Oleh Wandi P. Simanullang
SELAMA ini Lampung Barat (Lambar) lebih dikenal sebagai daerah penghasil kopi. Rata-rata per tahunnya mampu menghasilkan kopi hingga 45 ribu ton. Bahkan, seperti diungkapkan Dinas Perkebunan Lambar, kopi berkontribusi hingga 40% terhadap produk domestik regional bruto (PDRB).
Selain kaya akan kopi, Lambar juga kaya akan aset wisata berupa panorama keindahan alam dan budaya. Keindahan panorama alamnya tidak kalah dengan daerah-daerah tujuan wisata yang ada di Indonesia. Danau, wisata alami, dan daerah pesisir pantai merupakan kekayaan tak ternilai yang dimiliki Lambar. Demikian juga dengan budayanya, mulai dari adat istiadat, sejarah, dan kekhasan tradisi.
Kekayaan alam dan budaya tersebut secara tidak sengaja telah menjadi potensi pariwisata. Sayangnya, hingga kini potensi pariwisata tersebut belum tergali secara optimal dan menyeluruh, hal itu disebabkan karena kurang optimalnya pemasaran dan promosi. Hal itu pun diaminkan Gubernur Lampung yang mengatakan bahwa pariwisata Lampung memiliki potensi, tetapi kurang dipromosikan.
Padahal bila potensi tersebut dikelola, kemungkinan besar akan memberikan dampak positif bagi Lampung Barat sendiri, di antaranya menggenjot roda perekonomian, meningkatkan pendapatan daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memberikan stimulus bagi sektor lainnya, yaitu perdagangan, jasa, hotel dan transportasi.
Beberapa daerah di Indonesia, ke depannya akan menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan untuk meningkatkan roda perekonomian, seperti Bangka Belitung, Padang Pariaman, dan Manado. Daerah-daerah tersebut kini berlomba-lomba menciptakan dan memasarkan berbagai macam destinasi pariwisata, dengan maksud untuk menarik minat wisatawan mancanegara ataupun domestik untuk datang berkunjung.
Pemkab Lambar hendaknya juga memasukkan pariwisata sebagai sektor unggulan seperti daerah-daerah tersebut. Untuk menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan, maka dibutuhkan upaya strategis untuk menyiapkan dan memasarkan kepariwisataan Lambar.
Menyiapkan dan memasarkan pariwisata Lambar merupakan salah satu pekerjaan yang harus dilakukan pemerintah daerah setempat. Hal itu adalah dampak dari penyelenggaraan otonomi daerah lewat UU No. 32 Tahun 2004 yang telah membawa perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di kabupaten, kota dan provinsi di seluruh Indonesia.
Salah satu implikasi dari otonomi daerah tersebut ialah berdampak positif bagi pengembangan pariwisata di daerah. Otonomi daerah telah memberikan ruang pada daerah-daerah untuk memberdayakan serta memasarkan potensi wisatanya secara mandiri.
Pemasaran Pariwisata
Mengandalkan kekayaan alam, budaya, dan kekhasan tradisi semata belumlah cukup untuk meningkatkan angka kunjungan wisatawan sehingga diperlukan langkah strategis untuk memasarkannya dalam rangka menambah angka kunjungan wisatawan. Layaknya menjual sebuah produk, kepariwisataan perlu strategi pemasaran yang jitu dan tepat.
Pemasaran pariwisata yang dimaksudkan ialah berupa kampanye dan propaganda kepariwisataan yang didasarkan atas rencana atau program yang teratur dan secara berkelanjutan baik ke dalam maupun luar negeri.
Pemasaran ke dalam negeri ditujukan kepada masyarakat dalam negeri sendiri, dengan maksud menggugah pandangan masyarakat agar mempunyai kesadaran akan kegunaan pariwisata baginya sehingga industri pariwisata memperoleh dukungan. Sedangkan pemasaran ke luar negeri, ditujukan kepada dunia luar untuk mengampanyekan berbagai sarana dan kegiatan wisata yang unik dan menarik kepada wisatawan mancanegara.
Dalam rangka melakukan pemasaran, setidaknya ada dua aspek penting yang harus diperhatikan. Pertama, komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran yang dimaksud adalah upaya untuk menginformasikan, membujuk, mengingatkan sasaran pemasaran tentang objek yang dijual, dan membangun hubungan dengan konsumen (Kotler & Keller, 2009).
Komunikasi pemasaran pariwisata dirancang untuk memengaruhi dan menonjolkan keunggulan destinasi wisata yang dimiliki. Sasaran yang ingin dicapai lewat komunikasi pemasaran adalah terbangunnya citra atau image. Lewat citra yang kuat, diharapkan dapat memengaruhi keputusan wisatawan dalam menentukan destinasi wisata yang akan didatangi.
Kedua, media komunikasi pemasaran. Untuk melakukan komunikasi pemasaran yang efektif, maka dibutuhkan dukungan media komunikasi. Saat ini berbagai event dan atraksi kebudayaan telah digalakkan oleh Pemkab Lampung Barat, seperti Festival Teluk Stabas, Kebut Gunung Pesagi, dan Festival Ngumbai Lawok. Event tersebut merupakan salah satu bentuk media komunikasi pemasaran.
Namun, seharusnya pemeliharaan media komunikasi pemasaran tidaklah cukup hanya dengan penyelenggaraan event yang telah menjadi agenda tahunan. Pemkab Lampung Barat perlu menyiapkan media-media lain untuk mengomunikasikan Lambar kepada khalayak. Media lain yang dapat dipilih, antara lain penyusunan buku panduan wisata yang selanjutnya didistribusikan ke biro-biro perjalanan wisata, iklan di surat kabar dan stasiun televisi berskala nasional, dan menyiapkan merchandise yang menjadi kekhasan Lambar.
Pada akhirnya, yang perlu diingat adalah tak ada objek wisata yang tak layak untuk dijual. Namun, untuk menjualnya dibutuhkan sistem pemasaran terpadu dan sinergisitas, antara pemerintah, masyarakat, investor, dan pelaku bisnis pariwisata. n
Wandi P. Simanullang, Mahasiswa Magister Manajemen UGM Yogyakarta
Sumber: Lampung Post, Senin, 19 September 2011
No comments:
Post a Comment