September 8, 2010

Jejak Islam di Lampung (28): Akulturasi Islam-Tradisi Lokal

SELAIN situs berupa masjid dan makam para penyebar agama Islam, jejak Islam di Lampung bisa ditelusuri lewat budaya. Lampung Post yang menggelar diskusi menjelang Ramadan bersama ulama dan akademisi, mendapatkan benang merah keterkaitan agama ini dengan budaya lokal.

"Hampir tidak ada peristiwa adat Lampung yang tidak berbau Islam. Mulai dari perkawinan, kelahiran, hingga kematian, napas-napas Islam selalu mewarnai peristiwa ini," kata Khairuddin Tahmid, dosen IAIN Raden Intan Lampung pada diskusi menjelang Ramadan, beberapa waktu lalu.

Menurut mantan Ketua NU Lampung itu, Islam adalah agama yang universal, mampu menembus batas waktu dan sangat sering bertemu dengan tradisi lokal yang berbeda-beda. Itulah sebabnya, wajah Islam berbeda dari daerah satu dengan daerah lainnya saat bertemu tradisi lokal tersebut.

Wajah Islam yang berbeda saat bertemu tradisi lokal itu bisa terlihat pada cara berpakaian, seni bangunan suatu daerah, kesastraan dan musik tradisi setempat. Sedangkan keuniversalan Islam adalah ajaran tentang tauhid (keesaan Tuhan). Semua orang dan mereka yang menggenggam erat tradisi lokalnya sama-sama mengakui keesaan Allah swt.

Di Lampung, misalnya, Islam yang masuk lewat tradisi lokal juga mampu memengaruhi kesenian tradisional daerah ini. Di daerah Lampung pesisir, misalnya, napas-napas keislaman sangat terasa dalam seni tradisional musik butabuh atau hadrah. Syair lagu hadrah adalah dari kitab Barzanji berisi pujian kepada rasul dan zikir-zikir mengagungkan kebesaran Allah swt. Syair lagu ini diiringi dengan alat musik berupa terbangan (rebana, yang biasa dipakai pada lagu kasidahan) dan kerenceng.

Hadrah dan zikir ini sering kita jumpai saat pesta adat atau nayuh yang dilantunkan malam hari menjelang pelaksanaan pesta atau begawi. Para pelantun biasanya orang tua atau mereka yang sudah berumur.

Dalam adat perkawinan juga dikenal dengan istilah ngarak maju, yaitu arak-arakan pengantin yang dilakukan di tempat pengantin pria sebagai pertanda si pria telah resmi menikahi si wanita. Dalam tradisi ngarak, unsur yang terpengaruh Islam adalah penggunaan alat musik rebana sebagai alat musik pengiring dan pelantunan salawat nabi serta syair-syair Arab yang dikenal dengan zikir lama dan zikir baru, yang isinya syair-syair Barzanji.

Adapula peraturan bujang gadis yang dikenal dengan istilah cempaka khua belas yang mengatur tentang pergaulan bujang gadis dan siapa yang melanggar aturan adat tersebut akan dikenakan sanksi. Dalam tata cara pergaulan bujang gadis ini juga terasa benar pengaruh hukum Islam, seperti hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim, aturan kesopanan dan kesusilaan dan cara-cara hidup bermasyarakat lainnya.

Pengaruh Islam lainnya dalam kesenian tradisional Lampung adalah acara betamat. Yaitu membaca ayat-ayat suci Alquran di acara khitanan dan perkawinan. Biasanya dibaca malam hari. Dalam acara ini juga ada peristiwa mengarak anak yang dikhitan dari tempat guru ngaji.

Ketika terjadi musibah seperti ada kerabat atau tetangga dan saudara meninggal dunia, pengaruh Islam juga dominan. Acara khatam Alquran, yaitu membaca ayat-ayat Alquran selama tujuh hari selain acara tahlilan akan terdengar di tempat ini.

Itulah realitas agama Islam di Indonesia. Ketika berhubungan dengan suatu komunitas akan terlihat selalu unik, karena adanya akulturasi dengan budaya lokal. (ALHUDA MUHAJIRIN/U-3)

Sumber: Lampung Post, Rabu, 8 September 2010

No comments:

Post a Comment