September 1, 2013

[Perjalanan] Ke Krui Liburan Mewah Biaya Murah

MELEPASKAN diri dari rutinitas dan tinggal di suatu resort serasa mewah bagi masyarakat Indonesia. Padahal, di kawasan Pantai Krui, Pesisir Barat, Lampung, kemewahan itu bisa cukup murah.

Melintas di jalan lintas barat (Jalinbar) Lampung dari Bandar Lampung, sejak memasuki kawasan Gisting, Kabupaten Tanggamus, suasana wisata sudah terasa. Udara yang sejuk, liuk-liku jalan menuruni perbukitan dengan suasana hutan membuat hati adem.



Lewat Kotaagung, ibu kota Kabupaten Tanggamus, kota kecil di pinggir laut Teluk Semaka itu cukup bersahabat. Tidak ada keramaian yang cenderung semrawut. Bahkan, tilas-tilas kota tua cukup kentara dari pemandangan kota, apalagi jika sempat singgah di pelabuhan.

Terus meluncur, pemandangan peradaban warga dengan aneka aktivitas tradisionalnya masih kerap dijumpai. Rumah-rumat etnik, ladang-ladang kopi atau lada, sawah, dan aneka tanaman terlihat di kanan-kiri sepanjang jalan. Juga pasar-pasar tradisional.

Suasana wisata terasa kembali saat perjalanan mulai mendaki menaiki bukit di Kecamatan Semaka. Jalan terjal yang menjadi pintu masuk kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) itu cukup membuat pelintas yang belum pernah menahan napas. Jalannya cukup sempit, kemiringannya cukup terjal, track-nya berkelok-kelok, dan terus menanjak hampir tanpa jeda sepanjang (mungkin) 3 kilometer. Wah...

Namun, jika disempatkan berhenti di punggung tanjakan itu, pemandangan ke arah wilayah yang baru dilintasi (Kotaagung dan sekitarnya), pemandangan luar biasa indah. Teluk Semaka di Kotaagung dan kawasan di sekitarnya bisa terlihat. Apalagi jika malam hari, kerlip lampu menegaskan adanya kehidupan di titik-titik tersebut.

Di kawasan TNBBS, perjalanan di hutan perawan itu adalah wisata khusus. Penduduk kota yang hanya melihat hutan dari gambar atau tayangan televisi, di jalur sepanjang sekira 15 kilometer itu tercapai bisa melihat langsung. Jika beruntung, aneka satwa liar masih melintas di jalan.

Lepas dari TNBBS, suasana pantai mulai terasa sejak memasuki wilayah Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat. Jalan relatif mulus dan cenderung datar itu traffic-nya tidak terlalu ramai. Wajar jika pelintas atau warga sekitar bisa meneliti kendaraan apa, membawa apa, bahkan siapa-siapa yang lewat bisa dikenali.

Aura Wisata

?Di sini yang katanya banyak turisnya di daerah mana, ya?? tanya Ralis, seorang warga Bandar Lampung, saat berkunjung ke rumah kerabatnya di bilangan Kecamatan Bengkunat, pertengahan Agustus lalu.

Mendapati pertanyaan itu, tuan rumah tidak langsung menyebut nama daerah. Burhan, warga yang ditanya, justru mengajak Ralis ke teras rumah panggung tempat mereka mengobrol. ?Ayo kita lihat mobil-mobil yang lewat. Coba perhatikan, mobil-mobil pribadi yang lewat sini banyak sekali yang di atasnya membawa papan selancar. Itu bule-bule mau berselancar di Keruy (mereka menyebut Krui dengan logat Lampung yang kental).?

Krui dan pantai-pantai di sekitarnya memang sudah menjadi tujuan wisata bahari bagi wisatawan mancanegara. Sejak Jalinbar cukup baik dan lancar, setiap hari terutama pada Juli?September, musim berselancar bagi wisatawan tiba. Mereka datang lewat Jakarta dan menyeberang ke Lampung lewat darat ke Pesisir Barat.

Mencermati suasana pariwisata di kawasan ini memang sudah sangat terasa ketika Jalinbar mulai berdampingan dengan garis pantai. Mulai Kecamatan Biha, debur ombak yang besar, hamparan pasir pantai yang putih landai, matahari yang terik tapi berdesir angin, juga laut lepas memang menawarkan rasa bebas.

Di jalanan, sepeda motor yang terpasang rak besi untuk menempatkan papan selancar kolar-kilir. Turis-turis asing begitu kentara dengan kulitnya yang putih cenderung memerah, rambutnya bule gimbal, dan pakaiannya yang sekenanya juga berlalu lalang dengan sepeda motor. Warga lokal juga sudah terlihat tak asing lagi, bahkan akrab dengan pemandangan itu. Suasana kawasan wisata sudah amat terasa.

Kondisi itu tampaknya disadari warga dan investor. Meskipun belum ada investasi besar yang masuk, kawasan sepanjang pantai yang lebih 50 kilometer bersisihan dengan Jalinbar itu tumbuh sarana dan prasarana untuk memfasilitasi para tetamu turis. Homestay, penginapan, hotel melati, cottage, resort, dan aneka fasilitas untuk menjamu tamu begitu banyak ditemui di sepanjang jalur ini. Belum ada hotel besar apalagi berbintang, tetapi penyedia fasilitas cukup tahu standar layanan bagi tetamunya.

Menginap Murah

Penginapan sederhana dengan aneka nama lokal dan kebarat-baratan tinggal pilih. Ada yang menawarkan fasilitas modern dengan bangunan beton dan standar hotel, termasuk pendingin udara, tetapi banyak sekali yang menyajikan suasana alamiah.

?Kami bikin penginapan dengan konsep alami di sini. Kami menggunakan bahan kayu agar suasana desanya tetap terasa. Tetapi untuk urusan sanitair, kami tetap gunakan standar kebersihan yang bagus,? kata Ujang, pengelola D?Jabung Resort, salah satu penginapan di Tanjungsetia.

Di kawasan yang asri dan serasa menyatu dengan komunitas desa etnik, D?Jabung Resor tetap mengandalkan pantai sebagai jualan utama. Dengan kombinasi arsitektur Lampung dan modern, penginapan bertarif Rp250 ribu ini sengaja tidak menata halaman dan lingkungannya secara artifisial.

?Ini kami bangun sesuai dengan kondisi alam aslinya. Hanya di bagian pantai yang kami buat penahan ombak agar tidak tergerus. Sebab, turis itu umumnya datang ke sini pengin suasana perdesaannya,? kata dia.

Pertumbuhan losmen atau penginapan bagi pengunjung di kawasan ini sangat subur. Pengunjung yang ingin menikmati suasana leisure di kawasan wisata tetapi tidak punya dana yang banyak juga bisa mengukur dengan berbagai pilihan. ?Penginapan yang memberi harga sewa Rp80 ribu per malam juga ada,? kata Ardan, warga Pasar Krui.

Selain akomodasi penginapan, satu soal yang kerap membuat wisatawan berpikir ulang adalah harga makanan di tempat wisata. Meskipun Krui dan sekitarnya sudah bertabur orang asing yang menjajakan dolarnya di sini, Krui dan sekitarnya tetap milik orang lokal. Berbagai pilihan makanan rasa lokal dan harga kaki lima tetap tersedia di banyak warung.

?Kalau yang makanan khas dan tidak ada di tempat lain memang agak mahal. Misalnya sop atau satai ikan tuhuk (blue marlin) yang sangat terkenal di sini, itu cukup mahal. Tetapi kalau selera biasa orang kita, seperti satai kambing, ayam goreng, atau pecel lele, harganya biasa saja kayak di Bandar Lampung,? kata Ardan.

Jadi, tunggu apalagi. Rencanakan liburan Anda ke resort-resort di Krui dan sekitarnya bersama keluarga. Liburan mewah dengan ongkos murah. (SUDARMONO)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 1 September 2013


1 comment:

  1. Permisi gan, kalo ke Lampung jangan lupa mampir ke toko Aneka Sari Rasa, toko oleh-oleh produk Lampung terbesar nih gan, yang menjual produk-produk lampung hasil produksi sendiri seperti keripik pisang, sambal, lempok, dll. Dan dibandrol harga yang sesuai dengan kenikmatan yang agan-agan dapatkan. Aneka Sari Rasa beralamat di JL.Ikan Kakap no.26 & 28, Bandar Lampung, Depan Klenteng Teluk Betung. telp. (0721)-5630988, fax. (0721)-5630988, WA: 082388688868, IG:@anekasarirasa, email:anekasarirasa@yahoo.com, fb:aneka sari rasa, twitter:@anekasarirasa

    ReplyDelete