January 3, 2009

[Traveling] Menjejak Jalur Aulia di Puncak Gunung Betung

SUATU perjalanan bertema jejak spiritual napak tilas ke makam penyebar agama Islam di Lampung dilaksanakan jemaah Majelis Tolabul Ilmi Al Hanif, Sukarame II, Telukbetung, Minggu (28-12) lalu. Mereka menempuh perjalanan selama delapan jam menuju puncak Gunung Betung yang berada di perbatasan Bandar Lampung-Pesawaran itu.

Tahun baru Hijriah mempunyai makna sangat besar bagi umat Islam. Tahun yang ditandai dengan hijrahnya (berpindah) Nabi Muhammad saw. dari Mekah ke Madinah itu dinilai sebagai tonggak perubahan peradaban dari jahiliah (sesat) kepada keimanan. Maka, banyak umat Islam yang menandai momen pergantian tahun, yakni memasuki tanggal 1 Muharam dengan berbagai kegiatan.

Majelis Tolabul Ilmi Al Hanif, misalnya, mengambil momen ini untuk melakukan muhasabah dengan mengingat para ulama yang telah mengenalkan Islam kepada umat. Ada yang istimewa pada pergantian tahun 1429 ke 1430 ini bagi jemaah Al Hanif. Yakni, mereka melakukan ziarah ke tujuh makam yang dikenal sebagai aulia atau pengajar agama Islam di wilayah sekitar Bandar Lampung dan Pesawaran. Perjalanan mereka menjadi menarik karena letak tujuh makam itu berada di puncak Gunung Betung.

Salah satu anggota tim, Sugito, menceritakan perjalanan jejak aulia ke tempat yang disebut Bukit Keramat Buluh Perindu itu diikuti 253 jemaah dibagi menjadi 26 regu. Lokasi ini dapat dijangkau dari sisi barat melalui Desa Wiyono, Kecamatan Gedongtataan, Pesawaran, dan dari sisi timur, dari kawasan Batu Putu, Bandar Lampung. Rombongan ekspedisi ini memilih rute Batu Putu yang dinilai lebih ringan medannya.

Bendera start dikibarkan pukul 05.45. Diawali dengan lintasan jalan aspal yang mulus dan nyaman, selanjutnya menembus jalan onderlaag dan jalan tanah selepas Taman Wisata Batu Putu. Di kawasan ini, suasana perdesaan nan terbelakang mulai terasa. Ini ditandai dengan rumah-rumah penduduk yang sederhana, jalan tanah, dan tidak terlihat jaringan listrik. Hanya kabel-kabel sederhana yang tersampir di tonggak-tonggak bambu yang menghubungkan rumah-rumah sederhana itu. Kabel itu adalah saluran listrik generator set (genset) milik salah satu warga yang cukup mampu. Ya, warga mengandalkan penerangan rumah dengan mesin generator dan lampu minyak tanah. Padahal, kawasan itu merupakan kampung cukup tua.

Meskipun sudah cukup jauh, seunit bangunan terlihat cukup megah di tengah tanah lapang. Yakni, bangunan bertajuk Sekolah Dasar Negeri Sinar Mulya Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran. Tempat ini kemudian dijadikan sebagai posko pertama perjalanan jemaah.

Di posko pertama inilah seluruh anggota berkumpul kembali untuk memeriksa sekali lagi perlengkapan pendakian. Ketua rombongan H. Suhaimi Yusuf yang juga pengasuh MTI Al Hanif memberikan perbekalan materi. Tak begitu lama, rombongan mulai merangsek rerimbunan kebun, menaiki jalan menanjak, menembus belukar, dan mendaki bukit.

Tak jauh dari posko, tim memasuki memasuki daerah perbukitan. Sepanjang jalan hanyalah perkebunan kopi milik warga. Sesekali ada terlihat pohon yang tidak begitu besar. Padahal daerah ini merupakan kawasan hutan lindung yang semestinya tumbuh pohon-pohon besar yang mampu menahan erosi.

Kepastian bahwa daerah ini merupakan wilayah hutan lindung yaitu dengan adanya sisa-sisa pohon sonokeling jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Seunit papan nama bertulisan peringatan dan larangan menebang pohon dari Departemen Kehutanan yang kami jumpai saat memasuki perbukitan tak jauh dari posko pertama.

Tak terasa satu jam sudah perjalanan, waktunya istirahat sambil menunggu rekan-rekan yang ada di belakang. Lima belas menit kemudian, perjalanan dilanjutkan. Pada etape inilah perjalanan mulai terasa berat. Selain jalan yang mulai menanjak cukup tinggi, beban bawaan yang cukup banyak, mulai dari peralatan tenda, stok makanan, dan air minum. Sebab, informasi yang ada menyatakan di puncak Gunung Betung sulit untuk mendapatkan air.

Sepanjang perjalanan suasana cukup ceria dengan berbagai perbincangan. Namun, mengingat ini adalah salah satu bentuk wisata religi, fokus mengingat dan menyebut asma Allah dalam hati menjadi warna lain dari seluruh rangkaian perjalanan.

Selepas perkebunan kopi, perladangan warga yang membentuk umbulan (ngumbul) terlewati. Para petani menjadikan lahan ini sebagai tempat bercocok tanam padi darat/gogo. Beberapa gubuk bertakhta di lereng-lereng yang cukup tajam. Dari lokasi ini, penunjuk arah menyatakan perjalan berikutnya merupakan etape ketiga yang relatif lebih menantang.

Pada etape ketiga, perjalanan mendaki gunung yang sesungguhnya. Jalan setapak, lembab, licin dan terjal, serta banyaknya binatang pengisab darah, lintah dan pacet. Di hadapan, sudah menjulang tinggi lereng bukit Gunung Betung dengan kemiringan kurang lebih 85 derajat seperti menghentikan langkah. Namun, suhu udara sekitar 19 derajat Celsius dan suasana ramai dan menantang membuat pendakian begitu menyenangkan.

Bertumpu pada tongkat yang dibawa serta berpegangan pada batang pohon kecil yang ada di sekitar jalan, tim merambat naik. Tak sedikit yang terperosok karena licin dan sulit mencari pijakan kaki. Ucapan asma Allah terus bergelayut, baik yang sir (dalam hati) maupun yang disuarakan. Bentangan jurang curam mendecakkan mulut dan hati untuk senantiasa menyenandungkan doa kepada Allah swt.

Di bawah pohon besar dan rindang dengan tiupan sepoi-sepoi angin pegunungan yang sejuk tim beristirahat untuk makan siang.

Setengah jam beristirahat, tim melanjutkan kembali untuk menempuh etape ke empat yang kurang lebih memakan waktu satu setengah jam untuk sampai pada puncak gunung betung. Yakni, tempat bersemayamnya para aulia Allah atau dikenal dengan nama Bukit Puluh Perindu sebagai akhir dari etape perjalanan.

Pukul 14.00 siang seluruh rombongan sampai di tempat. Kemudian seluruh peserta bahu-membahu mendirikan tenda, ada sebagian memasak air panas untuk membuat kopi dan lainnya. Kami pun beristirahat sampai menjelang magrib. Setelah makan malam dan solat isya, di tengah terpaan angin kencang disertai suara gumuruh angin menerpa ranting pepohonan, dengan menggunakan mantel jas hujan kami mengelar zikir dan doa bersama sambil menunggu bergantinya tahun Hijriah 1429 ke 1430.

Doa kami kepada Allah swt. agar perjuangan para aulia Allah bermanfaat bagi kami dan seluruh umat Islam. Kami pun berharap rida Allah swt. agar karamah serta hidayah yang telah diberikan kepada para aulia Allah tersebut, dapat juga diberikan kepada kami semua.

H. Suhaimi Yusuf, pembina Al Hanif yang juga salah satu pewaris wilayah Gunung Betung, berkisah tentang keberadaan para aulia yang dimakamkan di puncak gunung itu. Ia mengatakan Bukit Keramat tersebut sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Keterangan itu ia dapatkan berdasarkan keterangan Datuk Muhammad Isa yang pernah bertapa di lokasi itu.

Ia mengatakan belum banyak yang mengetahui keberadaan makam orang alim itu di puncak Gunung Betung. Masyarakat di Lampung umumnya mengetahui para aulia itu berada di Pulau Jawa. Padahal di Lampung cukup banyak para aulia Allah. Mereka memilih mengungsi ke pegunungan untuk menghindari perburuan dari kaum penjajah. Pada saat penjajahan Belanda mereka dikejar-kejar dan dibunuh.

Agar dapat terus menyampaikan ajaran Islam, para aulia ini memutuskan untuk bersembunyi. Dan tempat itu salah satunya di puncak Gunung Betung. Di sini bersemayam para aulia Allah, di antaranya Kiai Sultan Alamsyah, Batin Panji, Dalom Kesuma Ratu, Raden Jaya Kesuma Ratu, Pangeran Jaya Sakti, dan Pangeran Jaya Sampurna.

Prosesi peringatan tahun baru Hijriah di lokasi ini usai. Keesokan harinya pukul 07.00, tim meninggalkan lokasi. Perjalan pulang sama sulitnya. Namun, semua berjalan lancar hingga pukul 13.00 tiba di rumah.

Perjalanan menuju puncak Gunung Betung memang mengundang banyak kisah. n M-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 4 Januari 2009

4 comments:

  1. Alhamdulillah semoga ke depannya tempat2 wisata Religi di Lampung makin ramai di kunjungi dan mendapat publikasi yang lebih baik lagi agar dakwah Islamiyah terus hidup di Bumi Lampung.

    ReplyDelete
  2. Subhanallah semoga bisa selalu di liput setiap kegiatan MTI Al hanif di majelis ini saya mengenal Islam yang sejati bukan islam abal abal ...

    ReplyDelete
  3. Barakallah...semoga segala bentuk ibadah jama'ah tolabul 'ilmi Al Hanif selalu diridhoi oleh Allah SWT dan selalu mendapat keberkahan dunia dan akhirat... Aamiin... lanjutkan

    ReplyDelete