December 30, 2012

[Fokus] Orangtua Galau Hadapi Serbuan Game

KEBERADAAN game komputer dan playstation (PS) membuat orangtua cemas. Namun, masuknya teknologi ini tidak bisa dicegah. Anak-anak dengan sendirinya meminati game ini. Semakin lama, menggeser permainan tradisional.

Muhammad Fadli dibuat pusing oleh hobi putranya yang lebih suka duduk berjam-jam di di warung internet (warnet) atau di tempat penyewaan PS. Terkadang anaknya seharian di luar hanya untuk bermain game. “Game modern ini membuat anak-anak malas,” kata ayah dua anak ini.


Awalnya Fadli sempat memfasilitasi anaknya dengan koneksi internet di rumah. Namun, fasilitas itu ternyata tidak dimanfaatkan untuk belajar dan menambah pengetahuan. Namun, dipakai untuk bermain game online. “Akhirnya koneksi saya putus,” kata dia.

Sebagai orang tua, Fadli menilai keberadaan game sangat berbahaya bagi perkembangan anak. Game modern itu menjadi candu bagi anak-anak sehigga ingin terus bermain tanpa kenal waktu. “Kalau sudah kenal PS dan game komputer lama-lama kecanduan dan sulit untuk disembuhkan. Permainan ini sangat merusak moral anak,” kata Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Lampung ini.

Pria 43 tahun ini menyayangkan tidak ada lagi anak-anak yang mau memainkan permainan tradisional. Padahal banyak manfaat yang bisa didapat dari permainan itu. Misalnya, petak umpet, taplak, dan gobak sodor. Semuanya sudah hilang dan digantikan dengan game modern. “Padahal permainan tradisional sangat mendidik moral,” katanya.

Menurutnya, permainan dahulu tidak ada yang bayar. Semuanya dilakukan bersama-sama dan gratis. “Kalau sekarang, anak-anak harus keluar uang untuk game,” kata dia.

Dia mengusulkan perlu ada sosialisasi di sekolah tentang bahaya main game komputer atau PS. Bahaya yang sudah terlihat adalah malas belajar dan sekolah.

Fadli mengaku sulit untuk mengajak anak untuk beralih dan memainkan permainan tradisional. Anak-anak sudah memiliki kecenderungan yang besar dengan PS dan game komputer. Biasanya anak berkelompok datang ke warnet dan main disana dari pagi sampai sore.

Irham Mattjik pun melihat hal yang sama tentang kondisi anak-anak yang sudah melupakan permainan tradisional. Hampir tidak ada lagi yang mau memainkan permanian tradisional, seperti petak umpet, patok lele, taplak, main karet gelang, main gasing kayu. “Semuanya sudah digantikan dengan PS, handphone, atau game online,” kata dia.

Dampaknya, kata dia, kreatifitas anak juga berkurang. Tidak ada lagi anak yang mau membuat mainan dari bambu, kardus, atau barang bekas yang lain. Semuanya hanya ingin membeli yang serba instan. Irham mengakui kondisi anak saat ini sudah berbeda dengan zaman dahulu ketika belum ada serbuan teknologi. Dahulu belum ada komputer dan PS. Kalaupun ada masih angat sedikit dan harganya mahal. Temat penyewaan pun belum banyak seperti sekarang ini.

“Kalau dahulu, permainan terbatas. Anak-anak pun membuat permainan sendiri dengan fasilitas yang seadanya. Anak yang lebih dewasa mengajarkan permainan yang sudah ada. Akhirnya permainan tradisional pun menyebar dan dimainkan pada banyak kesempatan,” kata PNS di Lampung Tengah ini.

Dia merasakan sendiri perubahan anak yang lebih banyak memainkan permainan modern. Selain kreativitas berkurang, anak pun lebih indvidualis dan kurang berjiwa sosial. Sifat individualisnya lebih cepat berkembang dibadingkan sifat-sifat sosialnya. “Perlu peran orang tua dan guru di sekolah untuk supaya bisa menyesuaikan permainan dengan perkembangan anak.  Perlu dibuat permainan menarik yang bisa memacu kreativitas dan jiwa sosial,” ayah tga anak ini. 

Irham mencoba memberikan waktu bermain kepada anak-anaknya dengan teman di sekitar lingkungan. Sedangkan perkembangan teknologi pun tidak lupa diajarkan dengan mengenalkan komputer ke anak-anak.

I Gusti Nyoman Arsana menilai permaianan tradisional dan modern sama-sama penting. PS, dan game komputer juga perlu diketahui anak-anak. “Masa hari gini anak-anak tidak tahu degan game modern,” kata seniman yang juga ayah dua anak ini.

Namun, kata Nyoman, permainan tradisional memang memberikan pengaruh yang besar pada perkembangan anak. Jika dilihat dari sosial budaya, permainan tradisional memberikan dampak positif. Misalnya, memiliki setrategi dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam permainan, berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitar, dan menerima segala resiko yang ada dalam permainan.

Pemkot Bandar Lampung pernah merazia warnet pada November lalu. Sebanyak 50-an pelajar SMP dan SMA terjaring sedang asyik bermain game pada saat jam sekolah. Guna mengantisi pasi kenakalan pelajar ini, Satpol PP melakukan razia rutin di warnet-warnet.

Pemkot pun mengeluarkan kebijakan supaya warnet melarang pelajar bermain pada saat jam sekolah. Terutama warnet yang berada di dekat lokasi pendidikan. Namun, pada kenyataan masih saja banyak anak yang bermain pada jam sekolah. Bahkan dengan mengenakan pakaian sekolah lengkap.
Beberapa wanet memasang tulisan “pelajar yang mengenakan pakaian sekolah dilarang masuk”. Namun, pada prakteknya masih saja penjaga warnet yang membiarkan anak sekolah bermain pada saat jam sekolah. (PADLI RAMDAN/M-2)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 30 Desember 2012

No comments:

Post a Comment