan untuk mencari referensi buku-buku perkuliahan mereka.

"Mereka (mahasiswa, red) kerap ke perpustakaan untuk mencari referensi buku-buku yang mereka butuhkan. Tetapi soal jumlah mahasiswa yang berkunjung memang agak sulit kami ketahui karena umumnya kartu anggota perpustakaan memakai kartu penduduk. Mungkin mereka bisa dikenali sebagai mahasiswa dari jenis buku yang mereka pinjam.?

Solusi lain adalah toko buku loak yang ada di Pasar Bawah, di bawah mal Ramayana. Di tempat ini, setiap buku tidak dilabeli dengan harga yang mahal seperti di toko-toko buku besar. "Harganya damai semua," ujar Zulkifli, salah satu pedagang buku di Pasar Bawah.

Ia juga menyebut semua buku maupun jenis apa pun buku bisa mereka siapkan dengan syarat harus pesan terlebih dahulu. Meskipun demikian, membeli buku di pasar loak ini jangan pernah berharap fisik buku masih bagus. Bahkan, terkadang ada beberapa lembar halaman yang sudah robek atau hilang.  (MEZA SWASTIKA/DIAN WAHYU/M1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 8 September 2013 

No comments:

Post a Comment