December 9, 2012

[Fokus] Citarasa Musik dan Budaya Lampung

RASA percaya diri para seniman Lampung tampil di pentas megah dengan kesenian produk domestik harus menjadi inspirasi.

'ARUK GUGAT'. Penampilan para aktor Teater Satu berhasil memukau penonton dalam lakon Aruk Gugat di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung. Dalam lakon karya Iswadi Pratama ini, tergambar bagaimana menjadi "orang polos" pada zaman sekarang cenderung tidak mendapatkan tempat di masyarakat. (LAMPUNG POST/M. REZA)

Panggung Pacul di Ngayogjazz pada November itu hening sejenak. Saat announcer memperkenalkan Komunitas Jazz Lampung segera tampil dengan membawa warna etnik Lampung, semua penonton seperti menunggu kejutan.


Tak heran, sebab kesenian Lampung bukan seperti campursari atau tortor yang semua orang sudah mengenal warnanya.

Satu kelompok tampil ke pentas. Lalu, perkakas bunyi-bunyian dibawa serta. Dari perantinya, penonton memang tidak asing sebagai alat musik tradisional yang melengkapi. Maka, yang paling ditunggu adalah kejutan apa yang akan bisa menaikkan strata alat-alat pukul itu setara atau setidaknya bisa disandingkan dengan jazz. Sebab, itu adalah festival musik jazz.

Panggung mulai dinamis saat para pemain mulai membunyikan alat-alatnya. Penonton mulai mengidentifikasi setiap bilah suara dengan saksama. Dan, selama 54 menit penampilannya, para musisi Lampung itu mendapat applaus luar biasa.

Penampilan dengan membawa cetik adalah percobaan perdana bagi Dodo, yang memimpin rombongan Komunitas Jazz Lampung. Selama ini dia hanya tampil bertiga, dengan memakai piano, bass, dan gitar, dalam festival jazz. Namun, adanya cetik membuatnya tertantang untuk ditampilkan dalam festival jazz internasional.

?Saat pertama kali melihat dan mendengar cetik, saya langsung berpikir alat musik ini asyik jika dimainkan dengan jazz. Selama ini daerah lain sudah membawakan jazz dengan alat musik tradisi masing-masing. Ternyata Lampung juga panya alat musik yang khas, sudah saatnya dikenalkan ke nasional dan internasional,? kata pemilik Pondok Daud Musik ini.

Apa yang ditampilkan Dodo dan kawan-kawan adalah kreativitas untuk menampilkan seni tradisi Lampung sehingga diapreasiasi dan dipandang tinggi oleh di tingkat nasional bahkan dunia. Seni tradisi atau kesenian rakyat ternyata dapat dikembangkan dengan tampilan yang lebih modern dan menyesuaikan eranya.

Iswadi Pratama, seorang seniman, pun menggali dan mempelajari seni tradisi Lampung untuk kemudian ditampilkan kembali dalam bentuk teater modern. Dia menggali seni rakyat, warahan dan mengambil karakter Lampung, Aruk, dan kemudian dikombinasikan dengan ide kreatif untuk menghasilkan lakon Aruk Gugat.

Aruk adalah tokoh dalam cerita rakyat Lampung. Tokoh ini ada dan dikenal oleh masyarakat di daerah Tanggamus, Lampung Selatan, Pesawaran, Lampung Utara, dan Lampung Barat. Sama seperti karakter Kabayan di Jawa Barat. Karakter inilah yang kemudian digali dengan karakter khas orang Lampung yang lain dan ditampilkan dalam bentuk teater modern.

Lakon Aruk menjadi karya paling diminati dan paling laris dari semua lakon yang pernah dipentaskan Teater Satu. Tidak terhitung lagi berapa kali Aruk Gugat dipentaskan, sejak pertama kali, tahun 2000. Bahkan untuk tahun depan, sudah dipesan untuk tampil di Jambi.

?Sudah ratusan kali Teater Satu menampilkan Aruk Gugat. Ini menjadi yang paling laris dan terus diminati setiap tahun. Semua menyukai lakon Aruk, dari anak-anak, pemerintah, seniman, hingga pengamat seni. Ceritanya bisa diterima semua kalangan,? kata Pimpinan Umum Teater Satu ini.

Bahkan lakon Aruk ini pernah diminta untuk tampil dalam berbagai kampanye lembaga swadaya masyarakat, mulai dari masalah lingkungan hingga korupsi. Bukan hanya itu, Badan Narkotika Nasional pun meminta Teater Satu menampilkan Aruk untuk sosialisasi pemberantasan narkoba. Tidak hanya lembaga nasional, lembaga dunia, seperti World Bank, Asian Bank, dan US Aid, juga meminta untuk menampilkan Aruk dalam kegiatan mereka.

?Aruk Gugat juga pernah menjadi media sosialisasi rekonsiliasi etnis dan tampil di puluhan daerah di Lampung,? kata Iswadi yang menjadi sutradata dalam lakon Aruk Gugat.

Menurut Iswadi, tokoh Aruk diterima banyak kalangan karena menggambarkan khas watak dan karakter orang Lampung. Selama ini yang sering tampil di televisi dengan membawakan logat Medan, Sunda, dan Jawa. Nah, ini kemudian ada yang baru karakter dan logat orang Lampung yang belum banyak diketahui dan dikenal. Aruk adalah tokoh yang lugu, lucu, pandir, tidak bodoh, dan merasa pintar.

?Tokoh asli Lampung ini punya logika sendiri. Dia tidak salah, hanya punya cara pandang sendiri, bahkan cenderung membalikkan logika sehingga terlihat sangat lucu. Misalnya saat diminta ibunya menangkap ikan, tapi ternyata yang didapat udang. Udang dia buang karena perintah ibunya menangkap ikan. Tidak salah kan apa yang dia lakukan,? kata Iswadi.

Teater Satu dan Iswadi mencontohkan bagaimana mengadaptasi sebuah seni tradisional Lampung supaya bisa diterima oleh kalangan saat ini. Kreativitas dan sikap kompromi dengan perkembangan budaya dia lakukan supaya teater rakyat bisa dinikmati kalangan muda yang dia sebut sebagai generasi MTv.

Lain lagi dengan grup musik anak muda, Roadblock Dub Collective, yang membawakan lagu berbahasa Lampung dicampur dengan bahasa Inggris. Lagu berjudul Youth Culture itu kemudian dijadikan creative common dan diunggah ke dalam situs internet. Lagu pop yang dipadu dengan hip-hop itu bebas untuk disebar dan digandakan.

Meskipun hanya satu lagu, mendapat apresiasi yang luas dari berbagai kalangan penikmat musik. Misalnya dari para disk jockey yang kemudian membuat versi lagu Lampung.

Hidayat Suryo Dijoyo, salah satu personel Roadblock, mengatakan lagu hip-hop dengan refrain bahasa Lampung ternyata mengasyikkan dan tidak kalah dengan lagu-lagu modern yang salama ini memakai bahasa Jawa dan Sunda.

?Selama ini sudah banyak musik hip-hop dengan memakai bahasa daerah, tapi ternyata belum ada di Lampung. Kami ingin memperkenalkan bahasa darah Lampung yang enggak kalah keren,? kata Hidayat yang justru bersuku Jawa.  (PADLI RAMDAN/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 9 Desember 2012     

No comments:

Post a Comment