June 17, 2008

Godi Raih "Rancage" Ketiga

BANDUNG (PR)- Sastrawan Godi Suwarna untuk ketiga kalinya mendapat Hadiah Sastra Rancage dari Yayasan Rancage atas karya sastra yang ditulisnya berupa novel yang diberi judul Sandekala. Sebelumnya, Godi mendapat hadiah sastra serupa untuk penulisan buku puisi Blues Kere Lauk dan kumpulan cerita pendek Serat Sarwasatwa, yang ditulisnya dalam bahasa Sunda.

Hadiah Sastra Rancage yang ke-20 untuk bidang penulisan karya sastra berbahasa Sunda ini diterima Godi Suwarna, Sabtu (14/6) di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad, Jln. Dipati Ukur Bandung.

Godi Suwarna menjadi sastrawan Sunda pertama yang mampu menerima hadiah tersebut secara berturut-turut untuk tiga bidang penulisan karya sastra yang berbeda.

Selain Godi, sastrawan lainnya yang menerima hadiah serupa untuk bahasa dan sastra Sunda adalah Grup Teater Sunda Kiwari (TSK) yang diterima oleh R. Dadi Danusubrata. Sedangkan untuk sastra dan bahasa Jawa diterima oleh Turiyo Ragilputra, untuk kumpulan puisi yang diberi judul Bledheg Sagara Kidul, dan kepada Sriyono sebagai tokoh yang mengembangkan bahasa Jawa.

Untuk bahasa dan sastra Bali diberikan kepada I Nyoman Manda untuk karya sastra Depang Tiang Bayang Kayang-kayang dan kepada I Made Suatjana sebagai pengembang bahasa dan sastra Bali.

Hadiah serupa juga diberikan kepada Udo Z. Karzi, penulis puisi dalam bahasa dan sastra Lampung yang diberi judul Mak Dawah Mak Dibingi. Untuk penerima Hadiah Sastra Rancage masing-masing mendapat piagam dan uang tunai sebesar Rp 5 juta.

Selain Hadiah Sastra Rancage, diberikan pula Hadiah Sastra Samsudi untuk penulisan buku cerita kanak-kanak yang diterima oleh Ai Koraliati lewat karya Catatan Poean Rere. Ai menerima piagam dan hadiah uang Rp 2,5 juta.

Pemda Jabar dukung

Pemberian hadiah tersebut ditandai dengan pembacaan surat yang ditulis oleh Gubernur Jabar Ahmad Heryawan yang berhalangan hadir karena pada saat yang sama, gubernur yang baru dilantik tersebut, tengah menghadiri acara pelepasan mantan Gubernur Jabar dan Wakil Gubernur Jabar Danny Setiawan dan Nu`man Abdul Hakim di Gedung Sate.

Inti surat Gubernur Jabar Ahmad Heryawan yang dibacakan oleh Asda III Pemprov Jabar Pery Soeparman, antara lain mengatakan bahwa dirinya selain menyesal tidak bisa menghadiri acara tersebut, tentu saja pihaknya sangat mendukung berbagai upaya yang dilakukan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage, yang berupaya menumbuh-kembangkan sastra dan bahasa daerah di Jawa Barat khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Upaya tersebut sejalan dengan program pemerintah.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Rektor Unpad Prof. Dr. Ganjar Kurnia, D.E.A. Menurut dia, diselenggarakannya acara semacam ini, mempunyai arti penting bagi perkembangan dan pertumbuhan budaya Sunda ke depan.

Untuk itu, Unpad saat ini tengah mengembangkan program kerja menjadi sebuah universitas yang mampu menumbuhkembangkan seni dan budaya Sunda dalam pengertian yang seluas-luasnya. "Selain itu, Unpad juga ingin jadi pusat kajian budaya Sunda di tingkat dunia," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Kebudayaan Rancage, H. Hasan Kartadjoemena mengatakan, apa yang dikerjakan oleh Yayasan Rancage selama ini tiada lain ingin ikut serta menumbuhkembangkan sastra dan bahasa daerah di Indonesia.

Hadir dalam kesempatan itu sejumlah tamu undangan. Pada acara tersebut, Direktur Utama Pikiran Rakyat H. Syafik Umar, menyerahkan Hadiah Sastra Rancage untuk sastrawan Lampung.

Selain Syafik, hadir pula penyair Etty R.S., kolektor buku Sunda Mamat Sasmita, novelis Kang Jamal, Ketua DPD Golkar Jabar H. Uu Rukmana, Ketua KPU Jabar Setia Permana, dan sejumlah tamu undangan lainnya. (A-48)***

Sumber: Pikiran Rakyat, Minggu, 15 Juni 2008

1 comment:

  1. Yth Udo Karzy (apakah "udo" itu nama panggilan atau nama betukan, sebab udo kalau bhs Krui kan artinya "kakak lelaki tertua):

    (1) Menurut apa yang udo rasakan saat ini apakah jumlah penutur aktif bahasa-bahasa daerah di Lampung sudah mengalamai fase decline yang signifikan? Ketika saya SMA thn 80-an di Tg Karang, teman-teman yang orang tuanya 'Lampung asli' tidak sampai separuh yang menggunakan bhs ibunya.

    (2) Apakah penuturan lisan bhs Lampung saat ini hanya sebatas upacara adat atau seremonial belaka, untuk konsumsi pariwisata misalnya.

    Kalau tidak keberatan, tlg udo email balasan komentar saya ini ke g.abdullah@petrochina.co.id.

    Salam kenal,
    Gamil Abdullah

    ReplyDelete