BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Penambang liar galian C di sejumlah kawasan bukit karst di Kota Bandar Lampung menolak menghentikan aktivitasnya. Alasannya, tak ada pilihan lain.
Sebelumnya, desakan muncul agar aktivitas merusak atau menyalahi peruntukan wilayah perbukitan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dihentikan. Hal itu di antaranya diserukan Wahana Lingkungan Hidup Lampung.
Penelusuran di perbukitan di Bandar Lampung, Bukit Camang dan Bukit Kunyit, penambangan liar marak. Beberapa penambang meminta tak diusik.
”Kalau tidak begini, mau kerja apalagi? Kalau ada pilihan lain, dari dulu kami bergeser. Janganlah diusik-usik. Kami tidak mencari kaya, sekadar buat makan,” kata Hajiran (42), penambang di Bukit Camang, akhir pekan lalu.
Ia terusik kedatangan wartawan di area RTH itu. Di perbukitan tak jauh dari pusat keramaian Tanjungkarang itu, puluhan penambang beraktivitas. Tiap hari, belasan truk lalu lalang mengangkut batu.
Akibat eksploitasi puluhan tahun itu, bentang perbukitan berubah total. Lereng landai yang dulu banyak pohon kini terjal dan botak. Pemandangan mengerikan terlihat di perbukitan Kunyit di Teluk Betung, Kota Bandar Lampung. Bukit yang puluhan tahun lalu masih utuh satu bagian itu kini terpenggal-penggal karena penambangan. Di sekitarnya pun gersang, menyisakan segelintir pohon di puncak bukit.
Kota menghadap air
Menurut Yatno, pekerja tambang batu di Bukit Kunyit, pihaknya tak apatis terhadap rencana penghentian tambang, termasuk menjadikan Bukit Kunyit di dekat pantai bagian dari proyek Waterfront City (Kota Menghadap Air), yang dicetuskan Wali Kota Bandar Lampung Eddy Sutrisno.
Rabu lalu, salah satu pasangan calon kepala daerah menandatangani kontrak politik dengan warga. Bila terpilih, mereka tak akan menggusur warga di sana.
Menurut Yakno, ratusan orang hidupnya bergantung pada penambangan liar. Jumlah pekerja tambang di sana 400 orang, baik penambang, buruh pengangkut batu, maupun sopir truk.
Ia mengakui, bekerja sebagai penambang berisiko tinggi. ”15 orang menjadi korban (meninggal) selama ini,” ungkapnya. Mereka rentan jatuh saat menggali di lereng bukit terjal atau tertimpa batuan besar.
Berdasarkan catatan Walhi Lampung, dari 32 kawasan gunung dan perbukitan di Lampung, seluruhnya terancam. Sembilan di antaranya, termasuk Bukit Camang dan Kunyit, hancur.
Akibatnya, luas RTH di Bandar Lampung berkurang, hanya tersisa 21 persen dari luas wilayah. Padahal, setiap daerah ditargetkan memiliki luas RTH setidaknya 30 persen. (JON)
Sumber: Kompas, Jumat, 11 Juni 2010
No comments:
Post a Comment