August 1, 2010

[Perjalanan] 'Membesuk' Anak Krakatau sedang 'Batuk'

AGENDA tahunan dalam Festival Krakatau adalah Krakatau Tour, yakni perjalanan laut mendekati kawasan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda. Untuk Festival Krakatau ke-20 tahun ini, perjalanan dilaksanakan pada Sabtu (31-7) pekan lalu. Wartawan Lampung Post Iyar Jarkasih ikut dalam rombongan itu.

Gunung Anak Krakatau (LAMPUNG POST/IYAR JARKASIH)

Perjalanan melelahkan sekitar tiga jam di dalam bus dari Bandar Lampung plus tiga jam di atas Kapal Motor Musthika Kencana seketika terobati ketika kami dihadapkan pada sebuah gunung yang letaknya dikelilingi lautan lepas. Panorama alam pegunungan di sekelilingnya yang hijau serta deburan ombak berwarna biru mengilap adalah spektakulasi yang memukau. Otak yang semula jenuh kontan girap-girap kembali.

Perahu-Perahu nelayan di sekitar Kepulauan Krakatau menyambut kedatangan rombongan Festival Krakatau Tour XX. (LAMPUNG POST/IYAR JARKASIH)


Dari atas gunung tersebut meluncur kepulan asap dengan tingkat ketebalan yang bervariasi, terkadang kecil atau sedikit. Namun, tidak jarang asap tersebut seperti mengepul tebal. Tercatat, satu kali terdengar letusan dengan kuantitas yang kecil dari gunung ini saat kami berada di lokasi tersebut. Perjalanan ini adalah salah satu event dalam Festival Krakatau 2010 bertajuk Tur Krakatau.

Duta besar dan perwakilan negara-negara sahabat sedang mengabadikan kebersamaan di atas Kapal Motor Musthika Kencana. (LAMPUNG POST/IYAR JARKASIH)

Itulah keunikan Gunung Anak Krakatau (GAK). Pesona gunung yang muncul pada 1927 akibat letusan Gunung Krakatau pada 1883 ini bukan saja menawarkan objek wisata pegunungan, melainkan juga keindahan potensi alam lainnya, seperti keindahan laut yang ada di sekelilingnya. Bahkan, konon, wahana lain yang bisa ditemui di tempat wisata ini sangat beraneka ragam, mulai dari menyelam (diving) dengan pemandangan taman laut di dalamnya, memancing, hingga menjumpai habitat hewan langka jenis ikan, seperti lumba-lumba, penyu hijau, dan blue merlin. Jika Anda punya nyali, mendaki puncak Anak Krakatau juga kadang terselenggara.

Penerbang olahraga paralayang mewarnai kunjungan Festival Krakatau Tour XX di Gunung Anak Krakatau. (LAMPUNG POST/IYAR JARKASIH)

Namun, untuk mendaki GAK, diperlukan izin khusus yang dikeluarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang berwenang. Pasalnya, GAK sering menunjukkan aktivitas yang diduga berbahaya dan bukan tidak mungkin mengancam keamanan para pengunjung.

Dari sekian banyak potensi wahana yang tersaji di GAK dan sekitarnya, kami terpaksa dibuat �gigit jari� karena tidak bisa dan tidak sempat untuk menginjak bibir pantai di kaki GAK. Sebabnya, kapal motor yang kami tumpangi kesulitan untuk lebih mendekatkan jarak.

Pertama kali tiba di lokasi GAK, kami disajikan sambutan bernuansa kultur dan tradisi berupa hamparan perahu-perahu nelayan. Kemeriahan sambutan yang ditunjukkan perahu-perahu tersebut seakan menjadi pelipur lara sekaligus melepas kelelahan yang mendera selama perjalanan. Perahu sederhana yang ditumpangi sekitar sepuluh orang tersebut begitu terlihat khas. Kemudian, ditambah dengan lambaian tangan dari penumpang perahu tersebut yang seraya bernyanyi, mengucapkan selamat datang kepada kami. Situasi saat itu benar-benar membuat kami sebagai "tamu asing" yang disambut dengan kemeriahan ala kepulauan krakatau.

Tidak hanya sambutan perahu-perahu nelayan, kami juga disajikan pemandangan yang cukup meningkatkan adrenalin, yakni pertunjukan paralayang yang terus-menerus berputar dan menunjukkan kebolehannya di atas udara. Para penerjun yang menggunakan parasut bermesin itu seolah tidak mempunyai rasa takut akan kemungkinan letusan gunung yang dikenal paling aktif di dunia itu.

Satu wahana atau pemandangan lainnya yang bisa ditemui di lokasi objek wisata GAK yakni banyaknya ikan langka yang terlihat berlompatan di tengah laut, seperti lumba-lumba. Tidak heran, pemandangan yang satu ini juga mampu menyedot rasa keingintahuan hampir seluruh peserta Tur Krakatau XX yang menumpang di atas Kapal Motor Musthika Kencana, termasuk para duta besar dan perwakilan dari negara-negara sahabat yang turut serta dalam acara tersebut.

"I like it so much. This is very wonderful," ujar Juan Alvarez Vita, Duta Besar Peru.

Juan mengaku sangat mengagumi keindahan wisata alam di Krakatau karena memiliki sajian panorama alam yang indah, juga karena keunikan tersendiri Gunung Anak Krakatau yang letaknya berada di tengah-tengah laut.

Wakil Duta Besar Portugal, Pedro Cuelho, juga tidak ingin ketinggalan untuk memberikan pujian terhadap keindahan wisata GAK. Menurut Pedro, GAK merupakan salah satu objek wisata yang unik dan menakjubkan.

"Objek wisata ini benar-benar mengagumkan. Tidak banyak negara yang memiliki objek wisata seperti ini," kata dia.

Ia juga menyarankan, keberadaan Gunung Anak Krakatau yang dinilai memiliki potensi besar untuk mendatangkan wisatawan, perlu dipromosikan dalam skala internasional sehingga dapat diketahui secara lebih luas. "Sangat disayangkan jika Gunung Anak Krakatau yang memiliki potensi wisata sangat besar seperti ini tidak dipromosikan secara optimal," ujarnya.

Untuk berlibur atau mengunjungi objek wisata Gunung Anak Krakatau, bagi Anda yang tinggal di Lampung, dari Terminal Rajabasa Anda bisa menumpang bus jurusan Bakauheni. Perjalanan dari Terminal Rajabasa menuju Kalianda sekitar satu jam lebih. Bagi Anda yang berangkat dari Bakauheni, Anda membutuhkan waktu sekitar 50 menit, lalu dilanjutkan dengan menumpang angkutan umum menuju Desa Canti. Dari dermaga yang sudah ada di Desa Canti, Anda bisa memanfaatkan kapal motor atau kapal cepat dengan cara menyewa angkutan laut tersebut menuju ke Gunung Anak Krakatau.

Sekitar setengah jam melihat pemandangan dari jarak sekitar 200 meter dari kaki GAK, setelah mengabadikan gambar melalui jepretan foto-foto, rombongan Krakatau Tour XX meninggalkan lokasi. Tur juga diikuti oleh 16 duta besar dan perwakilan dari dari negara-negara sahabat, seperti Yunani, Brunei Darussalam, Filipina, Somalia, Belgia, Portugal, Rumania, Singapura, Peru, Seychelles, Polandia, Yaman, Libia, Arab Saudi, Argentina, dan Kuba.

Kapal tidak langsung kembali ke Bakauheni, tetapi bertolak menuju pelabuhan Merak, Banten, dan tiba sekitar pukul 19.00.

Setelah mengantar para utusan negara-negara tersebut, rombongan pun kembali berangkat menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung, dan tiba sekitar pukul 22.00. (IYAR JARKASIH/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 1 Agustus 2010

No comments:

Post a Comment