Oleh
Kuswinarto
DARI sekian banyak jumlah tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia di Hong Kong yang antusias menggeluti dunia kepenulisan, tiga di antaranya berasal dari Lampung, yakni Nining Indarti, Liza Liztyanna (Haruka Azary), dan Ida Raihan.
Ida Raihan, yang menggeluti dunia kepenulisan baru setelah bergabung dengan Forum Lingkar Pena (FLP) Hong Kong pada 2007, sejauh ini paling produktif dibanding Nining Indarti dan Liza Liztyanna. Liza Liztyanna masih terus berproses, tetapi Nining Indarti sudah tidak terdengar beritanya.
Hingga Oktober 2012, sudah ada 12 buku (sastra dan nonsastra) yang memuat karya Ida Raihan. Satu di antaranya adalah karya tunggalnya, yakni novel Cintaku di Negeri Jackie Chan (2012).
Sebelas buku lainnya adalah kumpulan novelet Aura Biru Langit Hongkong (2010), Emak2 Fesbuker Mencari Cinta (2010), CrazMo (2010), kumpulan cerpen Penjajah di Rumahku (2010), TKW Menulis (2010), Cinta Monyet Never Forget (2010), Masihkah Kau Mencintaiku (2010), Surat Berdarah untuk Presiden (2010), Menggapai Mimpi (2010), Mengejar Jodoh (2011), dan antologi puisi Serpihan Keping Kehidupan (2012).
Karya-karya Ida Raihan berupa cerita bersambung, cerpen, puisi, kisah sejati, dan artikel juga menghiasi media massa berbahasa Indonesia di Hong Kong dan Taiwan.
Dia juga berprestasi di ajang lomba kepenulisan. Sebuah cerpennya juara dua lomba menulis cerpen yang diadakan oleh Alif Al-Khairiyah Study dan Pro U Media. Sebuah esainya meraih juara harapan dalam lomba menulis esai yang diselenggarakan oleh FLP Hong Kong.
Saat berbincang dengan saya belum lama ini, Ida mengabarkan bahwa saat ini dirinya sedang berusaha menyelesaikan sebuah novel dan sebuah kisah mirip memoar.
Islami
Ida Raihan lahir pada 13 Juni 1982 di Desa Malamandar, Kecamatan Sangunratu, Lampung Tengah, tetapi dibesarkan di Desa Pagarjaya, Kecamatan Lambukibang, Tulangbawang, Lampung Utara.
Anak ke-3 dari 8 bersaudara dari pasangan Kardiman (ayah) dan Suwarti (ibu) ini menjadi TKW di Hong Kong selama 6 tahun. Ia berangkat ke Hong Kong pada April 2004 dan kembali ke Indonesia pada Oktober 2010. Kini, ia bekerja di Jakarta, tetapi keluarganya tetap di Lampung.
Di dalam keluarga sederhana?orang tuanya tergolong keluarga tidak mampu dan punya anak banyak?Ida sejak kecil dididik orang tuanya dalam kehidupan yang taat kepada agamanya, Islam. Dulu ada pemberontakan batin pada Ida karena sikap ketat orang tuanya. Namun, belakangan Ida mengaku bersyukur dan berterima kasih kepada orang tuanya yang mendidiknya secara Islami.
Didikan orang tua itu sangat mewarnai padangan dan pilihan jalan hidup Ida. Selain memperjuangkan masa depan dirinya, kepergiannya dulu ke Hong Kong sebagai TKW pun dimaksudkan sebagai bakti kepada orang tuanya.
Di Hong Kong, waktu-waktu di luar pekerjaan pun dihabiskan dengan berbagai aktivitas yang berwarna Islam. Dia bergabung dengan beberapa organisasi. Mula-mula ia bergabung dengan Majelis Muslimah Mei Foo di Kowloon. Lalu, ia pun bergabung dengan Ulil Albab?organisasi yang bertujuan menyatukan organisasi TKW. Ida juga menjadi volunteer di Dompet Dhuafa Hong Kong.
Semangat untuk berdakwah sangat kuat pada diri Ida Raihan. Lewat organisasi yang sudah dimasuki, ia hanya bisa berdakwah secara lisan dan itu bagi Ida belum lengkap. Ia bertekad untuk bisa juga berdakwah lewat tulisan. Karena itu, ia bergabung FLP Hong Kong. Tak hanya itu. Ia juga bergabung dengan sebuah tabloid berbahasa Indonesia di Hong Kong sebagai kontributor.
Hari-hari Ida di Hong Kong dengan demikian menjadi sangat padat. Itu masih ditambah dengan berbagai kajian keislaman yang dia ikuti secara online untuk meningkatkan wawasan keislaman.
Fokus Menulis
Dunia kepenulisan sangat penting bagi Ida Raihan. ?Ida ingin tetap fokus untuk menulis. Dan tetap eksis sebagai Ida Raihan yang penulis, membagikan ide kepada masyarakat,? ujar Ida Raihan kepada saya suatu ketika.
Jika setelah pulang dari Hong Kong ia lebih memilih bertahan di Jakarta. Di sana ia merasa lebih mudah berinteraksi dengan komunitas penulis. Kalau pulang ke desanya di Lampung Utara, Ida tidak yakin bisa tetap menulis. ?Di kampung saya itu internet juga sulit. Bisa-bisa tulis-menulis Ida berhenti total dah!? ujarnya.
Karakter Islam
Secara kualitas, karya-karya Ida Raihan memperlihatkan kemajuan demi kemajuan. Cerpennya yang terbit di luar negeri, seperti Ketika Rasa itu Hadir (Berita Indonesia, 2009), Lorong MTR (Holiday, 2009), dan Buah Keegoisan (Apakabar, 2009) memperlihatkan teknik bercerita yang cukup matang.
Karakter Islam sangat kuat dalam karya-karya sastra yang dihasilkan Ida, terutama dalam novel Cintaku di Negeri Jackie Chan. Antara lain lewat tokoh utama Azura?tokoh ini ?potret? penulisnya (menurut pengakuan Ida Raihan kepada saya), dapat diselami pandangan-pandangan Islami tentang poligami, jodoh, pernikahan, pacaran, dan calon suami/istri yang ideal. Juga tentang janji, Amrozi dkk., dan konflik Israel-Palestina.
Dalam novel yang juga memperlihatkan betapa besarnya rasa cinta Ida terhadap Tanah Airnya?Indonesia?ini, Ida Raihan juga memberi sanggahan terhadap beberapa hal, di antaranya terhadap orang-orang yang memandang TKW itu rendah dan hina. Ida juga menyanggah pendapat bahwa menjadi TKW itu haram karena keluar rumah tanpa mahram. Hal lain yang disanggah Ida dalam novel ini, misalnya pendapat bahwa muslim(mah) tidak seharusnya bekerja pada nonmuslim.
Sanggahan-sanggahan ini menjadi semacam esai yang cukup menarik dan mencerahkan karena juga didukung dengan referansi dari dunia ke-Islaman.
Karya-karya Ida Raihan bernilai didaktik-religius. Secara sadar, Ida memang menulis dengan arah yang jelas. Dalam buku TKW Menulis (Leutika, 2010) yang ditulisnya bersama Bayu Insani, (mantan) TKW Hong Kong asal Kebumen, Jawa Tengah, Ida Raihan antara lain menulis, ?Saya mempunyai tujuan dengan terjun ke dunia tulis-menulis, sesuai sabda Nabi, ?Sampaikanlah walau satu ayat.? Berpegang dari hadis tersebut, saya ingin menyampaikan kepada khalayak ramai tentang apa yang mampu saya lakukan, apa yang saya punya, dan apa yang saya dapat, melalui tulisan. Juga, berbagi kisah, berbagi cerita, berbagi bahagia, dan sebisa mungkin menebar hikmah. Semoga. (hlm. 159).?
Di bagian lain buku itu, Ida Raihan menulis, ?Saya ingin bisa mengajak teman-teman menuju kebaikan. Saya ingin berdakwah melalui tulisan. Saya ingin menghibur dengan tulisan. Saya ingin ada yang bermanfaat bagi pembaca dari tulisan-tulisan saya. Intinya adalah pembaca tercerahkan dengan apa yang telah saya goreskan pada lembar-lembar kertas yang masih sangat terbatas ini (hlm. 163). Saya ingin menulis. Saya ingin berdakwah lewat tulisan (hlm. 169).?
Bukan main semangat juang perempuan muda ini, yang setelah ditilik pendidikan formalnya, ternyata hanya tamat sekolah dasar.
Kuswinarto, esais, tinggal di Kediri, Jawa Timur
Sumber:
Lampung Post, Minggu, 4 November 2012