September 27, 2010

Pergerakan Rakyat Di Liwa Tempo Doeloe

Oleh M. Arief Mahya


Pendahuluan

DALAM rangka menyonsong peresmian Kabupaten Lampung Barat, dengan ibu-kotanya di Liwa, barang kali ada manfaatnya apabila tulisan ini menyingkapkan sekilas pergerakan rakyat di Liwa tempo doeloe, di masa pernah turut berkiprah mengikuti nada dan irama, hiroik perjuangan kebangkitan nasional, di zaman kolonial tahun 1925-1943 (masih di zaman Belanda dan Jepang).

Pengungkapan ini dirasakan perlu, mengingat bahwa partisipasi masyarakat atau "support" rakyat setempat, adalah faktor penting bagi menunjang adanya kenyamanan, bagi keberadaan suatu "zitel" Pemerintahan, baik bagi para pejabat dan pegawai instansi-instansi, dalam menjalankan roda pemerintahan (regeren), maupun membuat pengaturan (ordeneren), menuju tercapainya tujuan pembentukan seperti seluruh rakyat dan kemajuan masyarakat setempat, dalam segala aspect kepentingan bangsa, serta negara RI pada keseluruhannya.

Itulah maksud untuk supaya masyarakat Liwa, yaitu segenap penduduk yang bermukim di Desa Desa dilingkungan bekas Marga Liwa, kiranya dengan menoleh ke belakang, akan lebih berhati tulus disertai penuh kesyukuran kepada Tuhan, mampu dengan semangat yang kuat saat Kabupaten Lampung Barat, yang akan diresmikan tak lama lagi.

Keadaan Di Masa SI

Pada tahun 1925-1926, banyak rakyat Marga Liwa, ditangkapi dan dibuang (di-internir) Pemerintah Kolonial Belanda gigih melakukan razia penduduk, penggeledahan di Dusun Dusun, sehubungan issu banyak penduduk Liwa diduga sebagai Simpatisan SI (Syarikat Islam) Merah, yaitu pergerakan yang pro komunis, masuk secara menyusup dari Sumatera Barat. Situasi pada waktu itu memang pemberontakan "komunis" sedang berkecamuk, juga pada beberapa tempat yang dekat dengan Liwa-Krui, ialah di Padang, di Banten dan lain-lain. Beberapa orang Tokoh PKI Krui waktu itu juga di tangkap dan dibuang ke Boven Digoel. Di antaranya Tokoh anti penjajah terkenal Sadaruddin (Pulau Pisang-Krui) dan lainlain.

Isu mengenai ada penduduk Marga Liwa terlibat SI Merah dan ada hubungan dengan Sadaruddin tersebut, sempat membuat Pemerintah Kolonial bersikeras hendak menangkap K.H.Bakri (Dusun Suka Marga-Liwa)
Usman (Dusun Kesugehan-Liwa), H.Fadhlulloh dan lain-lainnya.

Maka terjadilah Usman ditangkap dan di-internir pula ke Boven Digoel. K.H.Bakri dan H.Fadhlulloh menghindar pergi ke Makkah lalu sekaligus kedua beliau bermukim sambil mendalami ilmu agama, beberapa tahun lamanya di Makkah. Kemudian K.H.Bakri pulang ke tanah air dan pindah ke Negara Batin-Kota Agung (Lampung Selatan). Setelah Indonesia merdeka maka K.H.Bakri diangkat menjadi Kepala Kantor Urusan Agama Kewedanaan Kota Agung. Ketika "Kewedanaan" dihapuskan, K.H.Bakri menjadi Kepala KUA Kecamatan Kota Metro. Kemudian beliau minta pindah, menjadi Kepala KUA Kecamatan Sukadana (Lampung Tengah). Di Sukadana beliau diangkat masyarakat Lampung "Abung Sewo Mego" menjadi saudara (sewaghian). Beliau sempat pensiun kemudian meninggal dan bermakam di Sukadana. Dan H.Fadhlulloh meninggal dunia di Makkah.

Pergerakan Sosial Keagamaan

Pada tahun 1930, organisasi Perserikatan Muhammdiyah masuk Liwa. Atas usaha H.Siraj Idris (Dusun Gedung Asin-Liwa), ayah dari M.Arsyad Siraj (Mantan Kepala Negeri Balik-Bukit). Selaku Initiatief-nemer pembentukan Muhammadiyah Liwa itu, H.Siraj Idris berhubungan langsung dengan Pengurus Muhammadiyah Cabang Betawi (sekarang. Jakarta). Maka pada tahun itu datanglah ke Gedung Asin dari Betawi; Kartosudarmo, Suta Laksana dan Jayasukarta, memberikan petunjuk-petunjuk pengarahan sekaligus meresmikan terbentuknya Muhammadiyah Grup Liwa, yang beranggota baru sebanyak 9 orang saja dengan Pengurus ialah; Dja'far (Dusun Suka Negeri=Kota Liwa Sekarang) selaku Ketua, Abd.Kadir Barlian dan H.Siraj Idris (Dusun Gedung Asin), masing-masing sebagai Sekretaris dan Bendahara yang berkedudukan di Gedung Asin. Dusun Gedung Asin tersebut adalah pernah tempat Pasirah (Kepala Marga) Marga Liwa pada zaman sebelum jabatan Pasirah itu beralih kepada Abd.Rahmat Ulu-Liwa. Pada zaman Kolonial Belanda dan sampai tahun 1944 Marga Liwa termasuk dalam Keresidenan Bengkulu (Benkoelensche-Residentie).

Waktu itu semua kampung yang ada di bawah marga di daerah Keresidenan Bengkulu disebut dengan sebutan "Dusun". Kepala Pemerintahnya disebut "Peroatin". Jadi "Dusun" di daerah Bengkulu dulu itu setingkat dengan "Desa" sekarang. Hanya dulu di atasanya ialah "Marga" yang dikepalai "Pasirah". Sekarang telah diseragamkan di atas Desa ialah "Kecamatan" yang dikepalai "Camat". Semua Marga dan Pasirah telah ditiadakan sesuai Undang-Undang Pokok Pemerintahan di daerah, ketentuan peraturan yang sedang berlaku sekarang.

Dusun Gedung Asin, Liwa itu dulu tempatnya di atas dataran pada kaki bukit "Sepulang" lebih kurang 600 meter dari kota Liwa sekarang. Dusun itu sudah tidak ada lagi akibat gempa hebat tahun 1933 merubuhkan semua rumah penduduk, maka sejak itu semua penduduk Gedung Asin pindah di sekitar Dusun Pekon-Tengah yang kini telah dijadikan satu Desa dengan nama Desa "Sebarus".

Pada tahun-tahun permulaan adanya Muhammadiyah di Liwa itu, pada umumnya penduduk Marga Liwa bahkan penduduk Gedung Asin dan Pekon-Tengah sendiri, banyak belum mau masuk Muhammadiyah itu. Sebab masih diliputi rasa khawatir (Trauma) issu SI Merah sebelumnya seperti tersebut terdahulu. Dan karena Tuan Guru K.H.Abd.Hamid (Penghulu Marga Liwa) penduduk Gedung Asin juga tidak sepaham dengan Muhammadiyah. Beliau adalah penganut paham "Ahlussunnah Wal-Ja ma'ah" yang konsekuen hingga wafatnya. Tetapi beliau adalah seorang Ulama' yang berwibawa besar menjadi panutan kebanyakan ummat Islam bukan saja di Marga Liwa, tetapi juga di seluruh Balik-Bukit zaman itu. Beliau adalah Datuk dari H.Abd.Rahman Raja Pendeta Marga (Pensiunan Peg.Inspeksi Pajak T.Betung) sekarang di Metro. Juga Tuan Guru tersebut, adalah Datuknya Drs.Choirul Tabrani (Ass.Sekwilda Kab.Lampung Utara) sekarang.

Demikian Muhammadiyah yang masih dianggap "Kaum Muda" di masa itu bergerak dan melangkah dengan lebih dahulu membuka "Madrasah Muhammadiyah" bertempat di rumah Syahri Suka negeri (Kota Liwa), dengan murid baru sebanyak 20 orang, dimulai dari tahun 1931 dengan Guru pertama kalinya ialah Mu'allim Hidayat (Jawa-Barat), yang khusus ditugaskan oleh Pengurus Muhammadiyah Cabang Betawi untuk menjadi Guru & Meuballigh Muhammadiyah di Liwa. Sebelum itu Guru Idrus di Krui sudah lebih dahulu membuka "Madrasah" di Pahmungan Krui-Pasar.

Dari Liwa ada juga anak yang dimasukkan di Madrasah tersebut. Mendengar bahwa telah ada "Madrasah Muhammadiyah" di Liwa, maka Guru Idrus segera memindahkan semua muridnya itu ke Madrasah Muhammadiyah di Liwa dan beliau sendiri turut jadi Guru dan membinanya. Sebelum gempa tahu 1933 terjadi, kebetulan Al-Ustaz K.H.Rais Latief (Pekon-Tengah) ayah dari Sazli Rais (Penyiar TVRI), pulang ke Liwa dari Mesir setelah beliau beberapa tahun belajar ilmu agama; pada Al-Azhar University Kairo, maka beliau langsung turut memperkuat bersama H.A.Murad (Gedung Asin) ex.belajar di Makkah juga menghajar pada madrasah Muhammadiyah di Suka Negeri itu mulai tahun 1932 sampai 1935.

Semenjak Madrasah Muhammadiyah itu berkemajuan dengan murid yang bertambah banyak, maka anggota Muhammadiyah Liwa mulai bertambah sehingga mampu membangun rumah sekolah sendiri di Pekon-Tengah.

Turut mempera-karsai dan menyemangatkannya Abd.Hadi (Bengkulu) Mubaligh kawakan Muhammadiyah masih famili Hj.Fatmawati (Isteri Bung Karno/Mantan Ibu Negara Pertama). Maka lalu pada tahun 1936 Madrasah itupun dari Suka Negeri dipindahkan di Pekon-Tengah sekaligus berganti Guru dengan Al-Ustaz K.Harun Syarief (Batubrak) abiturien Al-Irsyad Betawi, ayah dari Fauzi Harun (Peg.Diperta Provinsi Lampung), (Peg. RRI Tanjung Karang). Madrasah Muhammadiyah di Pekon-Tengah ini lantas bertambah maju, muridnya kian bertambah banyak tidak saja dari sekitar Marga Liwa tetapi juga dari Belalau, dengan pelajaran 50% agama dan 50% pengetahuan umum di mana selain Bahasa.Arab, juga diajarkan Bahasa Inggris dan Belanda sesuai leerplan "Standaardschool Muhamamdiyah" secara nasional. Kemudian pada tahun 1939 Muhammadiyah Liwa mendapat Tambahan Guru ialah Darussamin Sa'ada (Sum.Barat) abiturien Sumatera Thowalib & Normal-School. Maka status Muhammadiyah Liwa sejak itu ditingkatkan menjadi "Cabang Liwa". Kegiatannya tidak hanya di bidang persekolahan saja tetapi juga menghidupkan kursus-kursus kewanitaan, kepemudaan dan kepanduan serta penyantunan sosial. Konsolidasi organisasi Pemuda Muhammadiyah, 'Aisyiyah dan Nasyiahnya, Pandu "Hizbul-Wathon" (H.W) digerak dan dimajukan. Anggota dan Grup Muhammadiyah sudah ada pada beberapa Dusun baik di Marga Liwa sendiri juga di daerah Belalau dan Sukau.

Pada tahun 1939 itu diadakan Konperensi Cabang Ke-I Muhammadiyah Liwa, bertempat di Pekon-Tengah yang dihadiri selain oleh utusan Grup grup juga dihadiri Consul Hoofd-Bestuur Muhammadiyah Daerah Lampung, Palembang & Bangka yang diwakili oleh H.Zen Arifin Ketua Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah (WMPM) dari Palembang, juga utusan Muhammadiyah Krui K.R.Chotman Djauhari serta 1 Pasukan H.W. dari Grup Muhammadiyah Talangparis-Bukit Kemuning (orang-orang Liwa) dipimpin Meneer Sutan Sema'in (Sum.Barat), Guru Ghazali Halim (Sum.Barat) abiturien Sumatera Thowalib serta Idris Mu'in (Gedung Asin-Liwa) datang ke Liwa jalan kaki melalui Kebun-Tebu, Mutaralam (Way Tenong), Dusun Baru, Way Semaka (Belalau) selaku pegembira.

Pada tahun 1940 Muhammadiyah Cabang Liwa turut menggembirakan Konperensi Muhammadiyah di Kotabatu (Ranau) dengan 2 Pasukan H.W. Beberapa anggota Muhammadiyah, 'Aisyiyah dan Nasyiah. Dari Krui hadir K.H.Damanhuri.Muhammadiyah Grup Kotabatu (Ranau) waktu itu di tokohi A.Maulana (Kerio Pagar Dewa) dan K.H.Basri (Sukajaya) serta Ishak (Pagar Dewa), dengan Guru & Muballigh Guru Bangsa Raja (Menggala) abiturien Tabligh-School Muhammadiyah Yogyakarta dan Guru Mu'in Ghani (Sum.Barat) abiturien Sumatera Thowalib & Kulliyatul-Mu Ballighien Sum.Barat serta Guru Adli (Pagar Dewa) ex.Malaisia.

Pada tahun 1940 itu juga dilangsungkan Konperensi Cabang Ke-II bertempat di Krui-Pasar. Selain dihadiri para utusan Grup, 'Aisyiyah, Pemuda, Nasyiah, Konperensi di Krui itu juga dihadiri langsung oleh R.Z.Fananie (Consul HB Muhammadiyah Daerah Lampung, Palembang & Bangka), sehingga Konperensi berlangsung lebih meriah dan berbobot, dihibur dengan Toneel-opvoering (Sandiwara) oleh para Pemuda Muhammadiyah Krui, mementaskan cerita "Anak orang kaya dan orang miskin" berkesan suggetief supaya Pemuda Indonesia bergairah menuntut ilmu. Dan kalau pada Konperensi Ke-I di Liwa ditampil 2 orang murid memperlihatkan kebolehan murid Muhammadiyah mentilawah Al-Qur;an dan pidato sejarah perjuangan Nabi Saw, maka pada Konperensi di Krui tersebut ditampilkan pula kebolehan murid Wustho Mu'Allimien Muhammadiyah Liwa berpidato dalam bahasa Inggris dan Belanda.

Tahun 1941 Konperensi Cabang Ke-III diadakan di Pugung Penengahan (Pesisir Utara Krui) yang berlangsung mulus dan menyenangkan, satu dan lain karena pasirah Pugung waktu itu kebetulan simpatisan muhammadiyah, ialah ayah dari H.A.M.Dulaimi (Mantan Camat Balik-Bukit) sekarang di Yosodadi-Metro. Pasirah Pugung tersebut adalah juga Datuknya Henry Yosodinigrat,SH (Pengacara Kondang) asal Lampung Barat.

Memang sebelum Konperensi cabang Ke-II di Krui, tepatnya pada tahun 1939 Muhammadiyah cabang liwa membuka sekolah "Wustho Mu'allimien Muhammadiyah" (onderbouw-Kwewkschool) di kota Liwa, dengan Direktur & Guru vak agama ialah Darussamin Sa'ada. Guru Vakumum (pelajaran-pelajaran: tata negara, algebra, Meetkunde, adryskunde, Dierkunde, Plantkunde, Wetboek van straf-recht, bahasa Inggris dan bahasa Belanda) adalah oleh Meneer Syahar (Sum.Barat) abiturien Mulo Afdeeling B.Sum.Barat. Meneer Syahar sebelumnya itu adalah Pegawai Menengah STANVAC Palembang bergaji 300 gulden/bulan rela minta berhenti dari STANVAC itu, karena demia untuk memajukan WUSTHO MU'ALLIMIEN MUHAMMADIYAH Liwa tersebut, yang oleh Muhammadiyah hanya diberi gaji 40 gulden/bulan plus jaminan makan dan tempat tinggal. Gaji sebegitupun dibayarkan secara cicil-cicilan.

Pada akhir tahun 1941 Meneer Syahar pulang ke Sum.Barat, Guru Darussamin Sa'ad kembali ke tempat martuanya di Dusun Tubuhan-Baturaja (Sum.Selatan),Kemudian ke Lampung dan pada tahun 1942 beliau membuka Kursus Mengetik & Boekhouding "DAS "A D" di Tanjung Karang.

Dari akhir tahun 1941 sampai tahun 1942 Sekolah Muhammadiyah Liwa tersebut, diasuh oleh K.H. Djafar Dahamin (Dusun Kesugehan, Liwa) eks belajar agama beberapa tahun di Malaysia. Kemudian berganti di asuh oleh K.H.Damanhuri (Lintik-Krui) abiturien Jam'iyatul-Khoir Betawi, bersama K.R.Chotman Djauhari (Pedada-Krui) abiturien TABLIGH-SCHOOL & ZU'AMA MUHAMMADIYAH Yogyakarta. Lalu Sekolah itu dipindahkan jadi satu di Pekon-Tengah pada zaman Jepang itu.

Pada tahun 1942-1943 anggota Muhammadiyah telah ada di Sukaraja, Mutaralam (Way Tenong), dengan Pengurus Grupnya di Dusun Karang Agung pernah membuka "Madrasah" juga, meskipun bertempat di kolong rumah penduduk dan bangku mejanya tersebuat dari pelupuh bambu tapi muridnya cukup banyak. Way Tenong di masa itu masih dikelilingi hutan balan-tara dan terisolir. Jalan Raya dari Dusun Baru baru sampai di Way Mengkidik/Way Kabul. Jalan raya Bukitkemuning baru sampai di Bedeng Tinggi dekat Sumber Jaya sekarang.

Unsur Pengurus Besar (Hoofd-Bestuur) Muhammadiyah yang pernah ke Liwa dari Yogyakarta ialah K.H.Hisyam. Hal tragis yang menimpa ialah Ketua (Voorzitter) Muhammadiyah Cabang Liwa waktu itu ialah M.Anwar bin M.Amin (Tanjung, Pekon-Tengah) oleh Pasirah dikenakan BPP (Badan Pembantu Perang) Jepang. Dipaksa turut menggali guwa pertahanan Jepang di Branti (Lampung Selatan). Karena kerja berat dan kurang permakanan serta tanpa pengobatan beliau meninggal dunia menyedihkan tahun 1943 itu, diserang sakit keras (muntaber dan kolera).

Pada sekitar tahun 1936 organisasi sosial keagamaan lainnya menyusul masuk ke Marga Liwa, Yaitu Jam'iyah Nahdlatul Ulama' (NU).

Pembawa pertama NU di Liwa itu adalah K. Ahmad Amirin (Dusun Negeriagung, Liwa) melalui jalur Pengurus NU Cabang Krui, maka disusunlah Majelis Wakil Cabang (MWC-NU Liwa). Dulu disebut MWT-N.O.Liwa berkedudukan di Negeri Agung, Dusun tempat Pasirah Marga Liwa di masa itu. Lalu anggota NU cepat saja menjadi banyak baik di Negeri Agung sendiri maupun di Dusun Lainnya, seperti di Dusun Kesugehan, Suka-Marga, Kesugehan-Baru, Kota-Agung, Gunungsugih, Watos, Padang Dalom, Umbul Limau, Bahway Jejawi, Kuningan dan Teratas, sebagian Way Mengaku, Tanjung-Kemala dan sekitarnya. Bahkan kemudian anggota NU banyak pula di Belalau, antara lain di Dusun Baru, pernah ada Madrasahnya. Juga di Kembahang dan di daerah Sukau. Oleh karena memang kaum muslimin dan muslimat di Dusun dan tempat tersebut, kebanyakanya adalah penganut paham "Ahlussunnah Wal-Jama'ah". Otomatis mudah saja diajak menjadi anggota NU. Minimal mereka sendirinya menjadi Simpatisan NU.

Pergerakan dan kegiatan NU Liwa juga mulanya membuka "Madrasah". memperbanyak Tabligh, pengajian dan kursus-kursus. Meng-organisir kaum muslimat menjadi "Muslimat NU", para pemuda di-ikat menjadi anggota "GP Anshor", para puteri di-organisir ke dalam "Fatayat NU".

Di Liwa GP Anshor waktu itu masih berbentuk dan disebut "PANDU ANSHOR". Aktivitas geraknya baru di sekitar pelajaran kepanduan.

MWC-NU Liwa dengan segala kegiatannya waktu itu menjadi lebih bersemangat kuat dan maju, setelah kedatangan K.H.Fadhil ke Liwa dari Tanjungraja (Marga Rebang Seputih) Kotabumi. Beliau memang seorang Ulama' "tempaan NU" dari sumbernya, karena pernah lama mendalami pemahaman agama dan NU pada para Ulama' dan pendiri NU di Jawa Timur

Selaku Guru & Muballigh NU K.H.Fadhil waktu itu langsung aktief membina organisasi NU Liwa, sambil turut mengajar pada "Madrasah NU" di Negeri Agung. Di masa itu K.H.A.Wahab Hasbulloh selaku Rois 'Am Syuriyah Pengurus Besar NU juga pernah datang ke Negeri Agung, memberikan spirit menyemangatkan pergerakan NU di Liwa.

Kemudian K.H.Fadhil pada akhir tahun 1940 meninggalkan Liwa pulang kembali ke tempatnya. Dan Madrasah NU di Negeri Agung itu terus berjalan dengan asuhan para Guru lainnya yang masih ada.

Tapi, lalu terjadi bak kata pepatah; "patah tumbuh, hilang berganti", pada bulan Januari 1941 K.H.Abd.Hay Ma'mun (Negeri Agung) sampai di Negeri Agung, sekembali beliau dari Makkah bersama rombongan para Muqiemien Indonesia ke tanah air sehubungan perang dunia II.

K.H.Abd.Hay Ma'mun pulang ke Liwa itu setelah beliau bertahun-tahun mendalami ilmu agama pada Darul-'Ulum Makkah. Beliau adalah ayah dari Drs.Zulyaden Abd.Hay (Dosen Unila). Mulai bulan Februari 1941 beliau langsung aktief membina dan menyemangatkan kegiatan NU Liwa, ialah selain selaku Pembina organisasi NU MWC-Liwa, beliaupun segera bertindak mengepalai dan turut mengajar pada Madrasah NU Liwa, menggantikan K.H.Fadhil. Ketika itu Madrasah NU Liwa di Negeri Agung bertambah maju dan kuat. Murid-muridnya semakin banyak, baik murid putera dan juga puteri. Beliau mengajar dibantu oleh para Guru NU ialah; K.H.Husin (Dusun Watos), M.Yatim (Dusun Padang-Dalom), Ma'ad (Krui) dan M.Napis (Manna). Pada masa itu MWC-NU Liwa pernah mengadakan "Openbaar Besar" (Tabligh Akbar) di Negeri Agung, yang berlangsung sangat meriah dan menggelorakan. Tokoh Tokoh NU yang datang dari Palembang: K.H.Abubakar Bastari, Abdulloh Gathmyr dan K.H. Tjik Wan.

Kondisi K.H. Fadhil kini telah sepuh, tetapi beliau tetap selaku salah satu "Sesepuh NU" dengan menetap di Lampung Selatan.

Setelah Indonesia merdeka K.H.Abd.Hay Ma'mun, sempat menjadi Kepala KUA Kecamatan Balik-Bukit hingga pensiun, di mana sebelumnya juga beliau pernah menjabat Penghulu Marga di Marga Liwa. Kini beliau pun telah sepuh dan menetap di Bandar Lampung.

Menggerakkan pendidikan agama di Liwa pada masa itu, juga K.H.A.Fattah (Sukanegeri). Beliau membuka perguruan tarbiyatul-islamiyah (Perti) di Kota Liwa, dengan Santeri yang cukup banyak dari berbagai Dusun Marga Liwa dan dari daerah lainnya, memberikan pelajaran agama 100% mendalami pemahaman dengan menggunakan "kitab-kitab kuning", bagi para Santeri yang telah pandai dan mahir bahasa Arab. Kini K.H. A. Fattah itu telah wafat, dimakamkan di Bandar Lampung.

Pergerakan Politik

Mengenai pergerakan poltik di Liwa tempo doelos (tahun 1937-1943) Partai Politik yang ada waktu itu, hanyalah PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia). Permulaan PSII masuk di Liwa adalah juga pada sekitar tahun 1932. Dibawa oleh Marfa'i (kakak dari Guru Akmal).
Tanjungjati-Ranau, disambut oleh H.Zaini (Pekon-Tengah), Maka terbentuklah Kring PSII Liwa ketika itu dengan pimpinannya ialah H.Zaini. Pada masa itu penduduk Liwa masih enggan untuk menjadi anggota Partai, sebab trauma issu SI Merah masih ada, juga oknum-oknum Pemerintah setempat masih banyak menakut-nakuti agar rakyat tak usah ber-organisasi apapaun juga.

Tetapi karena tindakan pemerintah begitu keras mencurigai penduduk yang menonjol (pandai), juga memperlakukan mereka dengan pembesaran berbagai pajak, pemaksaan mesti kuli memperbaiki jalan, rodi, memecah batu, kerja gemente dan sebagainya, tanpa memberi pertimbangan kebijaksanaan sedikitpun atas keberatan dan halangan rakyat lemah, serta tekanan lain. Maka akibat kezoliman tindakan Kolonial itu malahan lalu membuat banyak penduduk Marga Liwa tertarik dan masuk menjadi anggota PSII. Di mana para Tokoh PSII masa itu ternyata sungguh sungguh banyak membela nasib rakyat yang tertindas, seperti pembelaan oleh HOS Cokroaminoto mengenai persoalan menyangkut rakyat dalam problema kaum tani gunung "Seminung", pembelaan kepada para anggota PSII yang tersangkut dalam tahanan berwajib atau perkara (sipil maupun kriminil) dan sebagainya. Demikian maka PSII di Liwa kala itu kian maju dan berkembang.

Guru Akmal (Pemimpin terkemuka PSII Ranau) ketika itu banyak berkunjung ke Liwa, menyemangatkan pergerakan PSII di Balik-Bukit. Kaum wanita di-organisir ke dalam "Wanita PSII", para pemuda dihimpun teguh dalam PMI (Pemuda Muslimin Indonesia) serta kepanduan Siap (syarikat Islam Afdeeling Pandu). Semua keanggotaan PSII dan anggota organisasi onderbouwnya itu disahkan melalui procedure "candidat" lebih dahulu, Kalau kemudian telah ternyata bersungguh-sungguh mantap berdisiplin, patuh dan setia sesuai "Statuten" (Anggaran Dasar) dan "Huishoudelijke-Regelemen" (Anggaran Rumah-Tangga) Partai," Beginsel" (Tafsir Azas) Partai, barulah disahkan melalui ikror pembai'atan setelah semuanya itu terlaksana, diberikan kepada anggota bersangkutan "Led van maatschap " (Kartu tanda Anggota) Partai.

Semua warga PSII di Liwa waktu itu diberikan pengertian-pengertian mendalam mengenai "Islam dan perjuangan politik", dengan menggiatkan kursus-kursus dan "openbaar-vergadering". Maka pada sekitar tahun 1937 status struktur-organisasi PSII Liwa ditingkatkan menjadi LA (Lajenah Afdeeling) PSII Balik-Bukit, dengan kedudukan kantor pengurusnya di Kotaraja-Liwa. Anggota PSII ketika itu sudah semakin banyak tidak saja hanya di Marga Liwa, tetapi anggota PSII telah ada pula di Kembahang, Batu-Brak, Bedudu (Belalau), Kebun Tebu dan di daerah Sukau.

Tokoh Tokoh PSII yang pernah datang ke Kotaraja selain dari HOS Cokroaminoto sendiri, juga Anwar Cokroaminoto, Harsono Cokroaminoto, Aruji Kartawinata, Nyonya AS Sumadi, Kartosuwiryo, W.Wondo Amiseno, Sudibyo. Guru Pangku Tokoh PSII Muaradua, AS Mattjik dan AR Djalili dari Palembang.

Dari tahun 1939, PSII Liwa membuka Sekolah BPPI (Balai Pendidikan & Pengajaran Islamiyah) bertempat di Kotaraja. Muridnya cukup banyak putera dan puteri bukan saja dari Dusun Dusun di Marga Liwa, tetapi juga ada dari Kembahang, dari Way Tenong. Sekolah PSII Liwa ini juga mengajarkan pelajaran agama dan pengetahuan umum, dengan Guru Gurunya antara lain; K.M.Anwar (Kembahang), dikepalai oleh M.Hasan Manaf (Krui-Pasar) abiturien Sekolah Mulo Gouvernement Betawi (MUlo Afdeeling B.) yang memang di masa itu "bevoegde" untuk mengajarkan ilmu pengetahuan umum. M.Hasan Manaf adalah anak dari Assisten Demang Manaf, tetapi M.Hasan Manaf berjiwa "Islam dan Kebangsaan" (patriotik), merakyat dan kerakyatan, anti "feodalisme" dan beliau adala figur pemberani dalam hal membela "kebenaran dan keadilan" menyangkut diri pribadi sendiri dan orang lain. M.Hasan Manaf walaupun putera dari seorang Ambtenaar, namun ia teguh tak mau bekerja dengan Pemerintah Kolonial. M.Hasan Manaf itu adalah ayah dari Drs.Rosmala Dewi (Guru SMAN 2 T.Karang), yaitu isteri dari Moh.Zainul Nawin (Wadan Denpom II/3 Lampung) sekarang. Setelah Indonesia merdeka, M.Hasan Manaf pernah menjadi Kepala Jawatan Penerangan RI Kab.Lampung-Tengah. Hingga akhir hayatnya beliau adalah Pegawai Japen RI Provinsi Lampung.

M. Hasan Manaf terkenal salah satu Tokoh asal Lampung Barat. Setahu penulis, sebetulnya M.Hasan Manaf itu, Penggugah pertama para Mahasiswa asal Lampung Barat supaya berjuang untuk dapat dibentuk Kabupaten Lampung Barat. Faktanya: ialah pada awal bulan Mei tahun 1969 beliau mendatangi penulis, mengatakan maksudnya akan pergi ke Krui dengan tujuan keperluan itu, sambil beliau memperlihatkan dokumen-dokumen urguementasi pokok-pokok pikiran perlunya meminta Pemerintah agar dapat membentuk Kabupaten Lampung-Barat. Dan penulis tahu waktu kembalinya ke Tanjung Karang dari Krui itu. Karena waktu itu jalan dari Dusun Baru-Sumberjaya belum lancar, hingga kendaraan umum belum ada maka beliau menuju Way Tenong menumpang kendaraan truk dan duduk di bak terbuka (di belakang), menyebabkan beliau terserang "masuk angin" dahsyat, mengakibatkan beliau meninggal dunia setelah beberapa jam beliau di TanjungKarang dari Krui itu. Penulis turut menalkinkan pada waktu seakrabnya hingga berpisah "ruh" beliau dari jasadnya. Dalam "dagboek" penulis tercatat; M.Hasan Manaf Wafat hari Senin tanggal 26 Mei 1969 di Rawa-Subur Tanjung Karang.

Kisah selanjutnya mengenai Sekolah BPPI-PSII di Kotaraja-Liwa, ex.pimpinan dan binaan M.Hasan Manaf itu; pada tahun 1943 berubah nama menjadi "Perguruan Islam" saja, diasuh oleh guru M. Zubair (Semendo) abiturien Sumatera Thowalib, dibantu isteri beliau Ny.Hj. Suhainah Zubair abiturien Diniyah Puteri Padang-Panjang.

Guru M. Zubair setelah itu pernah banyak berjasa di Liwa, memberi ceramah/dakwah dan pengajian. Di antara itu, ada khusus pengajian agama buat para ambtenaar di Liwa waktu itu. Termasuk muridnya; dr. H. A. Moeloek, Demang Abd.Hadi, Ichwan (Pertanian) dan lain-lain.

Yang diajarkan antaranya pergerakan politik PSII di Liwa tahun 1941; ialah PSII LA-Liwa turut menggerakkan GAPI (Gabungan Politik Indonesia) menuntut pada Pemerintah Belanda supaya Indonesia ber-Parlemen (yang dipilih oleh rakyat Indonesia sendiri). GAPI adalah suatu Gerakan Nasional dibentuk dan digerakkan para Politisi bangsa Indonesia masa itu. GAPI banyak mengadakan "moment-Actie" serentak mengadakan "Rapat Umum" dan sebagainya. GAPI di Liwa juga waktu itu pernah mengadakan "Openbaar" di Kota Liwa.

Para aktivis GAPI di Liwa itu adalah; Guru M. Hasan Manaf, Fadhil Hamid, H.Yahya, Sa'dulloh Halil (Kotaraja). M.Jemarip (Bedudu, Belalau), Marzuki (Kesugehan, Liwa). Guru Abd. Ghani (Way Mengaku, Liwa). Tokoh Tokoh GAPI Liwa tersebut adalah anggota Pengurus LA-PSII Liwa. Aktivis PSII/GAPI Krui salah satunya ialah M.Zabur.

Akan tetapi perjuangan GAPI tersebut tak sempat berhasil, karena perang dunia II kian berkecamuk. Pemerintah Kolonial Belanda segera menyatakan S.O.B. (negara dalam perang). Lalu Tentera Jepang masuk bulan Februari tahun 1942. Penguasa Belanda bertekuk lutut. Kemudian Panglima Tentera Jepang memerintahkan pembubaran semua Partai Organisasi pergerakan rakyat. Maka membubarkan dirilah semua organisasi pergerakan rakyat pada tahun 1943 di Liwa termasuk Muhammadiyah dan NU Liwa.

Maka generasi penerus sekarang tentulah wajar jika menggerakkan organisasi sosial keagamaan tersebut kembali, karena hal itu adalah kewajiban selaku ummat kepada Tuhan. Faktornya menyangkut kepentingan pelestarian agama, sekarang dan hari-hari anak-cucu mendatang.

Kesimpulan dan Harapan

Demikianlah pergerakan rakyat di Liwa tempo doeloe, yang semua pada pelaksanaannya di zaman penjajah itu (Belanda dan Jepang), tak sunyi dari gangguan, rintangan dan halangan. Segala perjuangan rakyat telah pernah ada di Liwa, tetapi pelaksanaannya dipersulit oleh mentalitas oknum-oknum aparatur Pemerintah penjajah, untuk supaya rakyat tidak bergerak. Namun begitu, kegiatan mengajar mengaji Al-Qur'an, sekolah swasta, kursus-kursus, rapat umum (openbaar, open lucht), pawai (optocht), pawai-obor (taptoe), sholat hari-raya di lapangan, pementasan sandiwara, artinya semua sudah pernah digerakkan, oleh generasi pendahulu pergerakan di Liwa dan sekitarnya.

Semua nostalgia ini akan dijadikan iktibar oleh kawula muda (generasi penerus), terutama di Liwa sekarang khususnya, para Sarjana asal Liwa umumnya hendaknya bangkit dan jor-joran memberikan "sumbangsih" pemikiran, menggairahkan masyarakat kampung halaman sehubungan kotanya menjadi ibu-kota Kabupaten, tentu memerlukan partisipasi aktief masyarakat yaitu semua penduduk di Desa Desa daerah bekas Marga Liwa untuk bisa mampu menjadi "tuan rumah yang baik" dalam rangka mensukseskan tujuan pembentukan Kabupaten Lampung Barat itu.

Hanya satu sebagai tambahan harapan, berhematlah dalam memiliki tanah bangunan apa lagi tanah lahan pertanian. Karena kalau jadi kehabisan tanah, umpama karena dijual, maka anak-cucu nantinya mau pindah (bertranasmigrasi) ke mana??. Dibalik itu semua seyogyanyalah pada kaitan realisasi, pembentukan Kabupaten Lampung-Barat berterima kasih banyak kepada Pemerintah "Orde Baru", terutama kepada Gubernur Poedjono PRanyoto yang menanggapi dengan penuh bijaksana aspirasi rakyat Lampung-Barat, atas dukungan DPRD TK 1, Lampung di masa pimpinan H.Alimuddin Umar,SH. Serta anggota DPR-RI H.A.Yahya Murad,SH (asal Lampung Barat) dan Pemda TK II Lampung Utara di masa pimpinan Bupati A.H.Djufri Adam, keinginan rakyat itu barulah terpenuhi. Semoga.

* M. Arief Mahya, ulama, tokoh Lampung asal Liwa

No comments:

Post a Comment