BANDUNG (SINDO) – Sejumlah sastrawan dari beberapa daerah di Indonesia meraih penghargaan dari Yayasan Kebudayaan Rancage di Aula Universitas Padjadjaran, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung,kemarin.
Hadiah itu diberikan atas hasil karya sastra yang menggunakan bahasa ibu, yang dibuat sepanjang 2008 ini. Mereka adalah Godi Suwarna dengan karya sastra Sunda Sandekala, Grup Teater Sunda Kiwari pimpinan R Dadi Danu Subrata,Turiyo Ragilputra dengan karya Bledheg Segara Kidul, Sriyono sebagai Pengembang Sastra Jawa, I Nyoman Manda dengan karyanya Depang Tiang Bajang Kayang-kayang, I Made Suatjana dalam kategori Jasa, Udo Z Karzi atas karya kumpulan sajak Mak Dawah Mak Dibingi.
Juga penghargaan Samsudi diberikan kepada Ali Koraliati dengan karyanya Catetan Poen Rere. Awalnya, penghargaan itu hanya untuk bahasa Sunda, tetapi sejak 2008 penghargaan juga diberikan untuk karya sastra berbahasa Jawa,Bali,dan Lampung.Pada saat penyerahan penghargaan dilakukan prosesi tarian yang menggambarkan keragaman budaya di Indonesia, mulai dari tari Sunda, Aceh, Jawa, hingga tari Bali.
Dalam kesempatan itu hadir para pemerhati budaya dari Jabar,seperti Ajip Rosidi,Uu Rukmana, Hassan S. Kartadjoemena, dan Rektor Unpad Ganjar Kurnia. Wakil Ketua Dewan Pengurus Yayasan Rancage Hassan S Kartadjoemena mengatakan, pemberian penghargaan ini diharapkan bisa memacu upaya pelestarian bahasa ibu di tanah air.
Menurutnya, pengembangan bahasa ibu diperlukan mengingat seiring perkembangan zaman, kebudayaan makin dilupakan. ”Yang perlu kita catat, kita jangan merasa enggan atau malu mengambil langkah yang terlihat kecil, karena sekecil apapun, sebenarnya bermanfaat dan sangat berarti untuk budaya bangsa,” ujar Hassan dalam sambutannya. Karena itu,ujar dia,perlu dibuat peta lebih jelas tentang perjalanan bahasa ibu.
Terlebih dengan adanya regenerasi yang setiap tahunnya terjadi makin cepat.Perlu penanganan luwes untuk meregenerasi pelaku budaya.” Peralihan generasi menjadi masalah yang sangat krusial untuk tahun-tahun mendatang. Kita perlu mengambil upaya konkret agar terjadi peralihan generasi, karena banyak di antara kami yang telah berusia lanjut,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu peraih penghargaan asal Lampung Udo Z Karzi dengan kumpulan sajaknya Mak Dawah Mak Dibingi mengatakan, karya yang dibuatnya merupakan upaya untuk melestarikan bahasa ibu, karena saat ini penggunaan bahasa ibu makin ditinggalkan. ”Di Lampung, pemakaian bahasa ibu diperkirakan cuma 20%, selebihnya menggunakan bahasa dari berbagai daerah di Tanah Air,”paparnya.
Dia hanya berharap, dengan semakin dikenalnya karya-karya sastra lokal,masyarakat semakin sadar akan nilai budaya yang dikandungnya. Sajak-sajak Udo merupakan terobosan besar untuk mendobrak tradisi sastra Lampung yang membeku. Dia mengangkat tema-tema yang berhubungan dengan kekinian. Melalui sajaknya,dia menceritakan keadaan rakyat kecil yang terpuruk dalam kehidupan.
Selain itu, Udo menceritakan tentang demonstrasi mahasiswa, pencemaran lingkungan, lapangan kerja, termasuk menceritakan keresahan jiwa untuk menggapai Sang Pencipta. Sementara Godi Suwarna dalam karyanya Sandekala, menceritakan tentang kondisi sosial ekonomi yang melanda Indonesia selama masa Reformasi.
Dan cerita kehidupan masa kini bersilih tukar dengan kehidupan yang tumbuh dalam kepercayaan yang berakar dalam masyarakat Sunda. Dalam karya tersebut juga ada pertalian dengan cerita perang bubat antara Kerajaan Pajajaran dengan Majapahit Dalam bercerita, Godi lebih banyak mengunakan kata uing (orang pertama) sebagai kata ganti ’saya’ yang sangat akrab digunakan masyarakat pedesaan. (arif budianto)
Sumber: Seputar Indonesia Edisi Jawa Barat, Sabtu, 14 Juni 2008
No comments:
Post a Comment