November 10, 2010

“Saya Siap Pakai Kain Tapis”

MUTIA dibesarkan dalam keluarga yang berkecimpung di bidang kesehatan. Ayahnya, Wirman, seorang dokter, yang kini menjabat Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Ibunya, Azlawati, juga bertugas sebagai tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoel Moeloek, Bandar Lampung. Mahasiswi semester tujuh Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi ini merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Adiknya yaitu M Ari Yunanda dan Ani Putri.

Meskipun menekuni ilmu kedokteran, Mutia berkonsentrasi dengan dunia pariwisata. Ia tidak saja mengenal baik berbagai objek wisata Lampung, budaya, dan adat istiadatnya, tetapi juga bisa memainkan sejumlah tarian khas dari Lampung.

Untuk wisata kuliner, bagi Mutia yang kerap disapa Muti itu, Bandar Lampung memiliki hal masakan dan panganan menarik selain objek wisata alam dan budayanya. Misalnya, aneka makanan yang khas dan enak seperti seruit, pindang ikan, keripik pisang, keripik singkong, lempok, dan manisan.

Ia mencontohkan apa yang dilakukan di Bali. Pemerintah beserta masyarakat Bali berhasil mengembangkan sejumlah spa yang kini menjadi incaran para turis luar negeri. Padahal, dulu, jika ke Bali, orang hanya ingin melihat keindahan pantai dan kekayaan budayanya saja. ‘Tapi kini banyak turis asing ke Bali untuk menikmati spanya, yang bahkan disebut-sebut terbaik di dunia,” ungkapnya.

Bahkan, ia berjanji akan mengenakan pakaian khas Lampung, seperti batik sebagi, tapis, dan sulaman usus, ketika berkunjung ke daerah lain di Indonesia ataupun mancanegara. “Saya akan berusaha selalu menggunakan ciri khas Lampung seperti batik, bukan saja dalam hal pakaian, tetapi juga penggunaan aksesori tambahan seperti syal,” kata dia.

Ia juga mengajak seluruh masyarakat Lampung agar mencintai produk dan ciri khas Lampung. Sebab, untuk mengenalkan semua potensi yang ada perlu peran serta dari berbagai pihak, terutama dari masyarakat. “Pokoknya, jangan malu untuk menggunakan produk khas Lampung,” katanya mengimbau.

Selain itu, ia juga akan ke Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengajukan kain tapis Lampung menjadi warisan budaya dunia ke UNESCO. Hingga kini, ujar Mutia, belum ada warisan budaya Lampung yang diajukan ke UNESCO agar ditetapkan menjadi warisan budaya dunia. Padahal, Lampung memiliki warisan budaya yang demikian beragam.

Bahkan, daerah ini merupakan satu dari sedikit suku di Indonesia yang memiliki budaya tulisan. Namun, selama ini hal itu kurang begitu dikenal karena minimnya promosi dan kurangnya apresiasi masyarakat pendukung budaya tersebut. “Untuk mengembangkan potensi wisata di Lampung harus ada kesadaran yang tinggi dari masyarakat,” ujar Mutia. (dat)

Sumber: Sinar Harapan, Rabu, 10 November 2010

No comments:

Post a Comment