September 13, 2013

Pelestarian Budaya Butuh Payung Hukum

PRINGSEWU -- Pelestarian budaya menjadi sulit apabila hanya mengandalkan masyarakat biasa. Menurut Ketua Sanggar Bunga Nilam Pardasuka Syafrizal, satu-satunya cara efektif dalam pelestarian budaya adalah adanya payung hukum, yaitu peraturan daerah (perda) tentang budaya.

Dia menilai kalau tidak ada perda masyarakat akan bingung karena tidak jelas hak dan kewajibannya. ?Mau menuntut ke mana kita kalau kekurangan dana,? ujar dia.


Dia menjelaskan dengan adanya perda, otomatis akan ada pengaturan anggaran, ada wadah untuk melestarikan budaya. Kemudian, budaya bisa dilestarikan apabila ada keleluasaan para tokoh adat melakukan kreasi dan inovasi. Kesiapan finansial juga harus jelas. Kalau pembinaan sanggar jatuh pada yang itu-itu saja, padahal sanggar seni di Pringsewu sangat banyak.

Syafrizal yang juga tokoh adat Sai Batin menyatakan untuk Pringsewu di perlukan pertemuan (saresehan) bersama dengan adat Pepadun di Margakaya sehingga bisa menemukan formula bagaimana manyatukan adat-istiadat, untuk kepentingan bersama.

Sementara menurut Ilyasa, tokoh masyarakat Pekon Margakaya, yang juga ketua DPRD Pringsewu, menjelaskan terbentuknya Pringsewu berdasar kajian sejarah berawal dari Pekon Margakaya sehingga apa pun yang dilakukan masyarakat setidaknya bisa melihat sejarah.

Dia mengatakan selaku masyarakat adat Lampung, marga Pepadun Pekon Margakaya, mengaku sangat mendukung kegiatan pemerintah, khususnya dalam pelestarian budaya.

Sementara pementasan sendratari di TMII, beberapa waktu lalu, merupakan salah satu bentuk kecil pelestarian budaya lokal Pringsewu yang harus dibanggakan. Menurut dia, kebudayaan/budaya Lampung sesungguhnya bukan sekadar tari atau pakaian adat Lampung. Budaya Lampung sangat luas, dalam, dan setiap kata atau bangunan memiliki falsafahnya sendiri.

Dia mencontohkan jika orang Lampung akan menikah dengan orang Jawa, dalam adat Lampung si calon dari Jawa harus dimasukan ke adat Lampung terlebih dahulu atau yang biasa disebut dengan di-angkon-kan.

Kemudian, bentuk rumah, kamar tamu, dan adat-istiadat sehari-hari, sangat kental dengan filosofi/makna. Di sinilah, kata Ilyasa, menjadi tugas besar pemerintah, khususnya Dinas Pendidikan, Pariwisata, dan Kebudayaan, untuk menggali sedalam-dalamnya apa saja yang ada di Margakaya atau Pardasuka. (WID/D2)

Sumber: Lampung Post, Jumat, 13 September 2013 


No comments:

Post a Comment