August 4, 2010

Pluralisme Budaya Lampung

Oleh Novan Adi Putra Saliwa

LAMPUNG tidak hanya mempunyai hewan besar seperti gajah, tetapi juga memiliki kebudayaan yang luhur nilainya. Lampung menyimpan ragam jenis kesenian, mulai dari tari-tarian, musik tradisional, sastra klasik, dan masih banyak lagi. Semua khazanah budaya itu terpencar di setiap pelosok Lampung, baik yang terdeteksi maupun yang belum "terjamah". Setiap kabupaten di Lampung memiliki ciri keseniannya masing-masing.

Kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah merupakan salah satu kekuatan besar yang mampu membangun peradaban (kebudayaan). Kopi, lada, cengkih, kekayaan tambak udang, kekayaan bahari laut, hutan yang menghijau sebagai paru-paru dunia, gajah Lampung, harimau sumatera dan masih banyak lagi anugerah Tuhan yang masih tersembunyi, kesemuanya adalah suatu khazanah yang (seharusnya) disadari orang Lampung.

Keberadaan Lampung saat ini merupakan buah dari peradaban (kebudayaan) yang berproses sejak masa lalu. Sai batin dan pepadun adalah cabang dari kesatuan Lampung yang memiliki ciri kebudayaannya masing-masing, keduanya saling menjaga keeksistensian dalam budaya. Dua corak masyarakat adat inilah yang terus mempertahankan kelestariannya, seperti di dalam menguraikan sejarah Lampung masing-masing memiliki pendapat besar yang sangat dipertahankan.

Pluralitas Gus Dur

Perjuangan para pahlawan bangsa pendahulu kita untuk menyatukan bangsa ini haruslah kita pupuk dan dilanjutkan kearah yang lebih baik dengan terus melanjutkan pelestarian warisan luhur budaya bangsa disetiap daerah di nusantara, meneruskan dan memupuk rasa cinta tanah air dan dan sifat santun terhadap perbedaan, salah satunya tokoh yang begitu familier adalah Gus Dur seorang yang giat mengisi kemajemukan bangsa ini dengan roh pluralitas yaitu seperti apa yang beliau maksudkan dengan pluralisme adalah menghormati keanekaragaman yang ada di dalam masyarakat kita, karena itulah yang menyatukan Indonesia.

Gus Dur kecil yang lahir di Pesantren Denanyar, Jombang, kemudian harus pindah ikut orang tuanya ke Jakarta, yang memperkenalkannya dengan khazanah dunia modern. Kemudian dia harus pindah ke Yogyakarta, kembali pada dunia pesantren, termasuk ke Magelang. Lalu dia mengenal dunia Timur Tengah, juga beberapa negara Eropa, lalu kembali ke Jombang, dan pindah serta menetap di Jakarta. Dengan itu, Gus Dur menjadi banyak mengenal pluralitas budaya.

Seperti di dalam buku Jagadnya Gus Dur: Demokrasi, Pluralisme, dan Pribumisasi Islam yang ditulis K.H. Zainal Arifin Thoha, tokoh inspiratif seperti Gus Dur memang memiliki banyak warna. Sebagai figur seorang ulama, dia dikenal dengan wacana "pribumisasi Islam"-nya. Sebagai negarawan, Gus Dur dikenal dengan gagasan-gagasan "demokrasi"-nya. Sebagai politikus, Gus Dur dikenal dengan sebagai pemimpin masyarakat, Gus Dur dikenal sebagai "king makers"-nya. Sebagai budayawan, Gus Dur dikenal dengan "humor-humor cerdas"-nya. Sebagai cendekiawan dan intelektual, Gus Dur dikenal dengan pemikiran "liberal"-nya; dan sebagainya. Inilah gambaran sosok sang pamomong, sosok yang menjunjung tinggi nilai-nilai ke-tawadluan sekaligus kebebasan; sosok yang memerankan diri laksana "bandul jam" yang terus bergerak dinamis, dari kutub ke kutub yang lain, lalu menciptakan keseimbangan (hlm. 28). Resonansi kekiaian Gus Dur juga tidak hanya dirasakan kalangan umat Islam, tetapi juga di kalangan umat agama lain. Itu sebabnya, kepergian Gus Dur tidak hanya ditangisi oleh kalangan umat Islam, tetapi juga umat agama lain.

Inspirasi yang dapat kita ambil dari Gus Dur adalah bahwa negara-bangsa yang mengakui dan melindungi beragam keyakinan, budaya dan tradisi bangsa lndo-nesia merupakan pilihan tepat bagi bangunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehidupan bangsa yang harmoni harus terus kita pupuk agar senantiasa membuahkan damai di setiap interaksi budaya kita, nusantara ini damai bilamana kita memulai dari diri, lingkungan dan daerah kita masing-masing untuk dapat meneladani perjuangan dan cita-cita luhur para pahlawan bangsa kita seperti Gus Dur.

Banyak pesan keragaman (plural) dari Gus Dur yang perlulah dihayati, tidak terkecuali keragaman budaya Nusantara khususnya di Lampung sangatlah diperlukan sikap penghayatan akan nilai luhur pluralitas, sehingga setiap kebudayaan akan eksis dan memiliki fungsi perdamaian dan keharmonisan, dan di sinilah sebenarnya fungsi kebudayaan, adat tradisi dari sai batin maupun pepadun di Provinsi Lampung yang telah terbentuk saat ini, yaitu mampu mencerminkan budayanya yang luhur, peduli, santun, cerdas mampu menyelesaikan persoalan masyarakat adatnya.

Lampung adalah sebagian gambaran dari bangsa ini, dari nusantara yang kaya akan kearifan budaya tradisinya. Perbedaan yang membuat kita besar selayaknya kita pahami sebagai anugerah Tuhan untuk kita syukuri. Wujud toleransi seperti penghormatan terhadap budaya dan keharmonisan dua jurai (cabang kebudayaan) besar di Lampung yang tertuang dalam slogan Sang Bumi Ruwa Jurai (se-bumi dua cabang) menjadi pekerjaan rumah bagi masyarakat Lampung serta Pemerintah Provinsi Lampung dalam usaha menciptakan keadilan dan kebijaksanaan sosial.

Novan Adi Putra Saliwa, Sekretaris Asrama Mahasiswa Lampung Yogyakarta

Sumber: Lampung Post, Rabu, 4 Agustus 2010

No comments:

Post a Comment