January 27, 2009

Surat Pembaca: Kerajaan Skala Brak

SETELAH membaca artikel Media Indonesia, 28 November 2008 halaman 7 rubrik Nusantara tentang Kerajaan Skala Brak, sebagai putra asli Lampung Barat yang telah tinggal di Jakarta, saya berterima kasih kepada Media Indonesia sudah mau memberi ruang bagi salah satu bagian sejarah daerah Lampung yang masih ada.

Namun, di balik itu, saya merasa miris dan sedih karena kerajaan yang terbukti masih memiliki sistem pemerintahan, pengamanan, rakyat, peninggalan berupa situs-situs di Lampung Barat, nyaris tidak dikenal warga Lampung sendiri terutama generasi muda. Apalagi masyarakat luar daerah ini.

Ada kesan tidak ada kemauan pemerintah daerah khususnya Pemprov Lampung menjadikan Kerajaan Skala Brak sebagai kekayaan budaya, bahkan aset bagi kunjungan pariwisata daerah.

Sebab, setahu saya tidak ada dalam agenda wisata Pemprov Lampung yang mencantumkan kunjungan wisata ke Kerajaan Skala Brak yang kini masih memiliki pemimpin yang disebut sultan dan istana yang menyimpan kekayaan situs budaya yang tak ternilai harganya.

Kondisi ini berbeda dengan sejumlah daerah di Nusantara yang memilki kerajaan yang masih lengkap dengan sistem pemerintahannya atau kerajaan yang tinggal situsnya saja. Pemerintah daerah tersebut dengan gencar memperkenalkan kerajaan maupun peninggalan sebagai kekayaan budaya untuk dijadikan citra daerah yang pantas diketahui oleh semua orang, baik wisatawan maupun peneliti. Bahkan, kekayaan ini dipelihara agar tidak punah.

Dengan alasan tersebut, saya berharap Pemprov Lampung, Pemkab Lampung Barat khususnya, maupun pemerintah daerah lainnya di Lampung bersatu menjadikan Kerajaan Skala Brak sebagai citra daerah Lampung.

Kami mengimbau siapa pun kepala daerah, baik putera daerah atau etnis lain agar Kerajaan Skala Brak didihidupkan bukan dimatikan. Terima kasih.

Fahrizal Ibrahim

Putra Asli Lambar

Sumber: Lampung Post, 24 Januari 2008

1 comment:

  1. MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

    Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
    Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
    Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
    Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
    Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
    Siapa yang akan mulai??

    David
    HP. (0274)9345675

    ReplyDelete