September 25, 2011

[Fokus] Dari Pesta Wisuda Menjadi Aksi Brutal

PESTA empat kali setahun itu datang lagi. Yakni, saat sukacita para mahasiswa untuk melepas para senior yang segera meninggalkan kampus karena sudah lulus. Ya, wisuda.

Bermacam tradisi digelar pada perayaan itu. Dari yang personal dengan mentraktir teman-teman, hingga pawai keliling kampus sebagai penanda perpisahan. Beberapa lembaga kemahasiswaan di Unila yang dikenal dengan perayaan wisuda yang unik adalah UKM Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala), UKM Resimen Mahasiswa (Menwa), UKM Pramuka, Himpunan Mahasiswa
Peternakan, dan beberapa himpunan mahasiswa lainnya.

Sesaat sebelum acara wisuda usai, para anggota lembaga kemahasiswaan menunggu di luar GSG Unila lengkap dengan berbagai peralatan untuk mengarak seniornya yang wisuda. Wisudawan yang dahulu pernah aktif di lembaga kemahasiswaanlah yang akan dijemput organisasinya.

Dari GSG mereka akan diarak sampai ke ruang sekretariat. Terkadang orang tua wisudawan heran dengan apa yang dilakukan anaknya.
Pramuka mengarak anggotanya yang wisuda lengkap dengan atraksi drumben. Sepanjang jalan dari GSG menuju sekretariat Pramuka, mereka mendemonstrasikan drumben. Menwa mengiringi anggotanya yang wisuda dengan pakaian seragam lengkap sambil baris-berbaris rapi.
Lain lagi dengan Mapala, organisasi pencinta alam ini mengarak seniornya seperti perpeloncoan anggota baru. Wisudawan diminta untuk membawa tas ransel yang cukup berat kemudian jalan merangkak sambil
terus diteriaki. Bahkan anggota yang wisudawan diperintahkan untuk melakukan push up, sit up, dan beberapa gerakan pemanasan yang lain.
Himpunan Mahasiswa Peternakan (Himapet) merayakan wisuda dengan mengarak dengan menggunakan gerobak sapi yang sudah dihias. Wisudawan diminta untuk naik gerobak sapi dan digiring keliling kampus. Beberapa anggota Himapet yang lain mengiringi dengan berjalan kaki dan naik sepeda motor.
Beberapa himpunan mahasiswa di FT yang kerap merayakan wisuda dengan berkeliling kampus dengan menggunakan sepeda motor. Puluhan sepeda motor mengarak wisudawan sambil terus menghidupkan klakson.

Saat perayaan wisuda, ada sisi ingar-bingar tapi ada juga yang sisi yang sunyi. UKPM Teknokra, sebagai pers kampus, merayakan wisuda mantan anggotanya dengan berkumpul di dalam sekretariat, di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM). Perayaan dilakukan dengan mengungkapkan kesan dan pesan dari senior kepada junior. Para orang tua pun diminta untuk menasehati anggota yang belum menyelesaikan kuliahnya.
Perayaan wisuda yang dilakukan mahasiswa menjadi bentuk untuk mengekspresikan kebahagian melihat teman dan sahabatnya memperoleh gelar sarjana. Berbagi kebahagian menjadi semacam oasis di tengah sibuknya akivitas perkuliahan.

Namun, di tangan para mahasiswa yang kurang mengambil hikmah dari tradisi karnaval ini, peristiwanya bisa berbeda. Rabu (21-9), arak-arakan ini menjadi pemantik aksi tawuran yang amat tragis itu. Beberapa mahasiswa mengaku kecewa dengan aksi yang jauh dari nilai intelektual itu.

Nely Merina, mahasiswa Fakultas Pertanian, mengatakan mahasiswa sudah salah dalam menempatkan rasa solidaritas. Mahasiswa lebih memilih mendukung temannya untuk berkelahi. Namun, saat diajak bersatu untuk mengkitik kebijakan rektorat dan dekanat, mahasiswa tidak mau bersatu.

Ia mengatakan mahasiswa hanya sibuk belajar di fakultas dan jurusan masing-masing sehingga tidak mengenal mahasiswa lain dari fakultas lain.

Mahasiswa angkatan 2007 ini sangat menyesalkan sikap mahasiswa yang tawuran karena dipicu masalah yang sepele. Kemarahan mahasiswa sangat jauh berbeda dengan saat pemilihan rektor. Sebelumnya ada pemilihan rektor. Namun, pada saat pemilihan tidak ada mahasiswa yang mempermasalahkan dan meributkannya.

Fatoni Latif, mahasiswa FKIP, juga sangat menyesalkan tawuran yang terjadi antara mahasiswa FT dan FISIP. Apalagi tawuran hanya dipicu masalah sepele yang terjadi saat arak-arakan wisudawan. “Sangat miris melihat mahasiswa berkelahi karena masalah sepele. Awalnya ini hanya salah paham saja. Jika mahasiswa tidak mudah emosi, tidak akan terjadi tawuran,” ujarnya.

Ia berharap mahasiswa bisa bersikap lebih dingin. Mahasiswa dari fakultas lain juga merupakan teman dan saudara. “Bagaimana kalau lemparan batu mengenai teman atau saudara yang ada di fakultas lain,” kata dia.

Fatoni menilai tawuran beberapa hari lalu itu adalah perkelahian terbesar yang pernah terjadi sejak 2006. Besarnya tawuran dilihat dari banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan banyaknya korban yang luka. (PADLI RAMDAN/M-1)

Sumber: Lampung Post, Minggu, 25 September 2011

No comments:

Post a Comment