Bandar Lampung, Kompas - Perkembangan sastra sufi atau sastra yang memuat nilai-nilai religius universal sempat terhambat selama tiga abad di Indonesia. Memasuki abad ke-20 hingga saat ini, sastra sufi kembali berkembang dan dilirik peminat.
Abdul Hadi WM, pengajar sastra sufistik di Universitas Paramadina Mulia dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, pada acara ceramah sastra di Balai Bahasa Lampung, Jumat (21/11), mengatakan, di Indonesia sastra sufi masuk pada abad ke-13. Saat itu, sastra sufi masuk ke Indonesia dalam bentuk saduran atas cerita-cerita dari Arab Saudi dan Persia. Saduran cerita dalam bahasa Melayu itu dipakai sebagai alat syiar agama Islam.
Menurut Abdul Hadi, sebagai alat syiar, para penulis yang menuliskan nilai-nilai religius Islam banyak berhadapan dengan nilai-nilai lokal masyarakat Jawa atau Sumatera yang saat itu tengah berkembang, di antaranya animisme dan ajaran Hindu.
”Sebagai alat syiar, kombinasi dari nilai-nilai yang dianut masyarakat dengan nilai-nilai dalam ajaran Islam dilakukan supaya masyarakat mau menerima syiar tersebut,” ujar Abdul Hadi.
Tulisan mengenai ajaran Islam yang dipadu dengan nilai-nilai lokal mencapai puncaknya pada abad ke-16 dan ke-17 berupa berkembangnya sastra sufi. Saat itu, agama Islam di Indonesia sudah tersebar dan diiringi dengan banyaknya lembaga pendidikan besar yang membutuhkan banyak buku-buku ajar. (hln)
Sumber: Kompas, Senin, 24 November 2008
No comments:
Post a Comment