KEBERANIAN Lampung Ekspres untuk menggelar kegiatan budaya yang bertumpu pada khazanah budaya tradisional harus mendapat apresiasi. Sebab, mestinya antara budaya tradisional dan modern dapat berjalan seiring layaknya rel kereta api; mengarungi cakrawala pemikiran tanpa sekat. Dalam kenyataannya, saat ini kesenian tradisional lebih banyak bergerak di ranah sunyi.
SELINGKUH KATA #3. Harian Lampung Ekspres menggelar Selingkuh Kata #3 di Rumah Wali Kota Bandar Lampung, Rabu (15/7) malam. Tampil dalam acara ini penyair Udo Z. Karzi dan musik cetik yang dikolaborasikan dengan musik modern pimpinan Entus Alrahfi. (LAMPUNG POST/M. REZA)
Ketua Harian Dewan Kesenian Lampung (DKL) Syaiful Irba Tanpaka mengatakan hal itu dalam gelaran budaya Selingkuh Kata #3: Khazanah Budaya Lampung dalam Sastra dan Musik di Rumah Dinas Wali Kota Bandar Lampung, Rabu (15/7) malam.
Kegiatan tersebut diisi dengan pembacaan puisi Udo Z. Karzi yang terangkum dalam antologi Mak Dawah Mak Dibingi dan pagelaran musik etnik Lampung cetik (gamolan peghing) yang dikolaborasi dengan musik modern pimpinan Entus Alrahfi.
"Kamauan Pak Wali Kota menyediakan rumah dinasnya sebagai rumah rakyat dan mau memfasilitasi gelaran budaya juga harus diapresiasi," kata Syaiful.
Pemimpin Redaksi Lampung Ekspres HM Harun Muda Indrajaya mengatakann, sudah menjadi komitmen Lampung Ekspres untuk terus menggali dan mendorong berkembangnya karya-karya seni Lampung. Dalam kesempatan itu Buya Harun membacakan puisi berjudul Mak Dawah Mak Dibingi.
Wali Kota Bandar Lampung Eddy Sutrisno mengaku agak kesulitan ketika berhadapan dengan pemaku seni, terutama seni tradisional. Keinginan untuk mengenalkan adat budaya Lampung, baik Saibatin maupun Pepadun melalui patung yang ditampilkan di taman-taman, ternyata mendapat kritik tajam. "Padahal saya hanya ingin agar seluruh masyarakat Lampung dan siapa saja yang datang ke Lampung mengenal budaya Lampung. Meski baru sebatas pakaian adatnya seperti yang ditampilkan dalam patung pengantin adat itu," ujarnya.
Gelaran Selingkuh Kata yang dikomandani Y. Wibowo makan hidup saat bedah buku Mak Dawah Mak Dibingi dan apresiasi musik cetik. "Saat ini, karya-karya seni yang mengambil warna lokal cenderung lebih bisa diterima. Dalam berbagai lomba, pemenangnya kebanyakan karya yang bertema budaya lokal," papar Udo Z. Karzi optimis.
Sumber: Lampung Ekspres, Kamis, 16 Juli 2009
No comments:
Post a Comment