WAY KANAN (Lampost/Ant): Malaman atau tradisi membuat obor dari batok kelapa secara massal menjelang malam Lebaran sejak lama punah atau hilang di Kabupaten Way Kanan seiring berjalannya arus modernisasi.
"Malaman mampu menyala sekitar enam jam. Adapun secara sosial, antartetangga terkadang saling membantu membuat malaman dan bisa bercengkerama saat malaman dibakar," kata Iskandar, gelar Puluh Ratu, Penyimbang Tiuh Kampung Bujung (tokoh adat) Blambangan Umpu, Senin (29-8).
Malaman, menurut Iskandar, ditandai dengan batok kelapa yang disusun setinggi kurang lebih 1,5 meter dan kemudian dibakar di depan rumah secara serentak pada malam 27, 28, 29 Ramadan sampai takbir yang mengakhiri tarawih. "Malam tak lagi gelap dan orang-orang keluar rumah menikmati kehangatan dan nyala api dari malaman yang dibakar," kata dia.
Malaman ditegakkan dengan bambu karena pada bagian tengah batok kelapa tersebut dilubangi. Batok kelapa bagian bawah sendiri diletakan tengkurap. Adapun susunan selanjutnya terus menghadap ke atas.
"Saat api habis, bara malaman yang berwarna merah terlihat menyala berjajar di depan rumah-rumah penduduk, sangat menarik disaksikan pada malam gelap," ujar Iskandar.
Tradisi malaman mulai hilang sekitar tahun 1965. "Itu tahun terakhir saya yang saat itu masih kecil menyaksikan malaman. Tahun selanjutnya tidak lagi. Barangkali karena zaman semakin maju," kata dia.
Dia juga mengatakan sebagai tradisi, malaman layak ditumbuhkan lagi, sehubungan mempunyai nilai secara sosial. Tokoh pemuda Blambangan Umpu, Edward Apriadi, mengatakan malaman layak dikembangkan lagi, semisal dengan menyelenggarakan festival malaman. (D-3)
Sumber: Lampung Post, Jumat, 2 September 2011
No comments:
Post a Comment