August 16, 2010

[Lampung untuk Indonesia] Hutan Rusak, Kita Merana Selamatkan Hutan Kita!

TAK perlu ada perdebatan. Hutan rusak, apalagi parah, sudah pasti membuat makhluk hidup merana. Kehidupan kita menjadi sangat tidak nyaman. Kebakaran hutan, misalnya, berdampak negatif bagi kesehatan manusia dan mengganggu kegiatan sehari-hari terutama bidang transportasi baik darat, laut, maupun udara.

Apa pun perlakuan kita terhadap hutan baik ladang berpindah, perambah hutan, penebang liar, lahan perkebunan, eksploitasi hutan oleh pemilik HPH kesemuanya mengganggu ekosistem dan merusak habitat hutan. Perbedaannya hanya pada stadium kerusakannya saja. Banyak fakta tak terbantah dampak kerusakan hutan.

Hutan sesungguhnya kehidupan kita sendiri. Berbagai jenis kayu hidup bergantian hingga menjadi satu kesatuan hutan yang saling melindungi. Di dalam hutan kalau kita membaca lingkungannya secara arif seakan-akan suatu perpaduan yang harmonis, saling bantu dalam masing-masing pertumbuhannya. Kehidupan suatu jenis tumbuhan seperti telah diatur untuk membantu kelangsungan hidup yang lain.

Hutan yang masih utuh sangat indah, kokoh, dan eksotik. Daun, ranting dan dahan rapat menjaga sinar matahari agar tidak tembus leluasa ke bawah pohon. Kerapatan daun fungsinya sangat besar yaitu melindungi kawasan semak dan belukar di bawahnya agar dedaunan yang membusuk menjadi humus dan menyerap air sebagai persediaan air hujan jika musim kemarau tiba. Perilaku hutan ini juga merupakan upaya hutan secara alami melindungi dirinya dari bahaya kebakaran.

Belum lagi hutan yang memberi kehidupan bagi warga sekitarnya secara khusus atau masyarakat awam secara umum. Maka, merusak hutan sungguh-sungguh suatu kejahatan. Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%, dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga memengaruhi kesuburan tanah. Padahal tanah mengandung karbon sebanyak 24 miliar ton dan hutan Indonesia menyumbangkan emisi CO2 sebesar 2,6 miliar ton per tahun, walaupun juga mengandung 19 miliar ton karbon.

Keadaan hutan yang sudah longgar, pohon-pohon besar dan kecil ditebang dan tidak ada regenerasi berdampak pada perairan terutama anak-anak sungai akan banjir besar dan menerima debit air yang melebihi kapasitas normal. Sungai yang dahulunya tidak bisa meluap dan begitu bersahabat sekarang sebaliknya, seperti banjir sementara di musim kemarau persediaan air sangat kurang.

Mengingat vitalnya hutan, tak ada pilihan lain bagi kita selain meneguhkan tekad "selamatkan hutan kita! Tugas menyelamatkan hutan sesungguhnya bukan urusan pemerintah semata. Peran pihak terkait, termasuk LSM , akademisi, dan pemangku kepentingan lain dalam membantu menyelesaikan masalah hutan dan menyelamatkan hutan sangat penting.

"Pelibatan LSM, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan kehutanan di Provinsi Lampung, mengingat upaya-upaya pemerintah dalam penanganan masalah kehutanan tidak akan dapat dijalankan secara maksimal tanpa prakondisi masyarakat dan inovasi teknologi yang mendukungnya," kata Hanan.

Melalui pendampingan yang intensif dan mengacu kepada peraturan serta memperhatikan norma dan etika yang baik, peran serta para pihak dalam memberikan solusi atas permasalahan kehutanan di Provinsi Lampung akan lebih sinergis dan terpadu.

Menurut dia, instansi kehutanan telah banyak menerima bantuan, dukungan dari LSM, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya dalam menangani perambahan hutan. Namun, diakui masih ada lembaga yang berbeda pandangan, khususnya terhadap upaya pemerintah dalam pengurangan permukiman. Dalam hal ini mungkin sifatnya sementara karena faktor kepentingan sesaat.

Upaya Penyelamatan

Menurut Hanan, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung telah melakukan berbagai upaya dalam menjaga, memelihara, dan merestorasi/rehabilitasi hutan Lampung yang rusak, antara lain pengamanan hutan, hasil hutan, dan tanaman hasil rehabilitasi hutan dengan melibatkan masyarakat secara aktif.

Untuk mempercepat rehabilitasi hutan dan lahan, telah diimplementasikan berbagai program aksi antara lain Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL), HKm, PHBM, Gelam, One Man One Tree, Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon, dan yang akan dilaksanakan pada tahun ini adalah mendukung Gerakan Penanaman 1 Miliar Pohon Indonesia (One Billion Indonesian Tree).

Upaya-upaya tersebut telah menunjukkan tren yang positif, antara lain kerusakan hutan di Provinsi Lampung sebesar 67,90% pada 2000 menurun menjadi 67,24% pada 2005 dan kembali menurun menjadi 65,47% pada 2008. (Berdasarkan tingkat penutupan lahan hasil interpretasi Citra Landsat TM7 oleh Kementerian Kehutanan)

Selain itu berbagai program aksi/gerakan penanaman pohon telah meningkatkan kesadaran dan animo masyarakat dalam penanaman pohon-pohon kehutanan.

"Dalam melaksanakan upaya-upaya tersebut tentunya akan dihadapkan kepada berbagai kendala baik teknis maupun nonteknis," kata dia.

Beberapa kendala utama tersebut antara lain keterbatasan anggaran pemerintah dalam membiayai rehabilitasi hutan dan lahan, keterbatasan sarana-prasarana pengamanan hutan.

Selain itu, belum efektifnya dan atau belum terbentuknya kelembagaan pengelola kawasan hutan, masih terbatasnya SDM pengamanan hutan (Polhut), terutama di kabupaten/kota.

Sekali lagi Hanan dan Wahyudi menekankan hutan adalah barang publik yang merupakan aset negara dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Maka, penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan, dan berkelanjutan. Berbagai bencana alam, seperti banjir, longsor, dan perubahan iklim merupakan dampak dari kerusakan hutan yang tidak hanya dirasakan pemerintah atau masyarakat sekitar hutan, tapi juga masyarakat umum.

"Dengan demikian, keamanan dan upaya perbaikan hutan merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa tanpa terkecuali," ujar dia.

Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan, melainkan negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan. Juga menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan, mengatur, dan menetapkan hubungan hukum antara orang dan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. HESMA ERYANI

Sumber: Lampung Post, Senin, 16 Agustus 2010

No comments:

Post a Comment