January 11, 2009

Traveling: Menjejak Gunung Pesagi dengan Kibar 8

KIBAR digelar kembali untuk yang kedelapan. Sejak digelar pertama 2001, event nasional olahraga petualangan dengan agenda utama Kebut Gunung Pesagi ini terus menarik peminat. Selama dua hari, 83 tim dari berbagai provinsi menggeber alam perawan Liwa dan Gunung Pesagi.

-------------

Alam tropis, udara sejuk, dan pemandangan yang memukau di Lampung Barat menjadi jualan utama Gumpalan FP Unila dalam Kibar yang memperebutkan Piala Gubernur ini. Seperti sebelumnya, Gumpalan menggandeng Dinas Pariwisata Lampung Barat dalam penyelenggaraan pada 18--21 Desember 2008.

Lebih khusus lagi, event kali ini didedikasikan untuk menyambut program Visit Lampung Year 2009. Berikut laporan Arie Syaputra, Ketua Pelaksana yang merekam kegiatan ini untuk Traveling Lampung Post.

Kibar 8 dibagi menjadi dua item, yakni Kebut Wisata Liwa-Bahway dan Kebut Gunung Pesagi. Item pertama merupakan lomba lintas alam yang mengambil trek dari Kota Liwa (Lapangan Merdeka) menuju Pekon Bahway, suatu perkampungan di kaki Gunung Pesagi. Item ini merupakan babak kualifikasi atau pemanasan sebelum lintasan yang sebenarnya (Kebut Gunung Pesagi) dijalani. Namun, dua etape yang dijalani juga tidak kalah menantang.

Sebanyak 83 tim, terdiri dari 16 tim putri dan 67 tim putra berjuang menjadi yang terbaik dalam menaklukkan gunung tertinggi di Lampung dengan ketinggian 2.231 meter di atas permukaan laut (dpl) itu. Mereka adalah para pencinta alam lokal dan dari DKI Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, Yogyakarta, Palembang, dan Baturaja.

Jumat (19-12) pagi, dingin kabut Kota Liwa menyambut peserta. Persiapan adu kebut oleh peserta dan panitia. Pukul 10.00, panitia menggelar pertemuan teknis (technical meeting). Pukul 14.30, acara seremonial dibuka Wakil Bupati Lampung Barat Dimyati Amin. Selain peserta, ratusan warga Kota Liwa merangsek untuk menyaksikan acara.

Sekitar pukul 15.30, bendera start dikibarkan Dimyati Amin menandai penglepasan peserta lomba babak kualifikasi (etape 1, Liwa--Bahway). Tepuk tangan, iringan warga, dan kawalan mobil patroli memeriahkan acara itu. Etape yang baru pertama kali digelar itu dirancang agar peserta tidak langsung berhadapan dengan kehebatan alam, tetapi juga dapat berinteraksi dengan masyarakat Liwa hingga Pekon Bahway.

Pada Kebut Wisata Liwa--Bahway, peserta akan melewati dua pos. Di setiap pos, panitia memberikan tiket untuk menuju pos berikutnya. Panitia setiap pos juga mengecek daftar peralatan yang merupakan bagian kriteria penilaian.

Pada etape ini, Himpala A dari Universitas Nasional Jakarta finis di urutan pertama dengan waktu tempuh 31 menit. Disusul Palamsar I dari SMK Rumbia, Lampung Tengah dengan selisih waktu 2 menit. Di tempat ketiga Mapala Mushroom I dari UTY Yogyakarta. Meskipun demikian, hampir semua peserta finis dengan selisih waktu yang ketat.

Pukul 17.00 peserta bersama sebagian panitia diberangkatkan menuju lokasi Kebut Gunung Pesagi (Pekon Bahway) menggunakan lima truk. Begitu sampai, peserta langsung mendirikan camp (tenda) di area yang sudah disediakan panitia.

Pukul 21.00, technical meeting untuk Kebut Pesagi digelar. Selesai itu, seluruh peserta dibekap malam nan hening berselimut hawa dingin Pekon Bahway.

Sabtu (20-12), pukul 08.00, start Kebut Gunung Pesagi dengan posisi start sesuai dengan hasil finis kualifikasi (Kebut Wisata Liwa--Bahway). Peratin Pekon Bahway mewakili Pemerintah Kabupaten Lampung Barat melepas peserta Kebut Gunung Pesagi. Dan para peserta menunjukkan "sifat" yang sesungguhnya untuk menundukkan medan berat nan indah itu.

Dalam Kebut Gunung Pesagi, peserta melewati delapan pos yang dijaga panitia. Dari garis start, peserta memacu derap menuju pos 2 melewati perkampungan desa Bahway, Sarhum dan Ramuan. Rimbun kebun kopi, jalan tanah, dan aktivitas warga menjadi pemandangan. Membutuhkan waktu sekira satu jam untuk sampai pos 2.

Dari pos 2, trek di hutan heterogen dengan pohon menjulang mulai terasa. Hijaunya lapisan rimba yang membalut Gunung Pesagi dan sejuknya udara yang bebas masih dapat kita jumpai di sini. Medan yang mulai berat membuat jarak antartim makin renggang. Namun, sesampai pos 3, suasana alamiah membuat wajah ceria. Satu sumber air nan jernih dan dingin digunakan para peserta yang singgah di pos 3 untuk melapor.

Selepas pos 3, peserta melewati jalur yang disebut sebagai "penyambungan". Jalur jalan setapak selebar 1 m yang terdiri dari bebatuan dengan sisi kiri-kanan sangat terjal membuat trek ini menantan. Butuh energi ekstra untuk melewatinya. Terlihat pula, alam terbuka akibat kebakaran hutan pada 1997. Di jalur ini juga kita bisa mencium wangi edelweis si bunga abadi.

Beranjak dari pos 4, peserta melewati jalur yang didominasi hutan lumut. Jalur ini merupakan punggung Gunung Pesagi yang relatif landai. Trek ini dipakai peserta untuk adu kebut. Sebab, medan yang landai dan cukup lebar memungkinkan tim saling menyalip.

Di pos 5 (Puncak Gunung Pesagi) yang merupakan dataran berukuran 5 x 7 m�MDSU�2, terdapat tugu dari semen. Belakangan diketahui, tugu itu merupakan batas wilayah kekuasaan Belanda pada zaman penjajahan. Dari posisi ini, pemandangan alam ciptaan Tuhan sangat menawan. Luas dan birunya air Danau Ranau dan tegarnya Gunung Seminung tampak jelas dari sini.

Kebut dilanjutkan menuju pos 6. Peserta melewati jalur yang membutuhkan kesabaran dan kewaspadaan yang tinggi karena jalur ini merupakan turunan yang sangat terjal. Sepanjang jalur ini banyak pohon tumbang yang memaksa peserta merangkak.

Di pos 6 ini, lagi-lagi peserta disuguhkan sebuah pemandangan yang sangat indah, yaitu air terjun Badas Gumpalan yang mengiming-imingi kesegaran luar dalam.

Perjalanan berlanjut ke pos 7 dengan jalur berupa vegetasi hutan heterogen yang relatif landai diiringi dengan licinnya lantai rimba oleh lumut disepanjang jalur. Trek yang harus dilewati berupa jalan setapak (turunan) dengan sisi kanan jurang dengan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi yang merupakan ciri khas hutan Sumatera.

Menuju pos 8 adalah vegetasi yang didominasi hutan rotan. Secara umum keadaan jalur merupakan turunan yang tidak terlalu curam, tetapi membutuhkan kewaspadaan yang tinggi untuk menghindari tajam dan rapatnya duri pohon rotan. Panjang jalur ini kurang lebih 2 km dan membutuhkan waktu 1 jam untuk mencapainya.

Trek untuk menuju pos 9 dijuluki sebagai "Jalur Patah Hati". Jalur ini merupakan turunan terjal dan licin. Sepanjang jalur, vegetasi yang mendominasi adalah pohon-pohon kecil yang acap digunankan untuk berpegangan. Meskipun sulit, gemericik air mengiringi seolah memberi kesegaran baru.

Jalur ini juga merupakan perbatasan antara hutan rimba Gunung Pesagi dengan kebun penduduk. Keluar rimba, peserta disuguhi ladang penduduk yang berpenghuni dengan pondok-pondok mereka yang khas. Sungai-sungai kecil mengular dan beberapa sungai besar dengan air yang sangat jernih membasuh batin.

Dengan sisa energi yang ada, peserta menyegerakan menempuh jalur menuju garis finis yang tinggal selangkah lagi. Pukul 16.38, dengan terpincang-pincang Tim Karmapala dari MAN 1 Liwa berhasil menjadi tim pertama yang melewati garis finis dengan waktu 7 jam 52 menit.

Berselang 15 menit, Tim Himapala dari Universitas Nasional Jakarta menyusul. Mapala Mushroom II dari UTY Yogyakarta yang merupakan juara bertahan tim putra pada Kibar 7, harus puas di posisi ketiga. Juara harapan I diraih Mapala Mushroom I, harapan II jatuh pada Tim Talaseta Universitas Pancasila Jakarta. Juara harapan III direbut Palamsar I dari SMKN 1 Rumbia, Lampung Tengah. Untuk juara favorit tim putra jatuh kepada Satya Triloka III dari Pringsewu.

Sumber: Lampung Post, Minggu, 11 Januari 2009

No comments:

Post a Comment