November 25, 2010

Dewan Kesenian Provinsi Sepakat Bentuk DK Indonesia

Bandarlampung (ANTARA News) - Para pengurus dewan kesenian (DK) provinsi yang hadir pada silaturahmi DK di Provinsi Lampung menyepakati terbentuknya Dewan Kesenian Indonesia.

Pada pertemuan di salah satu hotel di Bandarlampung, Kamis, pembicara yakni Ketua DK Kepulauan Riau Husnizar Hood dan Ketua Umum Listibya Bali I Gusti Putu Rai Andayana, sepakat silaturahmi tersebut melahirkan kelompok kerja untuk menggagas pertemuan lebih besar lagi di Provinsi Kepri.

Kelompok kerja (pokja) juga bertugas menyusun teknis tugas-tugas dan fungsi DK Indonesia, termasuk payung hukumnya.

"Diharapkan pertemuan di Kepri, rumahnya sudah terbentuk. Sehingga langkah berikutnya adalah mencari orang-orang yang akan mengisi DK Indonesia tersebut," kata Husnizar Hood.

I Gusti Putu Rai Andayana pun menyepakati, dan dia menganggap bahwa DK Indonesia sangat penting, untuk mengkoordinasikan antar-DK se-Indonesia.

"Kalau selama ini DK di provinsi seakan berinduk kepada DKJ, sementara tugas DKJ hanya lingkup Provinsi Jakarta sehingga menjadi beban," ujar dia.

Namun, gagasan Pokja itu dipertanyakan Muhaimin dari DK Sumatera Selatan. Alasannya, pokja atau tim formatur yang ada untuk melahirkan DK Indonesia tidak berjalan.

Jadi, lanjut dia, kalau hanya melahirkan pokja lagi berarti hanya jalan di tempat.

"Karena itu, usul saya di sini kita bentuk pokja untuk merancang apa dan bagaimana tugas dan fungsi DK Indonesia. Selain itu, merumuskan hukum bagi keberadaan DK Indonesia," ujar dia.

Dengan adanya rumusan fungsi dan tanggung jawab DK Indonesia, lanjut Muhaimin, diharapkan "kita" tidak sedang mencetak birokrat-birokrat kesenian.

"Artinya, kita harus punya prinsip. Sehingga kalau pun ada kekuatan politik yang hendak memanfaatkan keberadan DK Indonesia, kita punya sikap untuk menolaknya," ujar dia.

Panji Utama dari DK Bandarlampung juga sepakat tebentuknya DK Indonesia, namun, ia tetap meminta pengurus DK jangan sampai meminta atau merengek-rengek soal kucuran anggaran kepada pemerintah.

"Tanpa anggaran pun, seharusnya seniman bisa hidup dan berdaya," ujar dia.

Namun, Husnizar Hood membantah istilah merengek-rengek tersebut.

"Itu hanya gaya masing-masing seniman, tapi pemerintah menganggarkan bagi kesenian adalah hak seniman," kata dia.

Sumber: Antara, Kamis, 25 November 2010

No comments:

Post a Comment