June 23, 2008

Apresiasi: 'Muli-Meranai' Menari dan Menyanyi di Negeri Ginseng

MANUSIA kadang lupa bahwa diri atau kaumnya punya sesuatu yang membuat orang lain terpukau dan ingin ikut memiliki. Kita baru sadar bahwa sesuatu itu sangat bernilai ketika orang lain memberikan apresiasi.

PADA 5--8 Juni lalu, seni dan budaya Lampung mendapatkan pengakuan tinggi di tingkat internasional. Dalam Korean World Travel (Kofta) di Kota Seoul, Kota Bandar Lampung mendapat anugerah sebagai penampil terbaik untuk kategori tari tradisional. Yang lebih membanggakan, Bandar Lampung berada di tempat berkumpulnya sekitar 50 negara ini membawa nama Indonesia.

Memang, Kota Bandar Lampung melalui Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) daerah serta Sanggar Tapis Berseri mendapat mandat dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengisi beberapa sesi acara di panggung utama dengan tari dan lagu daerah.

Masing-masing ada tiga tarian dan lagu yang dipersiapan muli-mekhanai Sanggar Tapis Berseri, yakni Melinting, Sigeh Pengunten, dan rempak rebana untuk tari. Sedangkan lagu yang disiapkan adalah Mekhanai Toho, Tanoh Lado, dan Teluk Lampung.

Revan, Selvi, Tanti, Yogi, Adi, dan Rita bertolak ke Negeri Ginseng dengan tiga tarian itu menyatu dalam "darah dan daging" masing-masing. Indra Pradya sudah menyelami dengan sedalam-dalamnya makna ketiga lagu yang harus ia nyanyikan.

Tari Melinting adalah tarian adat pepadun yang merupakan persembahan untuk tamu-tamu terhormat yang datang ke tanah Sai Bumi Ruwa Jurai. Tarian ini dibawakan oleh para muli dengan luwes dan mencirikan keanggunan serta ketinggian mahkota seorang ratu.

Persembahan kepada tamu juga menjadi warna dalam tari Sigeh Pengunten. Wabilkhusus, salah satu muli di akhir tari ini akan mendatangi tamu terhormat dan mempersembahkan sekapur sirih yang terdapat dalam baki.

Rempak rebana adalah tarian modifikasi yang menyadur gerakan-gerakan tari melayu. Tambahan rebana di masing-masing tangan penari menambah kental ciri melayu yang ditampilkan. Tari ini di masa lampau dibawakan untuk menggambarkan kegembiraan muli-mekhanai menyabut musim panen.

Lagu Mekhanai Toho menceritakan kisah seorang jejaka yang tak kunjung mendapatkan kekasih. Segala upaya telah dilakukan, namun pujaan hati yang didambakan tak kunjung datang. Kalimat "segalow makko gonow" di akhir lagu menggambarkan kesedihan si bujang yang putus asa.

Lagu Tanoh Lado mengisahkan betapa tanah Lampung kaya akan hasil alam yang berlimpah. Sedangkan lagu Teluk Lampung menceritakan keindahan Teluk Lampung di waktu sore hari.

Penuh Perhatian

Berbekal pengetahuan dan persiapan yang matang, muli mekhanai Kota Bandar Lampung itu tampil di depan khalayak pengunjung Kofta, baik peserta ekspo maupun pengunjung yang setiap harinya mencapai ribuan orang.

Perhatian khalayak terhadap seni budaya Lampung sudah terlihat sebelum pentas. Keunikan busana tradisional ternyata menarik minat mereka untuk setidaknya berfoto bersama. Meski kepayahan dengan tapis dan siger yang berat, muli mekhanai Bandar Lampung tetap mengulas senyum demi menyenangkan hati mereka.

Di kala pentas, setiap tarian yang ditampilkan mendapatkan sambutan sangat positif dari penonton. Nyaris tak ada dari mereka yang beranjak dari tempat masing-masing. Lagu-lagu mendayu yang dilantunkan Indra di setiap pergantian tarian pun tak sampai menggerakkan kaki-kaki mereka untuk melangkah pergi.

Tari rampak rebana adalah tarian yang paling memukau penonton. Bersifat dinamis, tarian ini seolah mengajak semua orang untuk ikut menari. Gerakan-gerakan cepat para penari seolah menyihir semua orang untuk menanti ending tarian.

Sesi terakhir menjelang penutupan acara menjadi saat-saat paling membahagiakan dan membanggakan. Menjelang tampil, panitia melalui stan Indonesia telah memberitahu bahwa muli mekhanai Kota Bandar Lampung memperoleh award sebagai penampil terbaik untuk kategori tari tradisional.

Ini di luar ekspektasi bahkan oleh para pejabat Depbudpar sekalipun. Sebab, negara-negara lain seperti Guam, Malaysia, India, juga menampilkan tarian tradisional yang tidak kalah menarik. "Kami tak pernah menyangka sama sekali bakal dapat penghargaan ini," kata Ketua Dekranasda Kota Bandar Lampung yang juga mengasuh Sanggar Tapis Berseri, Nurpuri Eddy Sutrisno.

Kesan bangga juga datang dari Dirjen Depbudpar Sapta Nirwandar yang dengan setia menyaksikan setiap penampilan muli mekhanai Kota Bandar Lampung. "Mungkin ini pertama kalinya Indonesia mendapat penghargaan untuk acara serupa di luar negeri," ungkapnya.

Penghargaan panitia hanya selembar kertas sebagai penegasan dari keterpukauan massa dari bahwa apa yang ditampilkan muli mekhanai Kota Bandar Lampung telah menyita perhatian bangsa lain.

Padahal di Lampung sendiri, banyak mata akan mengantuk, banyak bibir beradu tutur kala ketiga tarian dan ketiga nyanyian itu ditampilkan. Memang, kita seringkali lupa bahwa kita memiliki sesuatu yang membuat orang lain ingin menikmati dan memilikinya. n IBRAM H. TARMIZI/P-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 22 Juni 2008

No comments:

Post a Comment