November 1, 2008

Traveling: Pandanglah Bakauheni dari Menara Siger

SEBUAH ikon Lampung ditancapkan di segunduk bukit di salah satu sisi ujung Pulau Sumatera, Bakauheni. Menara Siger. Dari tempat ini, kawasan dengan sohor nama pelabuhan akan disulap menjadi kawasan pariwisata utama di Lampung.

-----------

Semilir angin laut di pergantian musim kering dan musim hujan menghadirkan dingin yang cukup ekstrem. Pada saat tertentu, terik dan panas mengambang memanggang tubuh. Tetapi, sesaat kemudian, bisa jadi teduh mega memayungi wilayah Bakauheni dan mengundang hujan yang menyulut ceracap cuaca beku ke tulang. Bakauheni di masa pancaroba memang demikian.

Kapal feri yang mengantar penumpang dari Merak, Banten, menuju Bakauheni yang hendak sandar, menarik perhatian ratusan pasang mata yang berada di atas kapal. Maklumlah, setiap kapal hendak sampai pulau tujuan, selalu ada rasa penasaran tentang bagaimana wajah daratan yang akan diinjaknya beberapa saat kemudian.

Pandangan seluruh penumpang tertuju kepada seunit bangunan menjulang warna kuning bertanduk sembilan di atas bukit. Kemegahan terlihat karena bangunan itu seperti memahkotai seunit bukit yang mengerucut di tengah belukar dan latar bukit-bukit lain. Ada beberapa menara telekomunikasi, tugu pintu gerbang, dan baliho-baliho iklan produk perusahaan, tetapi menara itu mendominasi pemandangan.

Itulah Menara Siger. Suatu bangunan megah, tinggi, dan berbentuk mahkota wanita pakaian adat Lampung yang agung. Dirancang sebagai menara pandang di atas bangunan-bangunan serba guna dan sekat-sekat khusus untuk berbagai keperluan acara, terutama yang bernuansa budaya Lampung.

Kebesaran Lampung memang tidak sesempit bangunan Kompleks Menara Siger yang hanya berada di atas bukit. Namun, dalam kompleks itu sedapat mungkin berupaya mengakomodasi berbagai keperluan budaya dan rekreasi warga Lampung. Selain bangunan utama yang luas, selasar dan halaman dengan berbagai pondok untuk berbagai fungsi juga didirikan. Tangga beton yang tinggi dan lebar tampak terlihat dari arah laut menatah kemiringan bukit. Juga bangunan-bangunan pendukung lain yang dipandu taman hijau dan halaman ber-paving block membuat kemegahan kompleks bangunan itu terlihat bersih berlatar lebar.

Masih dari atas kapal feri, pandangan terlempar tidak hanya ke Menara Siger. Di belakang menara itu, jalur jalan yang berkelok mendaki bukit-bukit ke arah bandar Lampung juga tampak jelas. Kendaraan berbagai jenis seperti semut mengantre menunggu giliran menuju tempat tujuan. Jika malam hari, sinar lampu-lampu kendaraan itu seperti barisan kunang-kunang menembus kegelapan malam. Sementara itu, rimbunan berbagai pohon menghijaukan pandangan sekitarnya.

Mengalihkan pandangan ke sisi lain, pulau-pulau di seputar Bakauheni memang memiliki pesona cukup menarik hati. Di sebelah kanan, kecipak nelayan pancing dengan perahu katir dan dayung tawaduk menunggu umpan disambar rezeki laut. Gelombang yang relatif bersahabat membuat pantai di pulau-pulau itu terlihat utuh berpagar pohon-pohon bakau yang merimbun. Mungkin, para pemimpin provinsi ini membayangkan para turis bermain pasir dan berjemur di pantai ini sehingga merencanakan kawasan ini sebagai pusat pariwisata Lampung.

Impian itu tidak berlebihan. Sebagai daerah penyangga Ibu Kota Jakarta yang bisa dicapai dengan feri dalam 2--3 jam, wilayah ini menjadi alternatif tempat rekreasi yang mengundang daya tarik wisatawan Jakarta. Terlebih dengan Jakarta yang makin melebar dalam arti keramaian dan kepadatannya yang terus merangsek Banten dan mentok di Merak. Tidak heran jika kemudian Merak atau Cilegon menjadi bagian dari Jakarta dari sisi sosial budaya.

Beberapa pulau di seputar Bakauheni adalah pesona yang belum dipoles dengan kilau fasilitas yang bisa memanjakan pengunjung. Tak salah jika pemerintah provinsi akan berkata "welcome" kepada investor untuk membangun resor, hotel, atau tempat-tempat wisata yang aduhai di tempat ini.

Pelayaran Selat Sunda yang sibuk bukanlah halangan, tetapi justru bisa menjadi daya tarik tersendiri yang menghadirkan suasana aman pengunjung. Lalu-lalang kapal-kapal itu adalah jaminan keselamatan.

Menara Siger adalah sebuah monumen awal untuk tujuan kawasan wisata masa depan. Bangunan yang memiliki panjang 50 meter dan tinggi 30 meter itu akan menjadi daya tarik investasi, jika dikaitkan dengan rencana pembangunan jembatan Selat Sunda (JSS) dengan pemancangan pipa gelagar pada Januari 2009, seperti yang dinyatakan Gubernur Sjachroedin Z.P. saat ia meresmikan menara itu beberapa waktu lalu.

Mengalihkan posisi diri dari lokasi Menara Siger, pemandangan menjadi sedikit berbeda. Ada laut yang spektakuler dan pulau-pulau kecil bertebar di hamparan samudera yang membiru.

Tidak perlu heran, Menara Siger yang dibangun di atas tanah milik PT ASDP Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selaan itu, akan menjadi sentra pariwisata di pintu Gerbang Pulau Sumatera pada masa datang. Pada ketinggian 300 meter di barat Pelabuhan Bakauheni, Menara Siger adalah tempat yang paling dianjurkan bagi pengguna jalan lintas Sumatera (jalinsum) yang melintasi Pelabuhan Bakauheni, untuk menikmati panorama alam.

Dari tempat itu, mata menatap kearah timur, disuguhi keindahan Anak Gunung Krakatau tertimpa biasan sinar matahari saat menjelang sore. Ke arah barat terlihat lalu lalang kapal feri tujuan Bakauheni--Merak. Dan di selatan mata memandang pasar tradisional dan perkampungan.

Di puncak bukit ini adalah tempat yang paling strategis untuk melihat sekeliling kawasan Bakauheni. Memang, pemandangan utama yang langsung memaksa mata memandangnya adalah keangkuhan bangunan dan beton-beton dermaga Pelabuhan Bakauheni. Namun, jika dinikmati dengan saksama, aktivitas pelabuhan kapal antarpulau tersibuk di Indonesia itu juga menghadirkan keunikan sosial yang memberi inspirasi dan kedalaman makna budaya. Juga, sebuah materi tamasya sosial yang memberi citra kinerja dan dinamika yang amat cepat.

Di lepas penglihatan, sejauh mata memandang kedepan, barisan puluhan kepulauan terapung indah, dengan diwarnai seliweran kapal feri tujuan Bakauheni--Merak, Banten. Lekuk kurvanya yang sambung-menyambung, bagaikan spektrum, tidak melelahkan mata untuk memandang ke timur. Di sana tampak Anak Gunung Krakatau yang galak tampak lembut dibelai sinar matahari, yang dipadu hijau kebiruan hamparan lautan luas.

Menara Siger adalah sebuah ikon Lampung yang terletak di puncak bukit yang sejuk, yang berada tidak jauh dari pelabuhan penyeberangan Bakauheni, Lamsel--Merak, Banten yang tidak penah tidur. Di kaki bukit sana, terbentang jalan lintas sumatera (jalinsum) yang tembus ke Aceh dan jalan lintas pantai timur (jalinpatim).

Walau sekarang masih sepi dari kunjungan wisatawan, Menara Siger yang diresmikan mantan Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P., 1 Mei lalu itu, dapat menjadi daya tarik investasi. Terlebih, saat peresmiannya menghadirkan 30 duta besar negara sahabat. Daya tarik investasi untuk menciptakan tambang emas pada pendapatan asli daerah (PAD) itu makin nyata.

Jika dikaitkan dengan rencana pembangunan jembataan Selat Sunda (JSS) maka diharapkan akan dapat menyerap Rp200 miliaran pada masa mendatang.

Dari titik nol Pintu Gerbang Pulau Sumatera inilah, mata menaklukkan seluruh penjuru, menaklukan seluruh aktivitas pelabuhan bakauheni yang penuh kesibukan. "Hati siapa yang tidak tertarik untuk menikmati keindahan laut, Anak Gunung Krakatau, dan lalu lalang kapal feri dari menara ini?" kata Taufik, pemuda yang sengaja datang dari Pringsewu, Tanggamus. Di antara kesejukan pemandangan dari bukit Menara Siger, dia bergumam, "Belum lengkap datang ke Lampung Selatan kalau belum singgah ke Menara Siger." n AAN KRIDOLAKSONO/M-1

Sumber: Lampung Post, Minggu, 2 November 2008

No comments:

Post a Comment